tag:blogger.com,1999:blog-80657936800648540082024-03-12T19:58:49.511-07:00Biografi SingkatBelajar Dari Sejarah Hidup Orang BesarUnknownnoreply@blogger.comBlogger139125tag:blogger.com,1999:blog-8065793680064854008.post-47187780619874763932011-10-23T08:00:00.000-07:002011-10-23T08:00:11.652-07:00KH Zainuddin MZ 1952-2011<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://1.bp.blogspot.com/_9G5gh9Qm7x8/SsdMjbQye2I/AAAAAAAAAZc/ISHeKTlhE_A/s320/Kyai+H.+Zainuddin+Mz.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://1.bp.blogspot.com/_9G5gh9Qm7x8/SsdMjbQye2I/AAAAAAAAAZc/ISHeKTlhE_A/s320/Kyai+H.+Zainuddin+Mz.jpg" /></a></div><div style="text-align: justify;">Kiai Haji Zainuddin MZ atau K.H. Zainuddin Hamidi lahir di Jakarta, 2 Maret 1952, Zainuddin merupakan anak tunggal buah cinta pasangan Turmudzi dan Zainabun dari keluarga Betawi asli. Sejak kecil memang sudah nampak mahir berpidato. Udin -nama panggilan keluarganya- suka naik ke atas meja untuk berpidato di depan tamu yang berkunjung ke rumah kakeknya. ‘Kenakalan’ berpidatonya itu tersalurkan ketika mulai masuk Madrasah Tsanawiyah hingga tamat Madrasah Aliyah di Darul Ma’arif, Jakarta. Di sekolah ini ia belajar pidato dalam forum Ta’limul Muhadharah (belajar berpidato).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kebiasaannya membanyol dan mendongeng terus berkembang. Setiap kali tampil, ia memukau teman-temannya. Kemampuannya itu terus terasah, berbarengan permintaan ceramah yang terus mengalir. Karena ceramahnya sering dihadiri puluhan ribu ummat, maka tak salah kalau pers menjulukinya ‘Da'i Sejuta Umat’. Suami Hj. Kholilah ini semakin dikenal masyarakat ketika ceramahnya mulai memasuki dunia rekaman. Kasetnya beredar bukan saja di seluruh pelosok TautanNusantara, tapi juga ke beberapa negara Asia. Sejak itu, da’i yang punya hobi mendengarkan lagu-lagu dangdut ini mulai dilirik oleh beberapa stasiun televisi. Bahkan dikontrak oleh sebuah biro perjalanan haji yang bekerjasama dengan televisi swasta bersafari bersama artis ke berbagai daerah yang disebut "Nada dan Dakwah".</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kepiawaian ceramahnya sempat mengantarkan Zainuddin ke dunia politik. Pada tahun 1977-1982 ia bergabung dengan partai berlambang Ka’bah (PPP). Jabatannya pun bertambah, selain da’i juga sebagai politikus. Selain itu, keterlibatannya dalam PPP tidak bisa dilepaskan dari guru ngajinya, KH Idham Chalid. Sebab, gurunya yang pernah jadi ketua umum PBNU itu salah seorang deklarator PPP. Dia mengaku lama nyantri di Ponpes Idham Khalid yang berada di bilangan Cipete, yang belakangan identik sebagai tokoh dalam NU.</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sebelum masuk DPP, dia sudah menjadi pengurus aktif PPP, yakni menjadi anggota dewan penasihat DPW DKI Jakarta. Lebih jauh lagi, berkat kelihaiannya mengomunikasikan ajaran agama dengan gaya tutur yang luwes, sederhana, dan dibumbui humor segar, partai yang merupakan fusi beberapa partai Islam itu jauh-jauh hari (sejak Pemilu 1977) sudah memanfaatkannya sebagai vote-getter. Bersama Raja Dangdut Rhoma Irama, Zainuddin berkeliling berbagai wilayah mengampanyekan partai yang saat itu bergambar Ka’bah -sebelum berganti gambar bintang. Hasil yang diperoleh sangat signifikan dan memengaruhi dominasi Golkar. Tak ayal, kondisi itu membuat penguasa Orde Baru waswas. Totalitas Zainuddin untuk PPP bisa dirunut dari latar belakangnya. Pertama, secara kultural dia warga nahdliyin, atau menjadi bagian dari keluarga besar NU. Dengan posisinya tersebut, dia ingin memperjuangkan NU yang saat itu menjadi bagian dari fusi PPP yang dipaksakan Orde Baru pada 5 Januari 1971. Untuk diketahui, ormas lain yang menjadi bagian fusi itu, antara lain, Muslimin Indonesia (MI), Perti, dan PSII.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Selain itu, keterlibatannya dalam PPP tidak bisa dilepaskan dari guru ngajinya, KH Idham Chalid. Sebab, gurunya yang pernah jadi ketua umum PB NU itu salah seorang deklarator PPP. Pada 20 Januari 2002 K.H. Zainudiin M.Z. bersama rekan-rekannya mendeklarasikan PPP Reformasi yang kemudian berubah nama menjadi Partai Bintang Reformasi dalam Muktamar Luar Biasa pada 8-9 April 2003 di Jakarta. Ia juga secara resmi ditetapkan sebagai calon presiden oleh partai ini. Zainuddin MZ menjabat sebagai Ketua umum PBR sampai tahun 2006. Zainuddin kembali fokus untuk menebarkan dakwah dan kembali berada ditengah-tengah umat.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pada 2010, KH Zainuddin MZ dituduh oleh seorang gadis bernama Aida Saskia yang mengaku bahwa dirinya punya hubungan dekat dengan Zainuddin. Kasus ini masih dalam penyelidikan. K.H. Zainudin MZ memberikan klarifikasi akan ketidak benaran yang dituduhkan kepadanya itu melalui program Tokoh di tvOne. Zainuddin MZ meninggal dunia pada 5 Juli 2011 dalam perjalanan menuju Rumah Sakit Pusat Pertamina, karena serangan jantung dan gula darah. Beliau meninggal setelah sarapan bersama keluarga di rumahnya Gandaria I, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8065793680064854008.post-44996187605593730642011-10-23T07:47:00.000-07:002011-10-23T07:47:58.037-07:00Bilal Bin Rabah r.a 43 tahun sebelum hijrah- 23 Hijrah<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://3.bp.blogspot.com/-Pt1EzagQWzQ/TgMFEY7jGGI/AAAAAAAAAGM/2JRVk7LIZKc/s1600/bilal.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="200" src="http://3.bp.blogspot.com/-Pt1EzagQWzQ/TgMFEY7jGGI/AAAAAAAAAGM/2JRVk7LIZKc/s200/bilal.jpg" width="136" /></a></div><div style="text-align: justify;">Bilal Bin Rabah Al-Habasyi lahir di daerah as-Sarah sekitar 43 tahun sebelum hijrah. Ayahnya bernama Rabah, sedangkan ibunya bernama Hamamah, seorang budak wanita berkulit hitam yang tinggal di Mekah. Karena ibunya itu, sebagian orang memanggil Bilal dengan sebutan ibnus-Sauda’ (putra wanita hitam). Bilal dibesarkan di kota Ummul Qura (Makah) sebagai seorang budak milik keluarga bani Abdud-dar. Saat ayah mereka meninggal, Bilal diwariskan kepada Umayyah bin Khalaf, seorang tokoh penting kaum kafir Quraisy.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ketika Makah diterangi cahaya agama baru dan Rasul yang agung Shalallahu ‘alaihi wasallam mulai mengumandangkan seruan kalimat tauhid, Bilal adalah termasuk orang-orang pertama yang memeluk Islam. Saat Bilal masuk Islam, di bumi ini hanya ada beberapa orang yang telah mendahuluinya memeluk agama baru itu, seperti Ummul Mu’minin Khadijah binti Khuwailid, Abu Bakar ash-Shiddiq, Ali bin Abi Thalib, ‘Ammar bin Yasir bersama ibunya, Sumayyah, Shuhaib ar-Rumi, dan al-Miqdad bin al-Aswad.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Bilal merasakan penganiayaan orang-orang musyrik yang lebih berat dari siapa pun. Berbagai macam kekerasan, siksaan, dan kekejaman mendera tubuhnya. Namun ia, sebagaimana kaum muslimin yang lemah lainnya, tetap sabar menghadapi ujian di jalan Allah itu dengan kesabaran yang jarang sanggup ditunjukkan oleh siapa pun.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Orang-orang Islam seperti Abu Bakar dan Ali bin Abi Thalib masih memiliki keluarga dan suku yang membela mereka. Akan tetapi, orang-orang yang tertindas (mustadh’afun) dari kalangan hamba sahaya dan budak itu, tidak memiliki siapa pun, sehingga orang-orang Quraisy menyiksanya tanpa belas kasihan. Quraisy ingin menjadikan penyiksaan atas mereka sebagai contoh dan pelajaran bagi setiap orang yang ingin mengikuti ajaran Muhammad.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kaum yang tertindas itu disiksa oleh orang-orang kafir Quraisy yang berhati sangat kejam dan tak mengenal kasih sayang, seperti Abu Jahal yang telah menodai dirinya dengan membunuh Sumayyah. Ia sempat menghina dan mencaci-maki, kemudian menghunjamkan tombaknya pada perut Sumayyah hingga menembus punggung, dan gugurlah syuhada pertama dalam sejarah Islam.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sementara itu, saudara-saudara seperjuangan Sumayyah, terutama Bilal bin Rabah, terus disiksa oleh Quraisy tanpa henti. Biasanya, apabila matahari tepat di atas ubun-ubun dan padang pasir Mekah berubah menjadi perapian yang begitu menyengat, orang-orang Quraisy itu mulai membuka pakaian orang-orang Islam yang tertindas itu, lalu memakaikan baju besi pada mereka dan membiarkan mereka terbakar oleh sengatan matahari yang terasa semakin terik. Tidak cukup sampai di sana, orang-orang Quraisy itu mencambuk tubuh mereka sambil memaksa mereka mencaci maki Muhammad.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Adakalanya, saat siksaan terasa begitu berat dan kekuatan tubuh orang-orang Islam yang tertindas itu semakin lemah untuk menahannya, mereka mengikuti kemauan orang-orang Quraisy yang menyiksa mereka secara lahir, sementara hatinya tetap pasrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kecuali Bilal, semoga Allah meridhainya. Baginya, penderitaan itu masih terasa terlalu ringan jika dibandingkan dengan kecintaannya kepada Allah dan perjuangan di jalan-Nya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Orang Quraisy yang paling banyak menyiksa Bilal adalah Umayyah bin Khalaf bersama para algojonya. Mereka menghantam punggung telanjang Bilal dengan cambuk, namun Bilal hanya berkata, “Ahad, Ahad … (Allah Maha Esa).” Mereka menindih dada telanjang Bilal dengan batu besar yang panas, Bilal pun hanya berkata, “Ahad, Ahad ….“ Mereka semakin meningkatkan penyiksaannya, namun Bilal tetap mengatakan, “Ahad, Ahad….”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Mereka memaksa Bilal agar memuji Latta dan ‘Uzza, tapi Bilal justru memuji nama Allah dan Rasul-Nya. Mereka terus memaksanya, “Ikutilah yang kami katakan!” Bilal menjawab, “Lidahku tidak bisa mengatakannya.” Jawaban ini membuat siksaan mereka semakin hebat dan keras.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Apabila merasa lelah dan bosan menyiksa, sang tiran, Umayyah bin Khalaf, mengikat leher Bilal dengan tali yang kasar lalu menyerahkannya kepada sejumlah orang tak berbudi dan anak-anak agar menariknya di jalanan dan menyeretnya di sepanjang Abthah1 Mekah. Sementara itu, Bilal menikmati siksaan yang diterimanya karena membela ajaran Allah dan Rasul-Nya. Ia terus mengumandangkan pernyataan agungnya, “Ahad…, Ahad…, Ahad…, Ahad….” Ia terus mengulang-ulangnya tanpa merasa bosan dan lelah.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Suatu ketika, Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu mengajukan penawaran kepada Umayyah bin Khalaf untuk membeli Bilal darinya. Umayyah menaikkan harga berlipat ganda. Ia mengira Abu Bakar tidak akan mau membayarnya. Tapi ternyata, Abu Bakar setuju, walaupun harus mengeluarkan sembilan uqiyah emas2. Seusai transaksi, Umayyah berkata kepada Abu Bakar, “Sebenarnya, kalau engkau menawar sampai satu uqiyah-pun, maka aku tidak akan ragu untuk menjualnya.” Abu Bakar membalas, “Seandainya engkau memberi tawaran sampai seratus uqiyah-pun, maka aku tidak akan ragu untuk membelinya.”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ketika Abu Bakar memberi tahu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bahwa ia telah membeli sekaligus menyelamatkan Bilal dari cengkeraman para penyiksanya, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada Abu Bakar, “Kalau begitu, biarkan aku bersekutu denganmu untuk membayarnya, wahai Abu Bakar.” Ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu menjawab, “Aku telah memerdekakannya, wahai Rasulullah.”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Bilal tinggal di Madinah dengan tenang dan jauh dari jangkauan orang-orang Quraisy yang kerap menyiksanya. Kini, ia mencurahkan segenap perhatiannya untuk menyertai Nabi sekaligus kekasihnya, Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam. Bilal selalu mengikuti Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam ke mana pun beliau pergi. Selalu bersamanya saat shalat maupun ketika pergi untuk berjihad. Kebersamaannya dengan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam ibarat bayangan yang tidak pernah lepas dari pemiliknya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam selesai membangun Masjid Nabawi di Madinah dan menetapkan adzan, maka Bilal ditunjuk sebagai orang pertama yang mengumandangkan adzan (muadzin) dalam sejarah Islam.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Biasanya, setelah mengumandangkan adzan, Bilal berdiri di depan pintu rumah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam seraya berseru, “Hayya ‘alashsholaati hayya ‘alashsholaati…(Mari melaksanakan shalat, mari meraih keuntungan….)” Lalu, ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam keluar dari rumah dan Bilal melihat beliau, Bilal segera melantunkan iqamat.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Suatu ketika, Najasyi, Raja Habasyah, menghadiahkan tiga tombak pendek yang termasuk barang-barang paling istimewa miliknya kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam mengambil satu tombak, sementara sisanya diberikan kepada Ali bin Abu Thalib dan Umar ibnul Khaththab, tapi tidak lama kemudian, beliau memberikan tombak itu kepada Bilal. Sejak saat itu, selama Nabi hidup, Bilal selalu membawa tombak pendek itu ke mana-mana. Ia membawanya dalam kesempatan dua shalat ‘id (Idul Fitri dan Idul Adha), dan shalat istisqa’ (mohon turun hujan), dan menancapkannya di hadapan beliau saat melakukan shalat di luar masjid.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Bilal menyertai Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam dalam Perang Badar. Ia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Allah memenuhi janji-Nya dan menolong tentara-Nya. Ia juga melihat langsung tewasnya para pembesar Quraisy yang pernah menyiksanya dengan hebat. Ia melihat Abu Jahal dan Umayyah bin Khalaf tersungkur berkalang tanah ditembus pedang kaum muslimin dan darahnya mengalir deras karena tusukan tombak orang-orang yang mereka siksa dahulu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam menaklukkan kota Makkah, beliau berjalan di depan pasukan hijaunya bersama “sang pengumandang panggilan langit”, Bilal bin Rabah. Saat masuk ke Ka’bah, beliau hanya ditemani oleh tiga orang, yaitu Utsman bin Thalhah, pembawa kunci Ka’bah, Usamah bin Zaid, yang dikenal sebagai kekasih Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam dan putra dari kekasihnya, dan Bilal bin Rabah, Muadzin Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Shalat Zhuhur tiba. Ribuan orang berkumpul di sekitar Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam, termasuk orang-orang Quraisy yang baru masuk Islam saat itu, baik dengan suka hati maupun terpaksa. Semuanya menyaksikan pemandangan yang agung itu. Pada saat-saat yang sangat bersejarah itu, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam memanggil Bilal bin Rabah agar naik ke atap Ka’bah untuk mengumandangkan kalimat tauhid dari sana. Bilal melaksanakan perintah Rasul Shalallahu ‘alaihi wasallam dengan senang hati, lalu mengumandangkan adzan dengan suaranya yang bersih dan jelas.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ribuan pasang mata memandang ke arahnya dan ribuan lidah mengikuti kalimat azan yang dikumandangkannya. Tetapi di sisi lain, orang-orang yang tidak beriman dengan sepenuh hatinya, tak kuasa memendam hasad di dalam dada. Mereka merasa kedengkian telah merobek-robek hati mereka.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Saat adzan yang dikumandangkan Bilal sampai pada kalimat, “Asyhadu anna muhammadan rasuulullaahi (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah)”. Juwairiyah binti Abu Jahal bergumam, “Sungguh, Allah telah mengangkat kedudukanmu. Memang, kami tetap akan shalat, tapi demi Allah, kami tidak menyukai orang yang telah membunuh orang-orang yang kami sayangi.” Maksudnya, adalah ayahnya yang tewas dalam Perang Badar.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Khalid bin Usaid berkata, “Aku bersyukur kepada Allah yang telah memuliakan ayahku dengan tidak menyaksikan peristiwa hari ini.” Kebetulan ayahnya meninggal sehari sebelum Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam masuk ke kota Makah. Sementara Al-Harits bin Hisyam berkata, “Sungguh malang nasibku, mengapa aku tidak mati saja sebelum melihat Bilal naik ke atas Ka’bah.” Al-Hakam bin Abu al-’Ash berkata, “Demi Allah, ini musibah yang sangat besar. Seorang budak bani Jumah bersuara di atas bangunan ini (Ka’bah).”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sementara Abu Sufyan yang berada dekat mereka hanya berkata, “Aku tidak mengatakan apa pun, karena kalau aku membuat pernyataan, walau hanya satu kalimat, maka pasti akan sampai kepada Muhammad bin Abdullah.” Bilal menjadi muadzin tetap selama Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam hidup. Selama itu pula, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam sangat menyukai suara yang saat disiksa dengan siksaan yang begitu berat di masa lalu, ia melantunkan kata, “Ahad…, Ahad… (Allah Maha Esa).”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sesaat setelah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam mengembuskan nafas terakhir, waktu shalat tiba. Bilal berdiri untuk mengumandangkan adzan, sementara jasad Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam masih terbungkus kain kafan dan belum dikebumikan. Saat Bilal sampai pada kalimat, “Asyhadu anna muhammadan rosuulullaahi (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah)”, tiba-tiba suaranya terhenti. Ia tidak sanggup mengangkat suaranya lagi. Kaum muslimin yang hadir di sana tak kuasa menahan tangis, maka meledaklah suara isak tangis yang membuat suasana semakin mengharu biru.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sejak kepergian Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam, Bilal hanya sanggup mengumandangkan adzan selama tiga hari. Setiap sampai kepada kalimat, “Asyhadu anna muhammadan rosuulullaahi (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah)”, ia langsung menangis tersedu-sedu. Begitu pula kaum muslimin yang mendengarnya, larut dalam tangisan pilu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Karena itu, Bilal memohon kepada Abu Bakar, yang menggantikan posisi Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam sebagai pemimpin, agar diperkenankan tidak mengumandangkan adzan lagi, karena tidak sanggup melakukannya. Selain itu, Bilal juga meminta izin kepadanya untuk keluar dari kota Madinah dengan alasan berjihad di jalan Allah dan ikut berperang ke wilayah Syam.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Awalnya, Ash-Shiddiq merasa ragu untuk mengabulkan permohonan Bilal sekaligus mengizinkannya keluar dari kota Madinah, namun Bilal mendesaknya seraya berkata, “Jika dulu engkau membeliku untuk kepentingan dirimu sendiri, maka engkau berhak menahanku, tapi jika engkau telah memerdekakanku karena Allah, maka biarkanlah aku bebas menuju kepada-Nya.”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Abu Bakar menjawab, “Demi Allah, aku benar-benar membelimu untuk Allah, dan aku memerdekakanmu juga karena Allah.” Bilal menyahut, “Kalau begitu, aku tidak akan pernah mengumandangkan adzan untuk siapa pun setelah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam wafat.” Abu Bakar menjawab, “Baiklah, aku mengabulkannya.” Bilal pergi meninggalkan Madinah bersama pasukan pertama yang dikirim oleh Abu Bakar. Ia tinggal di daerah Darayya yang terletak tidak jauh dari kota Damaskus. Bilal benar-benar tidak mau mengumandangkan adzan hingga kedatangan Umar ibnul Khaththab ke wilayah Syam, yang kembali bertemu dengan Bilal Radhiyallahu ‘anhu setelah terpisah cukup lama.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Umar sangat merindukan pertemuan dengan Bilal dan menaruh rasa hormat begitu besar kepadanya, sehingga jika ada yang menyebut-nyebut nama Abu Bakar ash-Shiddiq di depannya, maka Umar segera menimpali (yang artinya), “Abu Bakar adalah tuan kita dan telah memerdekakan tuan kita (maksudnya Bilal).”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;">Dalam kesempatan pertemuan tersebut, sejumlah sahabat mendesak Bilal agar mau mengumandangkan adzan di hadapan al-Faruq Umar ibnul Khaththab. Ketika suara Bilal yang nyaring itu kembali terdengar mengumandangkan adzan, Umar tidak sanggup menahan tangisnya, maka iapun menangis tersedu-sedu, yang kemudian diikuti oleh seluruh sahabat yang hadir hingga janggut mereka basah dengan air mata. Suara Bilal membangkitkan segenap kerinduan mereka kepada masa-masa kehidupan yang dilewati di Madinah bersama Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> Beliau meninggal dunia pada tahun 23 Hijrah di negeri Syam dan dikebumikan di Damsyik. Sepanjang hayatnya beliau diakui sebagai seorang yang patuh dan rajin terhadap tanggungjawabnya, ikhlas, amanah, berani, tabah, dan sanggup menghadapi risiko demi mempertahankan kebenaran. Beliau juga pernah menyertai barisan tentera Islam dalam beberapa peperangan dan dilantik sebagai juruazan oleh Rasulullah dan kerana itulah namanya kini diabadikan kepada setiap juruazan atau bilal.</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8065793680064854008.post-86238496534168538512011-10-19T10:38:00.000-07:002011-10-19T10:38:34.324-07:00Brief Biography of Zinedine Zidane 1972-......<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://www.wldcup.com/pictures/wld2006/0606/pic606.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="175" src="http://www.wldcup.com/pictures/wld2006/0606/pic606.jpg" width="200" /></a></div><div style="text-align: justify;">Again, Zidane was forced to adapt At the same time, Juventus sought out Zidane, and after his four crucial seasons with Bordeaux, he moved to Torino. Not only did Bordeaux qualify every year that Zidane played with the team, but Bordeaux also qualified for the UEFA Cup through Intertoto and went to the final in 95-96, Zidane's last year with the team. His beginning with Bordeaux was hard on 24-year-old Zidane, as it forced him to adapt, but once he did, he did so with flying colours.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Marseille also wanted Zidane, but Bordeaux proved to want him more. After a lukewarm 91-92 season, Zidane felt it was time for a change and switched to Bordeaux after he was asked to sign a four-year contract. Zidane's second season with Cannes wasn't as promising, but on the non-professional front he met his future wife Veronique, a Spanish dancer. The Cannes midfielder scored his first goal on February 8th, 1991 (he received a Clio as a promise from the Cannes President, who promised him a car when he scored his first goal as a professional), and his first season with the club was marked by a qualification for the UEFA Cup. Showing the determination of an athlete who wants to exceed expectations, Zidane had played his first game in First Division at the age of 17, and it was from then that football went from an ambition to a passion.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Playing with professionals at the age of 16, it would only be a matter of time when he too would turn pro, and he knew he was on his way to realizing his dreams. He ventured off to Cannes for what was intended to be a six-week stay, but remained even longer. He was called in for 3 days at the sport regional centre in Aix-en-Provence, where Jean Varraud, Cannes' recruiter, noticed the French/Algerian player. After leaving Septemes at the age of 14, Zidane participated in the first year junior selection for the league championship, the same year he was discovered. He moved on to Septemes Sports Olympiques after the coach convinced the director of the club to sign him.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Zidane got his start in football (known as soccer in North America) at an early age, when he joined the US Saint-Henri club. Zinedine Zidane was born June 23, 1972, in Marseille, France.</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8065793680064854008.post-36917922034090119362011-10-19T10:26:00.000-07:002011-10-19T10:26:56.979-07:00Brief Biography of Lionel Messi 1987- ......<div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/-K2lWkE_sfZg/Ta7pZsXRJeI/AAAAAAAAAIc/w_CVzDHBdjw/s1600/CEL52.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="200" src="http://2.bp.blogspot.com/-K2lWkE_sfZg/Ta7pZsXRJeI/AAAAAAAAAIc/w_CVzDHBdjw/s200/CEL52.jpg" width="149" /></a></div><div style="text-align: justify;">He impressed with some great passing and a seemingly telepathic relationship with Ronaldinho that earned him Messi's first outing in the UEFA Champions League at the Nou Camp was on Sept 28 against Italian club Udinese. He had previously been unable to play because FC Barcelona had filled up all of their quota of non-EU players. On September 25, 2005 Messi obtained a Spanish citizenship and was finally able to make his debut in this season's Spanish First Division.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Despite his youth, Lionel has already drawn comparisons with Diego Maradona, arguably the best football player of all time. Messi picked up the Golden Boot as top scorer with 6 goals, and the Golden Ball for the best player of the tournament. Lionel Messi wearing FC Barcelona's colorsIn June 2005 he starred for the Argentina U-20 team that won the Football World Youth Championship played in The Netherlands. In June 2004 he got his chance, playing in a U-20 friendly match against Paraguay.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">He was offered the chance to play for the Spain national football team, but declined, prefering to wait for the opportunity to play for the country of his birth. On May 1, 2005, he became the youngest player ever to score a league goal for FC Barcelona - against Albacete when Messi was only 17 years, 10 months and 7 days old. With several first team players seriously injured, the services of several reserve team players were called upon, and Messi became a regular feature of Barça squads. The following championship-winning season, Messi made his first appearance in an official match on October 16, 2004, in Barcelona's derby win against Espanyol at the Olympic Stadium (0-1).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">In the 2003-2004 season, when he was still only 16, Messi made his first team debut in a friendly with Porto that marked the opening of the new Dragao stadium. From the age of 11, he suffered from a hormone deficiency and as Lionel's parents were unable to pay for the treatment in Argentina, they decided to move to Barcelona, Spain. Lionel Messi started playing football at a very early age in his hometown's Newell's Old Boys. Lionel Andrés Messi (born June 24, 1987 in Rosario) is an Argentine football (soccer) player.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Full name: Luis Lionel Andrés Messi<br />
Birth day: June 24, 1987<br />
Birthplace: Rosario, Argentina<br />
Nationality: Argentinian<br />
Other nationality: Spanish<br />
EU passport: Yes<br />
Height: 169 cm<br />
Weight: 67 kg<br />
Club: FC Barcelona<br />
Position: Forward<br />
Debut: 17 November 2003 </div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8065793680064854008.post-63885675367868356262011-08-15T02:04:00.000-07:002011-08-15T02:04:22.834-07:00Al-Khawarizmi: Bapak Aljabar<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://esq-news.com/sites/default/files/imagecache/620x320/berita/2009/08/al-khawarizmi.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="103" src="http://esq-news.com/sites/default/files/imagecache/620x320/berita/2009/08/al-khawarizmi.jpg" width="200" /></a></div><div style="text-align: justify;">Kita pasti sudah sering mendengar istilah algoritma. Tapi, tahukah siapa penemunya? Bisa jadi kita menduga orang tersebut dari dunia Barat. Padahal, ia adalah seorang ilmuwan muslim yang bernama Al Khawarizmi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Nama lengkapnya adalah Abu Ja’far Muhammad bin Musa al-Khawarizmi. Lahir di Khawarizmi, Uzbeikistan, pada 194 H/780 M. Kepandaian dan kecerdasannya mengantarkannya masuk ke lingkungan Dar al-Hukama (Rumah Kebijaksanaan), sebuah lembaga penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan yang didirikan oleh Ma’mun Ar-Rasyid, seorang khalifah Abbasiyah yang terkenal.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dalam kamus besar bahasa Indonesia, algoritma berarti prosedur sistematis untuk memecahkan masalah matematis dalam langkah-langkah terbatas. Nama itu berasal dari nama julukan al-Khawarizmi. Karya Aljabarnya yang paling monumental berjudul al-Mukhtasar fi Hisab al-Jabr wal-Muqabalah (Ringkasan Perhitungan Aljabar dan Perbandingan). Dalam buku itu diuraikan pengertian-pengertian geometris. Ia juga menyumbangkan teorema segitiga sama kaki yang tepat, perhitungan tinggi serta luas segitiga, dan luas jajaran genjang serta lingkaran. Dengan demikian, dalam beberapa hal al-Khawarizmi telah membuat aljabar menjadi ilmu eksak.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Buku itu diterjemahkan di London pada 1831 oleh F. Rosen, seorang matematikawan Inggris. Kemudian diedit ke dalam bahasa Arab oleh Ali Mustafa Musyarrafa dan Muhammad Mursi Ahmad, ahli matematika Mesir, pada 1939. Sebagian dari karya al-Khawarizmi itu pada abad ke-12 juga diterjemahkan oleh Robert, matematikawan dari Chester, Inggris, dengan judul Liber Algebras et Al-mucabola (Buku Aljabar dan Perbandingan), yang kemudian diedit oleh L.C. Karpinski, seorang matematikawan dari New York, Amerika Serikat. Gerard dari Cremona (1114–1187) seorang matematikawan Italia, membuat versi kedua dari buku Liber Algebras dengan judul De Jebra et Almucabola (Aljabar dan Perbandingan). Buku versi Gerard ini lebih baik dan bahkan mengungguli buku F. Rozen.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dalam bukunya, al-Khawarizmi memperkenalkan kepada dunia ilmu pengetahuan angka 0 (nol) yang dalam bahasa Arab disebut sifr. Sebelum al-Khawarizmi memperkenalkan angka nol, para ilmuwan mempergunakan abakus, semacam daftar yang menunjukkan satuan, puluhan, ratusan, ribuan, dan seterusnya, untuk menjaga agar setiap angka tidak saling tertukar dari tempat yang telah ditentukan dalam hitungan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Akan tetapi, hitungan seperti itu tidak mendapat sambutan dari kalangan ilmuwan Barat ketika itu, dan mereka lebih tertarik untuk mempergunakan raqam al-binji (daftar angka Arab, termasuk angka nol), hasil penemuan al-Khawarizmi. Dengan demikian, angka nol baru dikenal dan dipergunakan orang Barat sekitar 250 tahun setelah ditemukan al-Khawarizmi. Dari beberapa bukunya, al-Khawarizmi mewariskan beberapa istilah matematika yang masih banyak dipergunakan hingga kini. Seperti sinus, kosinus, tangen dan kotangen.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Karya-karya al-Khawarizmi di bidang matematika sebenarnya banyak mengacu pada tulisan mengenai aljabar yang disusun oleh Diophantus (250 SM) dari Yunani. Namun, dalam meneliti buku-buku aljabar tersebut, al-Khawarizmi menemukan beberapa kesalahan dan permasalahan yang masih kabur. Kesalahan dan permasalahan itu diperbaiki, dijelaskan, dan dikembangkan oleh al-Khawarizmi dalam karya-karya aljabarnya. Oleh sebab itu, tidaklah mengherankan apabila ia dijuluki ”Bapak Aljabar.”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Bahkan, menurut Gandz, matematikawan Barat dalam bukunya The Source of al-Khawarizmi’s Algebra, al-Khawarizmi lebih berhak mendapat julukan “Bapak Aljabar” dibandingkan dengan Diophantus, karena dialah orang pertama yang mengajarkan aljabar dalam bentuk elementer serta menerapkannya dalam hal-hal yang berkaitan dengannya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Di bidang ilmu ukur, al-Khawarizmi juga dikenal sebagai peletak rumus ilmu ukur dan penyusun daftar logaritma serta hitungan desimal. Namun, beberapa sarjana matematika Barat, seperti John Napier (1550–1617) dan Simon Stevin (1548–1620), menganggap penemuan itu merupakan hasil pemikiran mereka.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Selain matematika, Al-Khawarizmi juga dikenal sebagai astronom. Di bawah Khalifah Ma’mun, sebuah tim astronom yang dipimpinnya berhasil menentukan ukuran dan bentuk bundaran bumi. Penelitian itu dilakukan di Sanjar dan Palmyra. Hasilnya hanya selisih 2,877 kaki dari ukuran garis tengah bumi yang sebenarnya. Sebuah perhitungan luar biasa yang dapat dilakukan pada saat itu. Al-Khawarizmi juga menyusun buku tentang penghitungan waktu berdasarkan bayang-bayang matahari.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Buku astronominya yang mahsyur adalah Kitab Surah al-Ard (Buku Gambaran Bumi). Buku itu memuat daftar koordinat beberapa kota penting dan ciri-ciri geografisnya. Kitab itu secara tidak langsung mengacu pada buku Geography yang disusun oleh Claudius Ptolomaeus (100–178), ilmuwan Yunani. Namun beberapa kesalahan dalam buku tersebut dikoreksi dan dibetulkan oleh al-Khawarizmi dalam bukunya Zij as-Sindhind sebelum ia menyusun Kitab Surah al-Ard.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Selain ahli di bidang matematika, astronomi, dan geografi, Al-Khawarizmi juga seorang ahli seni musik. Dalam salah satu buku matematikanya, ia menuliskan pula teori seni musik. Pengaruh buku itu sampai ke Eropa dan dianggap sebagai perkenalan musik Arab ke dunia Latin. Dengan meninggalkan karya-karya besarnya sebagai ilmuwan terkemuka dan terbesar pada zamannya, Al-Khawarizmi meninggal pada 262 H/846 M di Baghdad.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Setelah al-Khawarizmi meninggal, keberadaan karyanya beralih kepada komunitas Islam. Yaitu, bagaimana cara menjabarkan bilangan dalam sebuah metode perhitungan, termasuk dalam bilangan pecahan; suatu penghitungan Aljabar yang merupakan warisan untuk menyelesaikan persoalan perhitungan dan rumusan yang lebih akurat dari yang pernah ada sebelumnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Di dunia Barat, Ilmu Matematika lebih banyak dipengaruhi oleh karya al-Khawarizmi dibanding karya para penulis pada Abad Pertengahan. Masyarakat modern saat ini berutang budi kepada al-Khawarizmi dalam hal penggunaan bilangan Arab. Notasi penempatan bilangan dengan basis 10, penggunaan bilangan irasional dan diperkenalkannya konsep Aljabar modern, membuatnya layak menjadi figur penting dalam bidang Matematika dan revolusi perhitungan di Abad Pertengahan di daratan Eropa. Dengan penyatuan Matematika Yunani, Hindu dan mungkin Babilonia, teks Aljabar merupakan salah satu karya Islam di dunia Internasional. (Erwyn Kurniawan, dari berbagai sumber)</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8065793680064854008.post-39688896324850980492011-06-19T06:43:00.000-07:002011-06-19T06:43:41.507-07:00Buya Hamka 1908-1981<div class="separator" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em; text-align: center;"><img border="0" height="200" src="http://meisusilo.files.wordpress.com/2008/11/hamka2-thumb.jpg" width="166" /></div><br />
<div style="text-align: justify;">Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau lebih dikenal dengan julukan HAMKA, yakni singkatan namanya, (lahir di desa kampung Molek, Maninjau, Sumatera Barat, 17 Februari 1908 – meninggal di Jakarta, 24 Juli 1981 pada umur 73 tahun) adalah sastrawan Indonesia, sekaligus ulama, dan aktivis politik.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Belakangan ia diberikan sebutan Buya, yaitu panggilan buat orang Minangkabau yang berasal dari kata abi, abuya dalam bahasa Arab, yang berarti ayahku, atau seseorang yang dihormati.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ayahnya adalah Syekh Abdul Karim bin Amrullah, yang merupakan pelopor Gerakan Islah (tajdid) di Minangkabau, sekembalinya dari Makkah pada tahun 1906.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;">BIOGRAFI</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">HAMKA (1908-1981), adalah akronim kepada nama sebenar Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah. Ia adalah seorang ulama, aktivis politik dan penulis Indonesia yang amat terkenal di alam Nusantara. Ia dilahirkan pada tanggal 17 Februari 1908 di kampung Molek, Maninjau, Sumatera Barat, Hindia Belanda (saat itu). Ayahnya ialah Syeikh Abdul Karim bin Amrullah atau dikenali sebagai Haji Rasul, seorang pelopor Gerakan Islah (tajdid) di Minangkabau, sekembalinya dari Makkah pada tahun 1906.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Hamka mendapat pendidikan rendah di Sekolah Dasar Maninjau sehingga kelas dua. Ketika usia HAMKA mencapai 10 tahun, ayahnya telah mendirikan Sumatera Thawalib di Padang Panjang. Di situ Hamka mempelajari agama dan mendalami bahasa Arab. Hamka juga pernah mengikuti pengajaran agama di surau dan masjid yang diberikan ulama terkenal seperti Syeikh Ibrahim Musa, Syeikh Ahmad Rasyid, Sutan Mansur, R.M. Surjopranoto dan Ki Bagus Hadikusumo.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Hamka mula-mula bekerja sebagai guru agama pada tahun 1927 di Perkebunan Tebing Tinggi, Medan dan guru agama di Padang Panjang pada tahun 1929. Hamka kemudian dilantik sebagai dosen di Universitas Islam, Jakarta dan Universitas Muhammadiyah, Padang Panjang dari tahun 1957 hingga tahun 1958. Setelah itu, beliau diangkat menjadi rektor Perguruan Tinggi Islam, Jakarta dan Profesor Universitas Mustopo, Jakarta. Dari tahun 1951 hingga tahun 1960, beliau menjabat sebagai Pegawai Tinggi Agama oleh Menteri Agama Indonesia, tetapi meletakkan jabatan itu ketika Sukarno menyuruhnya memilih antara menjadi pegawai negeri atau bergiat dalam politik Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Hamka adalah seorang otodidiak dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti filsafat, sastra, sejarah, sosiologi dan politik, baik Islam maupun Barat. Dengan kemahiran bahasa Arabnya yang tinggi, beliau dapat menyelidiki karya ulama dan pujangga besar di Timur Tengah seperti Zaki Mubarak, Jurji Zaidan, Abbas al-Aqqad, Mustafa al-Manfaluti dan Hussain Haikal. Melalui bahasa Arab juga, beliau meneliti karya sarjana Perancis, Inggris dan Jerman seperti Albert Camus, William James, Sigmund Freud, Arnold Toynbee, Jean Paul Sartre, Karl Marx dan Pierre Loti. Hamka juga rajin membaca dan bertukar-tukar pikiran dengan tokoh-tokoh terkenal Jakarta seperti HOS Tjokroaminoto, Raden Mas Soerjopranoto, Haji Fachrudin, AR Sutan Mansur dan Ki Bagus Hadikusumo sambil mengasah bakatnya sehingga menjadi seorang ahli pidato yang handal.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Hamka juga aktif dalam gerakan Islam melalui organisasi Muhammadiyah. Ia mengikuti pendirian Muhammadiyah mulai tahun 1925 untuk melawan khurafat, bidaah, tarekat dan kebatinan sesat di Padang Panjang. Mulai tahun 1928, beliau mengetuai cabang Muhammadiyah di Padang Panjang. Pada tahun 1929, Hamka mendirikan pusat latihan pendakwah Muhammadiyah dan dua tahun kemudian beliau menjadi konsul Muhammadiyah di Makassar. Kemudian beliau terpilih menjadi ketua Majlis Pimpinan Muhammadiyah di Sumatera Barat oleh Konferensi Muhammadiyah, menggantikan S.Y. Sutan Mangkuto pada tahun 1946. Ia menyusun kembali pembangunan dalam Kongres Muhammadiyah ke-31 di Yogyakarta pada tahun 1950.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pada tahun 1953, Hamka dipilih sebagai penasihat pimpinan Pusat Muhammadiah. Pada 26 Juli 1977, Menteri Agama Indonesia, Prof. Dr. Mukti Ali melantik Hamka sebagai ketua umum Majlis Ulama Indonesia tetapi beliau kemudiannya meletak jawatan pada tahun 1981 karena nasihatnya tidak dipedulikan oleh pemerintah Indonesia.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kegiatan politik Hamka bermula pada tahun 1925 ketika beliau menjadi anggota partai politik Sarekat Islam. Pada tahun 1945, beliau membantu menentang usaha kembalinya penjajah Belanda ke Indonesia melalui pidato dan menyertai kegiatan gerilya di dalam hutan di Medan. Pada tahun 1947, Hamka diangkat menjadi ketua Barisan Pertahanan Nasional, Indonesia. Ia menjadi anggota Konstituante Masyumi dan menjadi pemidato utama dalam Pilihan Raya Umum 1955. Masyumi kemudiannya diharamkan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1960. Dari tahun 1964 hingga tahun 1966, Hamka dipenjarakan oleh Presiden Sukarno karena dituduh pro-Malaysia. Semasa dipenjarakanlah maka beliau mulai menulis Tafsir al-Azhar yang merupakan karya ilmiah terbesarnya. Setelah keluar dari penjara, Hamka diangkat sebagai anggota Badan Musyawarah Kebajikan Nasional, Indonesia, anggota Majelis Perjalanan Haji Indonesia dan anggota Lembaga Kebudayaan Nasional, Indonesia.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Selain aktif dalam soal keagamaan dan politik, Hamka merupakan seorang wartawan, penulis, editor dan penerbit. Sejak tahun 1920-an, Hamka menjadi wartawan beberapa buah akhbar seperti Pelita Andalas, Seruan Islam, Bintang Islam dan Seruan Muhammadiyah. Pada tahun 1928, beliau menjadi editor majalah Kemajuan Masyarakat. Pada tahun 1932, beliau menjadi editor dan menerbitkan majalah al-Mahdi di Makasar. Hamka juga pernah menjadi editor majalah Pedoman Masyarakat, Panji Masyarakat dan Gema Islam.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Hamka juga menghasilkan karya ilmiah Islam dan karya kreatif seperti novel dan cerpen. Karya ilmiah terbesarnya ialah Tafsir al-Azhar (5 jilid) dan antara novel-novelnya yang mendapat perhatian umum dan menjadi buku teks sastera di Malaysia dan Singapura termasuklah Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Di Bawah Lindungan Kaabah dan Merantau ke Deli.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Hamka pernah menerima beberapa anugerah pada peringkat nasional dan antarabangsa seperti anugerah kehormatan Doctor Honoris Causa, Universitas al-Azhar, 1958; Doktor Honoris Causa, Universitas Kebangsaan Malaysia, 1974; dan gelar Datuk Indono dan Pengeran Wiroguno dari pemerintah Indonesia.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Hamka telah pulang ke rahmatullah pada 24 Juli 1981, namun jasa dan pengaruhnya masih terasa sehingga kini dalam memartabatkan agama Islam. Ia bukan sahaja diterima sebagai seorang tokoh ulama dan sasterawan di negara kelahirannya, malah jasanya di seluruh alam Nusantara, termasuk Malaysia dan Singapura, turut dihargai.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">DAFTAR KARYA BUYA HAMKA</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">1. Khatibul Ummah, Jilid 1-3. Ditulis dalam huruf Arab.</div><div style="text-align: justify;">2. Si Sabariah. (1928)</div><div style="text-align: justify;">3. Pembela Islam (Tarikh Saidina Abu Bakar Shiddiq),1929.</div><div style="text-align: justify;">4. Adat Minangkabau dan agama Islam (1929).</div><div style="text-align: justify;">5. Ringkasan tarikh Ummat Islam (1929).</div><div style="text-align: justify;">6. Kepentingan melakukan tabligh (1929).</div><div style="text-align: justify;">7. Hikmat Isra’ dan Mikraj.</div><div style="text-align: justify;">8. Arkanul Islam (1932) di Makassar.</div><div style="text-align: justify;">9. Laila Majnun (1932) Balai Pustaka.</div><div style="text-align: justify;">10. Majallah ‘Tentera’ (4 nomor) 1932, di Makassar.</div><div style="text-align: justify;">11. Majallah Al-Mahdi (9 nomor) 1932 di Makassar.</div><div style="text-align: justify;">12. Mati mengandung malu (Salinan Al-Manfaluthi) 1934.</div><div style="text-align: justify;">13. Di Bawah Lindungan Ka’bah (1936) Pedoman Masyarakat,Balai Pustaka.</div><div style="text-align: justify;">14. Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (1937), Pedoman Masyarakat, Balai Pustaka.</div><div style="text-align: justify;">15. Di Dalam Lembah Kehidupan 1939, Pedoman Masyarakat, Balai Pustaka.</div><div style="text-align: justify;">16. Merantau ke Deli (1940), Pedoman Masyarakat, Toko Buku Syarkawi.</div><div style="text-align: justify;">17. Margaretta Gauthier (terjemahan) 1940.</div><div style="text-align: justify;">18. Tuan Direktur 1939.</div><div style="text-align: justify;">19. Dijemput mamaknya,1939.</div><div style="text-align: justify;">20. Keadilan Ilahy 1939.</div><div style="text-align: justify;">21. Tashawwuf Modern 1939.</div><div style="text-align: justify;">22. Falsafah Hidup 1939.</div><div style="text-align: justify;">23. Lembaga Hidup 1940.</div><div style="text-align: justify;">24. Lembaga Budi 1940.</div><div style="text-align: justify;">25. Majallah ‘SEMANGAT ISLAM’ (Zaman Jepang 1943).</div><div style="text-align: justify;">26. Majallah ‘MENARA’ (Terbit di Padang Panjang), sesudah revolusi 1946.</div><div style="text-align: justify;">27. Negara Islam (1946).</div><div style="text-align: justify;">28. Islam dan Demokrasi,1946.</div><div style="text-align: justify;">29. Revolusi Pikiran,1946.</div><div style="text-align: justify;">30. Revolusi Agama,1946.</div><div style="text-align: justify;">31. Adat Minangkabau menghadapi Revolusi,1946.</div><div style="text-align: justify;">32. Dibantingkan ombak masyarakat,1946.</div><div style="text-align: justify;">33. Didalam Lembah cita-cita,1946.</div><div style="text-align: justify;">34. Sesudah naskah Renville,1947.</div><div style="text-align: justify;">35. Pidato Pembelaan Peristiwa Tiga Maret,1947.</div><div style="text-align: justify;">36. Menunggu Beduk berbunyi,1949 di Bukittinggi,Sedang Konperansi Meja Bundar.</div><div style="text-align: justify;">37. Ayahku,1950 di Jakarta.</div><div style="text-align: justify;">38. Mandi Cahaya di Tanah Suci. 1950.</div><div style="text-align: justify;">39. Mengembara Dilembah Nyl. 1950.</div><div style="text-align: justify;">40. Ditepi Sungai Dajlah. 1950.</div><div style="text-align: justify;">41. Kenangan-kenangan hidup 1,autobiografi sejak lahir 1908 sampai pd tahun 1950.</div><div style="text-align: justify;">42. Kenangan-kenangan hidup 2.</div><div style="text-align: justify;">43. Kenangan-kenangan hidup 3.</div><div style="text-align: justify;">44. Kenangan-kenangan hidup 4.</div><div style="text-align: justify;">45. Sejarah Ummat Islam Jilid 1,ditulis tahun 1938 diangsur sampai 1950.</div><div style="text-align: justify;">46. Sejarah Ummat Islam Jilid 2.</div><div style="text-align: justify;">47. Sejarah Ummat Islam Jilid 3.</div><div style="text-align: justify;">48. Sejarah Ummat Islam Jilid 4.</div><div style="text-align: justify;">49. Pedoman Mubaligh Islam,Cetakan 1 1937 ; Cetakan ke 2 tahun 1950.</div><div style="text-align: justify;">50. Pribadi,1950.</div><div style="text-align: justify;">51. Agama dan perempuan,1939.</div><div style="text-align: justify;">52. Muhammadiyah melalui 3 zaman,1946,di Padang Panjang.</div><div style="text-align: justify;">53. 1001 Soal Hidup (Kumpulan karangan dr Pedoman Masyarakat, dibukukan 1950).</div><div style="text-align: justify;">54. Pelajaran Agama Islam,1956.</div><div style="text-align: justify;">55. Perkembangan Tashawwuf dr abad ke abad,1952.</div><div style="text-align: justify;">56. Empat bulan di Amerika,1953 Jilid 1.</div><div style="text-align: justify;">57. Empat bulan di Amerika Jilid 2.</div><div style="text-align: justify;">58. Pengaruh ajaran Muhammad Abduh di Indonesia (Pidato di Kairo 1958), utk Doktor Honoris Causa.</div><div style="text-align: justify;">59. Soal jawab 1960, disalin dari karangan-karangan Majalah GEMA ISLAM.</div><div style="text-align: justify;">60. Dari Perbendaharaan Lama, 1963 dicetak oleh M. Arbie, Medan; dan 1982 oleh Pustaka Panjimas, Jakarta.</div><div style="text-align: justify;">61. Lembaga Hikmat,1953 oleh Bulan Bintang, Jakarta.</div><div style="text-align: justify;">62. Islam dan Kebatinan,1972; Bulan Bintang.</div><div style="text-align: justify;">63. Fakta dan Khayal Tuanku Rao, 1970.</div><div style="text-align: justify;">64. Sayid Jamaluddin Al-Afhany 1965, Bulan Bintang.</div><div style="text-align: justify;">65. Ekspansi Ideologi (Alghazwul Fikri), 1963, Bulan Bintang.</div><div style="text-align: justify;">66. Hak Asasi Manusia dipandang dari segi Islam 1968.</div><div style="text-align: justify;">67. Falsafah Ideologi Islam 1950(sekembali dr Mekkah).</div><div style="text-align: justify;">68. Keadilan Sosial dalam Islam 1950 (sekembali dr Mekkah).</div><div style="text-align: justify;">69. Cita-cita kenegaraan dalam ajaran Islam (Kuliah umum) di Universiti Keristan 1970.</div><div style="text-align: justify;">70. Studi Islam 1973, diterbitkan oleh Panji Masyarakat.</div><div style="text-align: justify;">71. Himpunan Khutbah-khutbah.</div><div style="text-align: justify;">72. Urat Tunggang Pancasila.</div><div style="text-align: justify;">73. Doa-doa Rasulullah S.A.W,1974.</div><div style="text-align: justify;">74. Sejarah Islam di Sumatera.</div><div style="text-align: justify;">75. Bohong di Dunia.</div><div style="text-align: justify;">76. Muhammadiyah di Minangkabau 1975,(Menyambut Kongres Muhammadiyah di Padang).</div><div style="text-align: justify;">77. Pandangan Hidup Muslim,1960.</div><div style="text-align: justify;">78. Kedudukan perempuan dalam Islam,1973.</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8065793680064854008.post-5677822262731311652011-05-01T02:45:00.000-07:002011-05-01T02:47:23.431-07:00Ibnu Rusydi (Averrous) 1126-1198<div class="separator" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em; text-align: center;"><img border="0" height="200" src="http://3.bp.blogspot.com/_NH-xSMedrAY/TK7w-VNtzwI/AAAAAAAAA3o/CE3pU5SVRl0/s200/ibnu+rusyd.jpg" width="144" /></div><br />
Ibnu Rusydi dilahirkan pada tahun 1126 M di Qurtubah (Cordoba) dari sebuah keluarga bangsawan terkemuka. Ayahnya adalah seorang ahli hukum yang cukup berpengaruh di Cordoba, dan banyak pula saudaranya yang menduduki posisi penting di pemerintahan. Latar belakang kelauarga tersebut sangat mempengaruhi proses pembentukan tingkat intelektualitasnya di kemudian hari. Abul al Walid Muhammad Ibnu Ahmad Ibnu Muhammad Ibnu Rusydi, yang kemudian lebih dikenal dengan nama Ibnu Rusydi atau Averrous, merupakan seorang ilmuwan muslim yang sangat berpengaruh pada abad ke-12 dan beberapa abad berikutnya.<br />
<div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ia adalah seorang filosof yang telah berjasa mengintegrasikan Islam dengan tradisi pemikiran Yunani. Kebesaran Ibnu Rusydi sebagai seorang pemikir sangat dipengaruhi oleh zeitgeist atau jiwa zamannya. Abad ke-12 dan beberapa abad sebelumnya merupakan zaman keemasan bagi perkembangan ilmu pengetahuan di Dunia Islam, yang berpusat di Semenanjung Andalusia (Spanyol) di bawah pemerintahan Dinasti Abasiyah. Para penguasa muslim pada masa itu mendukung sekali perkembangan ilmu pengetahuan, bahkan mereka sering memerintahkan para ilmuwan untuk menggali kembali warisan intelektual Yunani yang masih tersisa, sehingga nama-nama ilmuwan besar Yunani seperti Aristoteles, Plato, Phitagoras, ataupun Euclides dengan karya-karyanya masih tetap terpelihara sampai sekarang.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Liku-liku perjalanan hidup pemikir besar ini sangatlah menarik. Ibnu Rusydi dapat digolongkan sebagai seorang ilmuwan yang komplit. Selain sebagai seorang ahli filsafat, ia juga dikenal sebagai seorang yang ahli dalam bidang kedokteran, sastra, logika, ilmu-ilmu pasti, di samping sangat menguasai pula pengetahuan keislaman, khususnya dalam tafsir Al Qur’an dan Hadits ataupun dalam bidang hukum dan fikih. Bahkan karya terbesarnya dalam bidang kedokteran, yaitu Al Kuliyat Fil-Tibb atau (Hal-Hal yang Umum tentang Ilmu Pengobatan) telah menjadi rujukan utama dalam bidang kedokteran.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kecerdasan yang luar biasa dan pemahamannya yang mendalam dalam banyak disiplin ilmu, menyebabkan ia diangkat menjadi kepala qadi atau hakim agung Cordoba, jabatan yang pernah dipegang oleh kakeknya pada masa pemerintahan Dinasti al Murabitun di Afrika Utara.Posisi yang prestisius dan tentunya diimpikan banyak orang. Posisi tersebut ia pegang pada masa pemerintahan Khalihaf Abu Ya’kub Yusuf dan anaknya Khalifah Abu Yusuf.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Hal terpenting dari kiprah Ibnu Rusydi dalam bidang ilmu pengetahuan adalah usahanya untuk menerjemahkan dan melengkapi karya-karya pemikir Yunani, terutama karya Aristoteles dan Plato, yang mempunyai pengaruh selama berabad-abad lamanya. Antara tahun 1169-1195, Ibnu Rusydi menulis satu segi komentar terhadap karya-karya Aristoteles, seperti De Organon, De Anima, Phiysica, Metaphisica, De Partibus Animalia, Parna Naturalisi, Metodologica, Rhetorica, dan Nichomachean Ethick. Semua komentarnya tergabung dalam sebuah versi Latin melengkapi karya Aristoteles. Komentar-komentarnya sangat berpengaruh terhadap pembentukan tradisi intelektual kaum Yahudi dan Nasrani.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Analisanya telah mampu menghadirkan secara lengkap pemikiran Aristoteles. Ia pun melengkapi telaahnya dengan menggunanakan komentar-komentar klasik dari Themisius, Alexander of Aphiordisius, al Farabi dengan Falasifah-nya, dan komentar Ibnu Sina. Komentarnya terhadap percobaan Aristoteles mengenai ilmu-ilmu alam, memperlihatkan kemampuan luar biasa dalam menghasilkan sebuah observasi. [Majalah Percikan Iman No.6 Tahun I Desember 2000]</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8065793680064854008.post-792068888437777792011-05-01T02:38:00.000-07:002011-05-01T02:38:51.818-07:00Adam Malik 1917-1984<div class="separator" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em; text-align: center;"><img border="0" height="200" src="http://3.bp.blogspot.com/_Hj9eDLEvc84/TQd3oWokiJI/AAAAAAAAAhc/dXaFQiRJJmA/s200/04-ADAM-MALIK---Wakil-Ketua.jpg" width="148" /></div><br />
<div style="text-align: justify;">Adam Malik yang dijuluki ''si kancil” ini dilahirkan di Pematang Siantar, Sumatra Utara, 22 Juli 1917 dari pasangan Haji Abdul Malik Batubara dan Salamah Lubis. Semenjak kecil ia gemar menonton film koboi, membaca, dan fotografi. Setelah lulus HIS, sang ayah menyuruhnya memimpin toko 'Murah', di seberang bioskop Deli. Di sela-sela kesibukan barunya itu, ia banyak membaca berbagai buku yang memperkaya pengetahuan dan wawasannya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ketika usianya masih belasan tahun, ia pernah ditahan polisi Dinas Intel Politik di Sipirok 1934 dan dihukum dua bulan penjara karena melanggar larangan berkumpul. Adam Malik pada usia 17 tahun telah menjadi ketua Partindo di Pematang Siantar (1934- 1935) untuk ikut aktif memperjuangkan kemerdekaan bangsanya. Keinginannya untuk maju dan berbakti kepada bangsa mendorong Adam Malik merantau ke Jakarta.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pada usia 20 tahun, Adam Malik bersama dengan Soemanang, Sipahutar, Armin Pane, Abdul Hakim, dan Pandu Kartawiguna, memelopori berdirinya kantor berita Antara tahun 1937 berkantor di JI. Pinangsia 38 Jakarta Kota. Dengan modal satu meja tulis tua, satu mesin tulis tua, dan satu mesin roneo tua, mereka menyuplai berita ke berbagai surat kabar nasional. Sebelumnya, ia sudah sering menulis antara lain di koran Pelita Andalas dan Majalah Partindo.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Di zaman Jepang, Adam Malik aktif bergerilya dalam gerakan pemuda memperjuangkan kemerdekaan. Menjelang 17 Agustus 1945, bersama Sukarni, Chaerul Saleh, dan Wikana, Adam Malik pernah melarikan Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok untuk memaksa mereka memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Demi mendukung kepemimpinan Soekarno-Hatta, ia menggerakkan rakyat berkumpul di lapangan Ikada, Jakarta. Mewakili kelompok pemuda, Adam Malik sebagai pimpinan Komite Van Aksi, terpilih sebagai Ketua III Komite Nasional Indonesia Pusat (1945-1947) yang bertugas menyiapkan susunan pemerintahan. Selain itu, Adam Malik adalah pendiri dan anggota Partai Rakyat, pendiri Partai Murba, dan anggota parlemen.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Akhir tahun lima puluhan, atas penunjukan Soekarno, Adam Malik masuk ke pemerintahan menjadi duta besar luar biasa dan berkuasa penuh untuk Uni Soviet dan Polandia. Karena kemampuan diplomasinya, Adam Malik kemudian menjadi ketua Delegasi RI dalam perundingan Indonesia-Belanda, untuk penyerahan Irian Barat di tahun 1962. Selesai perjuangan Irian Barat (Irian Jaya), Adam Malik memegang jabatan Menko Pelaksana Ekonomi Terpimpin (1965). Pada masa semakin menguatnya pengaruh Partai Komunis Indonesia, Adam bersama Roeslan Abdulgani dan Jenderal Nasution dianggap sebagai musuh PKI dan dicap sebagai trio sayap kanan yang kontra-revolusi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ketika terjadi pergantian rezim pemerintahan Orde Lama, posisi Adam Malik yang berseberangan dengan kelompok kiri justru malah menguntungkannya. Tahun 1966, Adam disebut-sebut dalam trio baru Soeharto-Sultan-Malik. Pada tahun yang sama, lewat televisi, ia menyatakan keluar dari Partai Murba karena pendirian Partai Murba, yang menentang masuknya modal asing. Empat tahun kemudian, ia bergabung dengan Golkar. Sejak 1966 sampai 1977 ia menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri II / Menlu ad Interim dan Menlu RI.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sebagai Menlu dalam pemerintahan Orde Baru, Adam Malik berperanan penting dalam berbagai perundingan dengan negara-negara lain termasuk rescheduling utang Indonesia peninggalan Orde Lama. Bersama Menlu negara-negara ASEAN, Adam Malik memelopori terbentuknya ASEAN tahun 1967. Ia bahkan dipercaya menjadi Ketua Sidang Majelis Umum PBB ke-26 di New York. Ia orang Asia kedua yang pernah memimpin sidang lembaga tertinggi badan dunia itu. Tahun 1977, ia terpilih menjadi Ketua DPR/MPR. Kemudian tiga bulan berikutnya, dalam Sidang Umum MPR Maret 1978 terpilih menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia yang ke-3 menggantikan Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang secara tiba-tiba menyatakan tidak bersedia dicalonkan lagi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Beberapa tahun setelah menjabat wakil presiden, ia merasa kurang dapat berperan banyak. Maklum, ia seorang yang terbiasa lincah dan aktif tiba-tiba hanya berperan sesekali meresmikan proyek dan membuka seminar. Kemudian dalam beberapa kesempatan ia mengungkapkan kegalauan hatinya tentang feodalisme yang dianut pemimpin nasional. Ia menganalogikannya seperti tuan-tuan kebon.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sebagai seorang diplomat, wartawan bahkan birokrat, ia seing mengatakan ‘semua bisa diatur”. Sebagai diplomat ia memang dikenal selalu mempunyai 1001 jawaban atas segala macam pertanyaan dan permasalahan yang dihadapkan kepadanya. Tapi perkataan ‘semua bisa diatur’ itu juga sekaligus sebagai lontaran kritik bahwa di negara ini ‘semua bisa di atur’ dengan uang.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Setelah mengabdikan diri demi bangsa dan negaranya, H.Adam Malik meninggal di Bandung pada 5 September 1984 karena kanker lever. Kemudian, isteri dan anak-anaknya mengabadikan namanya dengan mendirikan Museum Adam Malik. Pemerintah juga memberikan berbagai tanda kehormatan.</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8065793680064854008.post-34629480269768967782011-05-01T02:27:00.000-07:002011-05-01T02:27:16.578-07:00Tan Malaka 1897-1949<div class="separator" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em; text-align: center;"><img border="0" height="200" src="http://www.matanews.com/wp-content/uploads/TanMalakka.gif" width="150" /></div><br />
<div style="text-align: justify;">Riwayat hidup Tan Malaka telah banyak ditulis oleh Harry A.Poeze dalam bukunya yang berjudul “Tan Malaka Pergulatan Menuju Republik”,yang terdiri dari dua jilid,”Tan Malaka, Gerakan Kiri, dan Revolusi Indonesia” yang masih terbit dua jilid dan akan menyusul jilid berikutnya. Sedangkan Tan Malaka sendiri menggambarkan perjalanan hidupnya dalam buku dari “Panjara ke Penjara”yang terdiri dari tiga jilid, sedikit di bagian prolog Madilog.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tan Malaka dilahirkan di daerah Sumatra Barat,tepatnya di daerah Minangkabau pada tanggal 2 Juni 1897.Ayahnya adalah seorang mantri kesehatan yang pernah bekerja untuk pemerintah setempat dan mendapatkan gaji beberapa gulden setiap hari (Pooze dalam Hari Eko Upono.2004).Tan Malaka mempunyai adik yang bernama Komarudin,dua anak laki-laki bagi masyarakat Minangkabau merupakan kesedihan yang luar biasa,karena nantinya anak laki-laki akan pergi berkelana sebagaimana adat yang berlaku di Minangkabau. Bagi seorang ibu mempunyai anak wanita adalah sebuah hal membanggakan daripada anak laki-laki. Budaya Minangkabau yang sangat kental dengan nuansa Islam membuat ayahnya menamakan Tan Malaka kecil dengan sebutan Ibrahim.Budaya Minangkabau yang islami juga memancar dalam kehidupan keluarga Tan Malaka. Hal ini digambarkan dalam artikel yang berjudul ”Islam dalam Tinjauan Madilog”.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Semenjak kecil Tan Malaka sudah mampu menafsirkan Al-Qur’an, sehingga dia ditasbihkan sebagai guru muda, tidak jarang ibunya menceritakan riwayat kehidupan Nabi Muhammad SAW yang sudah menjadi yatim piatu sejak kecil, hal ini menbuat Tan Malaka kecil menjadi terharu, nuansa kehidupan Islami keluarga Tan Malaka tetap melekat dan bersemayam dalam diri Tan Malaka, walaupun dia bergulat dengan berbagai pemikiran dan kejadian di Eropa yang puncaknya terjadi saat revolusi Rusia 1917, minatnya terhadap Islam tidak pernah luntur. Pada tahun 1903-1908 memasuki sekolah kelas dua. Ketajaman pemikiranya membuat para guru menyarankanya untuk melanjutkan ke Kweekschool (Sekolah Guru) For De Kock. Pada tahun 1912 Tan Malaka mendapatkan gelar Datuk Tan Malaka, gelar tersebut biasanya bersamaan dengan pertunangan yang telah diatur oleh orang tua, namun gelar tersebut ditolak oleh Tan Malaka karena dia tidak mau menjalin hubungan dan terikat. Sebenarnya dia sangat tertarik dengan salah satu murid sekolah guru, namun akhirnya rasa cinta tersebut tidak terjawab.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Menginjak usia remaja Tan Malaka melanjutkan sekolahnya ke Belanda dengan biaya yang dikumpulkan masyarakat di kampungnya dan jaminan keuangan yang diusahakan oleh lembaga para engku (pemuka adat) di Siliki yang semuanya biaya pendidikan tersebut menjadi hutang yang akan dibayar oleh Tan Malaka setelah kembali ke tanah air lagi. (Prabowo dalam Hari Eko Upono.2004:39.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Di Negara Belanda Tan Malaka masuk ke dalam sekolah untuk memperoleh gelar diploma guru kepala dan dia menyewa sebuah rumah dengan keadaan yang sangat memprihatinkan, ia tinggal dengan sebuah keluarga, yang nyoyanya adalah seorang buruh yang jujur sementara suaminya sedang dalam keadaan sakit bernama Van Der Mij, mereka mempunyai seorang anak, Tan Malaka menyebutnya Van Der Mij muda yang bisa membaca De Telegraf. Selain itu Tan Malaka juga mempunyai seorang teman bernama Herman, dia adalah pengikut setia Partai Sosialis Demokrat di Belanda. Dari sinilah pengaruh pemikiran barat mulai masuk kedalam benak pikiran Tan Malaka. Perlahan tapi pasti Tan Malaka kemudian dipengaruhi oleh buku-buku bacaan yang disodorkan oleh teman-temanya. Tan Malaka mulai tertarik dengan Federick Nietzche. Tan Malaka juga dibakar oleh revolusi perancis pada tahun 1912 dan mulai mendapatkan brosur-brosur dari Sosialisme Rusia. Setelah membaca brosur-brosur tersebut wawasan Tan Malaka mulai terbuka, dia menamakan Nietzhe sebagai thesis, Rousseu sebagai anti thesis, dan marx-engels sebagai sintesisnya, dalam proses pemikirannya. Walaupun dia sudah mengakui keunggulan maxisme-engels tetapi Tan Malaka tidak otomatis menjadi seorang komunis, menurut Poeze Tan Malaka menjadi seorang komunis secara tiba-tiba.( Hari Eko Upono.2004:40.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tan Malaka mulai mengenal kaum intelektual Indonesia mulai bulan Desember 1916. Pada saat dia akan menempuh ujian bahasa melayu dan ilmu negeri dan bangsa. Ada kemungkiinan ia telah masuk indische vereninging (Himpunan Hindia) yaitu perkumpulan orang-orang Hindia (sebutan untuk Indonesia) di negeri Belanda. Dalam himpunan itu terdapat pemimpin-pemimpin seperti Suwardi Suryoningrat dan Gunawan Mangunkusumo, kemungkinan kedua tokoh ini berpengaruh dalam pemikiran Tan Malaka muda. Di tengah-tengah intensifnya Tan Malaka dalam dunia pergerakan di Belanda, dia dihadapkan pada hutang yang semakin membengkak, dia juga mendapatkan kritik dari gurunya karena tidak mau mengikuti ujian akta kepala untuk menjadi seorang guru. Pada tahun 1919 menjelang keberangkatanya pulang ke Hindia Belanda, Tan Malaka sering berdiskusi dengan tokoh kaum kiri di Negeri Belanda, Tan Malaka juga pernah berdiskusi dengan Snevliet (pendiir ISDV yang merupakan embrio PKI di Indonesia) dan seorang wartawan yang bernama Weissing.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tan Malaka mulai mengabdikan ilmunya pertama di Deli, tepatnya daerah Sumatera Timur. Dia ditugasan segai guru anak-anak buruh perkebunan tembakau.Sebagai seorang yang baru Tan Malaka berkenalan dengan administrator yang bernama Graf, Istri Graf ini ahirnya menjadi teman diskusi Tan Malaka mengenai sosialisme. Di Deli Tan Malaka melihat sendiri bagaimana bangsanya ditindas dan diperlakukan seperti binatang. Di perusahaan milik kapitalisme Belanda ini dia menyaksikan proyek kapitalisme dalam bentuk yang paling kasar, penghisapan, rasialisme, tidak adanya perlindungan terhadap para pekerja adalah pemandangan yang biasa terjadi ( Hari Eko Upono.2004:43).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tan Malaka mengajar pelajaran bahasa melayu, disamping itu Tan Malaka juga ikut dalam menyusun sistem pendidikan, terutama tujuan dibentuknya sekolah. Pertarungan dengan De Way membuat Tan Malaka mengunduran diri sebagai guru pada tahun 1921. Setelah berhenti dari pekerjaanya di Deli, Tan Malaka menetap di Medan, walaupun Tan Malaka berada di luar jawa, tetapi dia mengetahui bagaimana perkembangan perpolitikkan yang sedang terjadi di jawa. Di Medan dia sudah berhubungan dengan elit ISDV (Semaun, Sneevliet, dan Marco) melalui surat-menyurat. Tan Malaka juga aktif dalam proses perubahan nama ISDV. Dalam diskusinya dengan Semaun melalui surat dia mengusulkan nama ISDV diganti menjadi Partai Nasional Revolusioner, namun akhirnya ISDV berganti nama menjadi Perserikatan Komunis Hindia. Pada tahun 1921, Tan Malaka terjun ke gelanggang politik Jawa. Dia kemudian menuju Yogya. Melalui Sutopo (bekas redaktur kepala). Tan Malaka berkenalan dengan para tokoh teras di Jawa, diantaranya adalah Tjokroaminoto, Semaun, dan Darsono. Tidak lama setelah konggres SI di Yogya, Semaun mengusulkan dalam sebuah konggres tersebut agar dibentuk sebuah sekolah bagi anak-anak anggota SI. Tan Malaka dianggap orang yang cocok untuk memimpin sekolah tersebut, tidak lama setelah dipimpin oleh Tan Malaka sekolah tersebut mengalami kemajuan yang sangat pesat, hal ini karena Tan Malaka memang sudah pernah berkecimpung didunia pendidikan sebelum dia terjun ke perpolitikan di Jawa. Malalui sekolah-sekolah ini doktrinasi ideology komunisme berjalan, murid-murid sekolah sering meneriakkan slogan-slogan komunis, dengan menggunakan kain merah di leher yang bertuliskan “Rasa Merdeka” mereka menyanyikan lagu ”Internationalite” dan mengumpulkan dana untuk sekolah SI (Shiraishi dalam Hari Eko Upono.2004:45).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Keberhasilan Tan Malaka dalam membangun sekolah rakyat akhirnya menaikkan posisinya. Kepergian Semaun ke Moskow secara tiba-tiba tanpa diketahui sebabnya membuat PKI mengalami kekosongan. Krisis kader dalam PKI ini akhirnya membuat Tan Malaka dinobatkan sebagia ketua Partai Komunis Indonesia (Hari Eko Upono:2004:45). Pengangkatan Tan Malaka menjadi pimpinan PKI memang kelihatannya menguntungkan, karena sekarang Tan Malaka mempunyai pengaruh besar dalam tubuh PKI, namun hal ini sebenarnya merupakan pisau bermata dua apabila mengingat Tan Malaka juga berkecimpung di SI, karena pada saat itu ia harus menghadapi konfrontasi dari Serikat Islam yang berada dibawah pengaruh Haji Agus Salim (Tokoh yang dikenal anti komunis), Tjokroaminoto, dan Abdul Muis.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kepemimpinan Tan Malaka yang mewarisi konflik persaingan elit PKI, berkisar seputar isu disiplin partai dan ateisme komunisme. Bukti dari persaingan memperebutkan pengaruh antara elit SI yang berseragam putihan (Muhammadiyah) dan SI yang berseragam abangan (PKI), karena pada masa sebelumnya keanggotaan lebih dari suatu organisasi sosial bukanlah suatu masalah “Banyak dari tokoh mereka termasuk juga para tokoh utamanya yang tetap mempertahankan keanggotaan gandanya di SI dan ISDV yang didominasi oleh orang Belanda , serta ISDP (Partai Sosial Demokrat Hindia) (Siraishi dalam Hari Eko Upono 2004:46). Walaupun dalam konggres CSI telah ditetapkan adanya disiplin partai, namun secara internal Tan Malaka sebenarnya sudah berusaha untuk menjaga persatuan tersebut pada rapat pimpinan PKI di Semarang pada tanggal 25 Oktober 1921 dan pada kongrgres PKI ke 8 di Semarang pada tanggal 25 Desember 1921 (Ranbe,dalam Hari Eko Upono,2004:46). Perpecahan kongsi PKI dan SI membuat Tan Malaka kecewa, baik pada PKI maupun pada SI. Tan Malaka menyalahkan Baars dan Darsono yang terjerumus dalam konflik yang berkepanjangan yang akhirnya menimbulkan isu disiplin partai. Usaha PKI untuk menyatu kembali dengan SI terlihat dari adanya usaha untuk menghapus cap anti Islam dengan diwujudkan ikut mendukung kaum muslimin mengadakan aksi melalui suatu komite Haji, yaitu perjuangan menaikkan kuota haji. Dukungan PKI ini berhasil menaikkan kuota haji, hal ini membuat Tan Malaka puas dan imbasnya bagi PKI adalah mumculnya kembali hubungan baik antara PKI dengan kaun muslimin yang sempat terjadi perselisihan, bahkan Tan Malaka sering diundang pemimpin-pemimpin Muhammadiyah untuk berbicara tentang komunis dan dia juga aktif dalam gerakan-pemogokan kaum buruh.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Perjalanan hidup Tan Malaka tahun-tahun antara 1922-1942 dijalani dengan penuh tantangan layaknya seperti tokoh protagonis dalam sebuah film, dia mengalami pengasingan layaknya seorang buronan penguasa, Dalam perjalanan hidupnya negara-negara seperti Belanda, Jerman, Moskow, Cina, Philipina, dan Thailand pernah dia singgahi dan pernah dia rasakan bagaimana atmosfer kehidupannya, hal inilah yang membuat Tan Malaka mempunyai banyak pengalaman. Pada tahun 1923 dia juga pernah diberi tugas menjadi pengawas partai-partai komunis oleh EKKI (komite eksekutif komunis internasional), dia juga mendirikan PARI (partai republic Indonesia) yang didirikan di Bangkok pada tahun 1927 sebagai organ pengganti PKI yang mengalami tekanan dari dalam negeri (Indonesia) sebagai akibat semakin tidak kondusifnya perpolitikan didalam negeri. Namun organisasi ini kurang berjalan dengan baik karena para tokohnya berada di luar negeri, contohnya Tan Malaka yang berada di Bangkok.</div><div style="text-align: justify;">Pada saat menyerahnya pemerintahan jepang pada tahun 1942 Tan Malaka dengan susah payah kembali ke dalam negeri (Indonesia) melalui selat Malaka, hingga akhirnya dia kembali ke gelanggang perpolitikan di Jawa sesudah sempat tinggal di Medan. Di saat kekosongan kekuasaan, Tan Malaka sudah berinteraksi dengan para tokoh pemuda seperti Sukarni, Adam Malik, Chairul Saleh, dll. untuk segera memaksa Sukarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan dengan segala konsekuensi yang siap ditanggung. Pada saat paska proklamsi Tan Malaka bertemu langsung dengan bapak proklamator Indonesia, setelah berdiskusi sesaat, tampaknya Sukarno kagum dengan pemikiran Tan Malaka, tanpa berkoordinasi dengan para tokoh yang lain Sukarno-Hatta membuat stetemen politik yang isinya apabila mereka (Sukarno-Hatta) ditangkap oleh pengadilan Internasional, maka kepemimpinan dalam negeri akan di serahkan kepada Tan Malaka. Testemen politik ini kemudian menjadi kontroversial, karena menurut musuh politik Tan Malaka disebut sebagai upaya kudeta.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Setelah kepemimpina negara dipegang oleh Syahrir,selaku perdana menteri, Tan Malaka mengambil sikap oposisi terhadap pemerintahan karena menganggap pemerintah terlalu lunak terhadap Belanda. Sikap oposisi ini terhimpun dalam PP (persatuan perjuangan) yang didirikan pada tahun 1946. Salah satu tuntutan dari PP adalah kemerdekaan 100%, jawaban pemerintah atas tuntutan ini adalah penangkapan Tan Malaka pada Maret 1946 (Hari Eko U:2004,hal 53).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Setelah mendekam di penjara selam tiga tahun,Tan Malaka dilepaskan pada tahun 1948 untuk mengatasi opsisi pemerintah pada saat itu yaitu pemberontakan PKI yang digalang oleh Musso dengan menggunakan wajah dan doktrin baru. Dalam penumpasan pemberontakan Madiun 18 September 1948 banyak anak buah Tan Malaka yang aktif didalamnya. Akhirnya gagasan persatuan kemerdekaan dilanjutkan Tan Malaka dengan mendirikan Partai Murba pada tanggal 17 November 1948 (Prabowo,dalam Hari Eko,2004,hal 54). Setelah mendirikan Partai Murba, Tan Malaka pergi ke daerah Jawa Timur untuk menggalang kekuatan Murba. Pada saat ini secara mendadak Belanda melancarkan Agresi Militer kedua pada tanggal 19 Desember 1949 dan menuntut semua anak bangsa yang ada di Jawa Timur untuk mengangkat senjata demi menghentikan Agresi Militer Belanda, tak terkecuali Tan Malaka yang pada saat itu berada dibawah perlindungan Batalion Sabarudin. Pada saat itu selain mendapat serangan dari Belanda, Batalion Sabarudin juga mendapatkan serangan dari satuan lain dari faksi TNI, akhirnya Tan Malaka dibawa oleh faksi tersebut, namun dia dapat melarikan diri karena pasukan yang membawa Tan Malaka mendapat serangan dari Belanda. Dalam pelarianya, Tan Malaka kembali ditangkap di kawasan Mojo (Kediri) oleh CPM (Prabowo dalam Hari Eko,2004,hal 55).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dan akhirnya tokoh yang oleh Yamin disebut sebagai bapak Republik Indonesia ini harus menghembuskan nafas terakirnya ditangan anak bangsa sendiri tepatnya di desa Selopanggung kecamatan Semen Kabupaten Kediri. Sungguh ironis Tan Malaka yang berusaha berjuang untuk bangsa ini harus mati ditangan saudara sebangsanya sendiri, Tan Malaka yang sudah menulis sebuah artikel yang berjudul Naar de Republiek Indonesia (menuju Republik Indonesia) tahun 1924.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Inilah salah satu kutipan Dari menuju Republik Indonesia "Pergerakan revolusioner di Indonesia selalu masih ada. Jika pergerakan ini hendak mendapatkan hasil, maka sekarang telah pada waktunya, kita menyusun program nasional dan mengumumkan program ini kepada seluruh rakyat".</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8065793680064854008.post-85039246917191486452011-05-01T02:12:00.000-07:002011-05-01T02:12:58.234-07:00Chairil Anwar 1922-1949<div class="separator" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em; text-align: center;"><img border="0" height="200" src="http://3.bp.blogspot.com/-EzR9DvZPWLk/TY63RCZbX2I/AAAAAAAAAAQ/q1A_yVova4g/s200/Chairil+Anwar.jpg" width="148" /></div><br />
<div style="text-align: justify;">Chairil Anwar adalah seorang penyair legendaris yang dikenal juga sebagai "Si Binatang Jalang" (dalam karyanya berjudul "Aku"). Salah satu bukti keabadian karyanya, pada Jumat 8 Juni 2007, Chairil Anwar, yang meninggal di Jakarta, 28 April 1949, masih dianugerahi penghargaan Dewan Kesenian Bekasi (DKB) Award 2007 untuk kategori seniman sastra. Penghargaan itu diterima putrinya, Evawani Alissa Chairil Anwar.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;">Chairil Anwar dilahirkan di Medan, 26 Julai 1922. Chairil Anwar merupakan anak tunggal. Ayahnya bernama Toeloes, mantan bupati Kabupaten Indragiri Riau, berasal dari Taeh Baruah, Limapuluh Kota, Sumatra Barat. Sedangkan ibunya Saleha, berasal dari Situjuh, Limapuluh Kota. Dia masih punya pertalian keluarga dengan Sutan Sjahrir, Perdana Menteri pertama Indonesia. Dia dibesarkan dalam keluarga yang cukup berantakan. Kedua ibu bapanya bercerai, dan ayahnya menikah lagi. Selepas perceraian itu, saat habis SMA, Chairil mengikut ibunya ke Jakarta.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Chairil masuk sekolah Hollandsch-Inlandsche School (HIS), sekolah dasar untuk orang-orang pribumi waktu masa penjajahan Belanda. Dia kemudian meneruskan pendidikannya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), sekolah menengah pertama Hindia Belanda, tetapi dia keluar sebelum lulus. Dia mulai untuk menulis sebagai seorang remaja tetapi tak satupun puisi awalnya yang ditemukan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pada usia sembilan belas tahun, setelah perceraian orang-tuanya, Chairil pindah dengan ibunya ke Jakarta di mana dia berkenalan dengan dunia sastra. Meskipun pendidikannya tak selesai, Chairil menguasai bahasa Inggris, bahasa Belanda dan bahasa Jerman, dan dia mengisi jam-jamnya dengan membaca karya-karya pengarang internasional ternama, seperti: Rainer M. Rilke, W.H. Auden, Archibald MacLeish, H. Marsman, J. Slaurhoff dan Edgar du Perron. Penulis-penulis ini sangat mempengaruhi tulisannya dan secara tidak langsung mempengaruhi puisi tatanan kesusasteraan Indonesia.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Semasa kecil di Medan, Chairil sangat dekat dengan neneknya. Keakraban ini begitu memberi kesan kepada hidup Chairil. Dalam hidupnya yang amat jarang berduka, salah satu kepedihan terhebat adalah saat neneknya meninggal dunia. Chairil melukiskan kedukaan itu dalam sajak yang luar biasa pedih:</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Bukan kematian benar yang menusuk kalbu/ Keridlaanmu menerima segala tiba/ Tak kutahu setinggi itu atas debu/ Dan duka maha tuan bertahta"</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sesudah nenek, ibu adalah wanita kedua yang paling Chairil puja. Dia bahkan terbiasa menyebut nama ayahnya, Tulus, di depan sang Ibu, sebagai tanda menyebelahi nasib si ibu. Dan di depan ibunya, Chairil acapkali kehilangan sisinya yang liar. Beberapa puisi Chairil juga menunjukkan kecintaannya pada ibunya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sejak kecil, semangat Chairil terkenal kedegilannya. Seorang teman dekatnya Sjamsul Ridwan, pernah membuat suatu tulisan tentang kehidupan Chairil Anwar ketika semasa kecil. Menurut dia, salah satu sifat Chairil pada masa kanak-kanaknya ialah pantang dikalahkan, baik pantang kalah dalam suatu persaingan, maupun dalam mendapatkan keinginan hatinya. Keinginan dan hasrat untuk mendapatkan itulah yang menyebabkan jiwanya selalu meluap-luap, menyala-nyala, boleh dikatakan tidak pernah diam.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Masa dewasa</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Nama Chairil mulai terkenal dalam dunia sastera setelah pemuatan tulisannya di "Majalah Nisan" pada tahun 1942, pada saat itu dia baru berusia dua puluh tahun. Hampir semua puisi-puisi yang dia tulis merujuk pada kematian. Chairil ketika menjadi penyiar radio Jepang di Jakarta jatuh cinta pada Sri Ayati tetapi hingga akhir hayatnya Chairil tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkannya. Puisi-puisinya beredar di atas kertas murah selama masa pendudukan Jepang di Indonesia dan tidak diterbitkan hingga tahun 1945.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Semua tulisannya yang asli, modifikasi, atau yang diduga diciplak dikompilasi dalam tiga buku : Deru Campur Debu (1949); Kerikil Tajam Yang Terampas dan Yang Putus (1949); dan Tiga Menguak Takdir (1950, kumpulan puisi dengan Asrul Sani dan Rivai Apin).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Chairil memang penyair besar yang menginspirasi dan mengapresiasi upaya manusia meraih kemerdekaan, termasuk perjuangan bangsa Indonesia untuk melepaskan diri dari penjajahan. Hal ini, antara lain tercermin dari sajaknya bertajuk: "Krawang-Bekasi", yang disadurnya dari sajak "The Young Dead Soldiers", karya Archibald MacLeish (1948).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dia juga menulis sajak "Persetujuan dengan Bung Karno", yang merefleksikan dukungannya pada Bung Karno untuk terus mempertahankan proklamasi 17 Agustus 1945.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Bahkan sajaknya yang berjudul "Aku" dan "Diponegoro" juga banyak diapresiasi orang sebagai sajak perjuangan. Kata Aku binatang jalang dalam sajak Aku, diapresiasi sebagai dorongan kata hati rakyat Indonesia untuk bebas merdeka.</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8065793680064854008.post-47645029136740147572011-05-01T02:02:00.000-07:002011-05-01T02:02:14.919-07:00Njoto 1927-"?"<div class="separator" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em; text-align: center;"><img border="0" height="190" src="http://sahadbayu.files.wordpress.com/2011/02/180px-njoto.jpg" width="200" /></div><br />
<div style="text-align: justify;">Namanya singkat: Njoto. Sebagai menteri negara di tahun 1960an, ia mengesankan banyak orang, termasuk Bung Karno. Bukan saja piawai di panggung politik, tapi juga memiliki pengetahun yang lengkap tentang sastra, musik hingga sepak bola.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ia seorang jenius yang tak pernah diketahui kabar kematiannya. Ia dibunuh akibat hura hara politik akhir September 1965, ketika Partai Komunis Indonesia dituduh mendalanginya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Svetlana Dayani: "Saya tidak melihat disiksanya, tapi kita kan mendengar suara. Mendengar jeritan orang, mendengar segala macam, hardikan-hardikan pemeriksa. Kalau pagi mereka ke luar dari ruang pemeriksaan dengan badan yang sudah, ada yang dipapah, ada yang sudah tidak bisa berjalan. Harus diseret-seret. Mengerikan. Nggak cuma laki-laki masalahnya, juga perempuan.Lihat sendiri"</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Saat itu Svetlana Dayani belum lagi 10 tahun. Belum faham benar apa yang sebenarnya terjadi. Tapi Svetlana beserta keenam adiknya sudah harus merasakan kejamnya hidup dalam penjara. Gelap. Pengap. Adik bungsunya saat itu malah masih menyusu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Svetlana Dayani: "Ikut semua sampai bayinya yang umur tiga bulan itu"</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Mereka adalah anak-anak Njoto, menteri zaman Bung Karno dan Wakil Ketua CC Partai Komunis Indonesia, PKI. Huru hara politik 30 September 1965 membuat mereka harus ikut merasakan pengapnya penjara Kodim Jakarta. Tiga bulan bersama Soetarni, ibu mereka.</div><div style="text-align: justify;">Setelah bebas dari tahanan Kodim, Soetarni, istri Njoto, kembali ditangkap dan ditahan. Dari satu penjara ke penjara lain. Antara lain di Wonogiri, Semarang, Bukit Duri Jakarta, dan di Plantungan, Jawa Tengah. Sementara Njoto sendiri hilang tanpa jejak sejak 16 Desember 1965.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Soetarni: "Masih nyusuin saya. Tapi setelah saya karena kaki saya diambil itu, ndak keluar air susunya. Saya lapor ke komandannya. Saya minta susu. Karena itu mendadak ndak keluar. Tiba-tiba ndak keluar. Dimintakan sama-sama orang tahanan. Saya tahunya.. waduh kok kasian amat, orang ditahan kok dimintain suruh njatah aku susu"</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kini, meski sudah renta, ingatan Soetarni masih segar. Ketika tertawa, giginya terlihat berderet putih. Tinggal di sebuah rumah sederhana di Rawamangun Jakarta Timur, Soetarni banyak menghabiskan waktunya dengan membaca. Berbagai buku dilahapnya, mulai soal politik sampai komik pemberian cucu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Seniman ketimbang politikus</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Soetarni ingat betul pengalaman pahitnya. Walau pun istri Njoto, Soetarni tak pernah aktif di PKI. Ia ibu rumah tangga biasa. Sebelum menikah, Soetarni adalah atlet lari yang pernah tiga kali ikut Pekan Olahraga Nasional PON mewakili Solo. Waktu itu, Soetarni lebih banyak kenal Njoto sebagai seniman ketimbang politikus. Di mata Soetarni, Njoto adalah seorang penyabar. Seingatnya, tak pernah sekalipun Njoto membentak atau bicara kasar terhadapnya. Ia tak pernah menyesal menjadi istri Njoto.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Soetarni: "Karena peristiwa itu bukan salahnya, setahu saya, bukan salahnya PKI. Saya tidak bisa membenci PKI juga ngga. Masih tanda tanya terus toh selama ini. Ini peristiwa siapa sebetulnya siapa yang salah. Siapa yang bikin. Masih belum jelas kan? Semua juga belum tahu. (Dan sebagai istri petinggi PKI tidak pernah dengar kabar?) Tidak, baru belakangan-belakangan, dari baca-baca ini"</div><div style="text-align: justify;">Sementara bagi Svetlana, Njoto adalah ayah yang dekat dengan anak-anaknya. Njoto selalu mengajak anak-anak mengenal kegiatan ayah mereka, mulai kegiatan di kantor redaksi koran Harian Rakjat sampai nonton kesenian.</div><div style="text-align: justify;">Svetlana Dayani: "Kalau malam kita suka diajak ke kantor Harian Rakjat. Melihat proses membuat surat kabar, macam-macam. Diajak sampai lihat percetakannya. Diajak dia kerja. Kalau ada kegiatan dengan seniman juga begitu. Kita biasa datang ke acara seni, liat ludruk segala macam. Kesenian dari luar negeri. Terus kalau ada kegiatan dengan Lekra mungkin ke daerah, ke Bali. Kalau sedang libur kita ikut. Jadi saya tahu ayah ya seperti itu"</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Untuk urusan buku, Njoto juga selalu memanjakan anak-anakmya. Di rumahnya yang luas di Jalan Malang, Menteng, Jakarta Pusat, Svetlana masih ingat tumpukan buku Njoto sampai langit-langit rumah. Njoto punya kursi khusus untuk menjangkau buku-buku itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Menyembunyikan jati diri</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Penderitaan anak-anak tak selesai walau pun keluar dari penjara. Bertahun-tahun Svetlana juga harus menyembunyikan namanya yang berbau Rusia.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Svetlana Dayani: "Saya harus selalu menyembunyikan jati diri saya yang sesungguhnya. Tidak pakai Svetlana. Nama lengkap saya kan Svetlana Dayani. Sejak peristiwa itu ketika saya mau sekolah lagi ibu saya tidak mengizinkan, saya harus membuang nama Svetlananya. Jangan dipakai. Karena dari saya dan adik-adik itu, nama saya memang yang paling mencolok sekali, svetlana"</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Padahal Svetlana berarti cahaya. Tapi cahaya itu seolah redup begitu orde baru berkuasa dan mengharamkan PKI sampai anak cucu anggotanya. Anak-anak Njoto dan anak-anak anggota PKI lain hidup menderita, tak bisa menjadi pegawai negeri, bahkan ada yang sulit menikah lantaran calon mertua tahu mereka anak PKI.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Saat peristiwa 65 meletus, Njoto sedang berada di Medan untuk urusan kenegaraan. Beredar santer desas desus PKI dalang pembunuhan para jenderal di Lubang Buaya. Aktivis PKI dicari-cari. Ada yang ditangkap lalu dibawa ke tahanan dan dipenjara bertahun-tahun, tanpa diadili. Banyak yang ditangkap lalu dibunuh. Pecah pembantaian massal terhadap ribuan orang yang dituduh PKI.</div><div style="text-align: justify;">Menghilang</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tanpa Njoto, pada 1 Oktober Soetarni terpaksa mengungsi bersama anak-anaknya dari rumah satu ke rumah lain. Seingat Soetarni, semenjak peristiwa itu, hanya sekali Njoto menemuinya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Soetarni: "Masih nengok sekali di Gunung Sahari. Sekali saja (Bilang apa?) Wah sudah lupa ya. Ya, jaga anak-anak saja. Biasanya mesti begitu kalau mau ditinggal ke luar negeri. Jaga anak-anak kalau ada kesulitan hubungi oom ini, oom itu. Kawan-kawannya"</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Setelah pertemuan hari itu, Njoto menghilang. Soetarni tak pernah lagi mendengar beritanya. Kabarnya ia ditembak mati, tapi Soetarni juga tak pernah melihat jazad suaminya. Anak-anaknya pun tak pernah tahu kabar ayah mereka. Bahkan sekedar foto pun mereka tak punya, karena rumah mereka pun ikut dijarah. Tak ada yang tersisa.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Njoto adalah salah satu dari Tiga Serangkai orang muda pemimpin Partai Komunis Indonesia tahun 1965. Selain Njoto ada juga Aidit dan Lukman. Selain sebagai Wakil Ketua II CC PKI, Njoto juga seorang penyair, essais dan penulis naskah pidato Bung Karno. Di kantor redaksi Harian Rakjat Njoto menulis editorial, pojok atau kolom.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tidak antiagama</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Njoto seorang komunis tulen. Tapi ia tidak anti agama. Salah seorang sahabatnya, Joesoef Isak bercerita, Njoto pernah mengusahakan seorang ibu untuk naik haji ke Mekah. Saat itu tak sembarang orang bisa berangkat ke Mekah walau punya uang.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Joesoef Isak: "Dulu orang naik haji berebutan. Ada jatahnya. Walau pun punya duit kalau gak dapat jatah gak bisa. Teman saya Tom Anwar, wartawan Bintang Timur. Ibunya udah 60 tahun, sudah tua. Kepingin naik haji. Kedengaran sama Njoto. Njoto orang PKI yang dibilang iblis, gak kenal Tuhan, itu mengusahakan satu jatah untuk ibunya Tom Anwar. Jadi ibunya Tom Anwar kemudian 20 tahun lagi saya ketemu, dia udah umur 80 tahun, tidak pernah dia lupakan, bisa haji berkat Njoto"</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Di mata Joesoef Isak, pengetahuan Njoto di banyak bidang tergolong paripurna. Njoto tahu banyak, mulai politik, musik sampai bola. Joesoef Isak yang saat itu wartawan harian Merdeka justru kenal Njoto karena musik.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Joesoef Isak: "Bicara mengenai sepak bola, dia akan bicara sebagaimana seorang pelatih sepak bola profesional. Sistem grendel, sistem 421. Itu. Jadi dia serba mendalam. Bicara mengenai musik. Dari kroncong, floklor musik-musik rakyat Maluku, Ambon, Batak yang memang indah ya. Dia bisa bicara mengenai Beethoven, mengenai Wagner, mengenai Berlioz, Edvard Grieg, Sibelius, Antonin Dvorak"</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Genjer-genjer</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Di bidang musik Njoto bukan sekedar tahu. Ia juga pandai memainkan berbagai instrumen, dari gitar sampai piano. Teman bermain musiknya antara lain adalah Jack Lesmana, salah seorang pelopor sekaligus pemusik jazz ternama Indonesia.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Suatu ketika, saat berkunjung ke Banyuwangi, Jawa Timur, pada 1962 dia disuguhi lagu Gendjer-Gendjer. Nalurinya sebagai seniman muncul dan memprediksi lagu itu akan tenar. Ramalan Njoto benar, lagu rakyat itu menjadi hit yang diputar di TVRI dan RRI.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Joesoef Isak boleh jadi salah seorang dari sedikit rekan Njoto yang saat ini masih hidup. Usianya kini 80 tahun. Di zamanOrde Baruia mendirikan penebit Hasta Mitra yang menerbitkan roman Pulau Buru karya Pramoedya Ananta Toer.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Njoto anak tertua dari tiga bersaudara, dilahirkan di Bondowoso pada tanggal 17 Januari 1927. Sejak muda Njoto telah menunjukkan bakat sebagai aktivis politik ulung.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Joesoef Isak bercerita saat Njoto juga pernah bergabung dalam Komite Nasional Indonesia Pusat KNIP, padahal usianya saat itu baru 16 tahun.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Joesoef Isak: "Dia sudah jadi komunis masih masa muda. Karena itu waktu republik berdiri, 1945, 1946, 1947, dia pimpin PKI, jadi fraksi PKI. Dia sudah ketuanya. Dia cerita pada saya. Umurnya 16. Jadi dia korup dua tahun. Isyunya saat itu KNIP perundingan dengan Belanda. Apa mau kompromi apa tidak dengan Belanda. Paling garis besar saja saya tahu soal-soal itu. Yang mendetail saya ndak banyak tahu"</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Karir politik Njoto terus melambung. Pada pemilu pertama tahun 1955, Njoto sudah berada di barisan pemimpin PKI.</div><div style="text-align: justify;">Lekra</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Di bidang sastra dan kebudayaan, Njoto ikut mendirikan Lembaga Kebudajaan Rakjat, Lekra. Ia juga ikut membuat Piagam Lekra. Amarzan Loebis, anggota Lekra, mengatakan organisasi ini dulunya menekankan konsep sastra yang berpihak pada rakyat.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Amarzan Loebis: "Saya kira konsep Njoto ya jelas, seperti konsep Lembaga kebudajaan Rakjat ya sastra itu ya sastra yang memihak. Dan pemihakan sastra itu adalah pada orang-orang yang tertindas dan terjajah. Konsep sastra kita itu, kalau bisa disimpulkan menurut bahasa sekarang ya sastra pembebasan, sastra yang berusaha membebaskan orang, membebaskan manusia dari penindasan, penjajahan dan dengan sendirinya dari kebodohan. Kalau ada pertunjukan sandiwara, kalau itu cenderung memihak siapa?</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Rakyat atau kelompok yang menindas rakyat? Kalau cerita sandiwara itu menindas rakyat, itu bukan model cerita yang kita sambut gembira. Juga cerita-cerita yang tidak menyarankan optimisme"</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Lekra pernah berpolemik keras dengan sejumlah seniman yang tergabung dalam Manifesto Kebudajaan, Manikebu. Sebuah perdebatan paling seru dalam sejarah budaya Indonesia. Kelompok Manikebu yakin seniman harus bebas dalam menciptakan karya yang didasarkan pada rasa kemanusiaan. Sementara seniman-seniman Lekra mendukung garis politik Bung Karno bahwa politik sebagai panglima. Karena itu seniman juga harus ambil bagian dalam politik mendukung Bung Karno.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Soekarno yang waktu itu dekat dengan Lekra dan PKI akhirnya melarang kelompok Manikebu. Joesoef Isak, kawan Njoto mengatakan, sejak awal Njoto tidak setuju pelarangan itu. Polemik Lekra versus Manikebu, kata Njoto, harusnya diperdebatkan dan masyarakat yang menilai.</div><div style="text-align: justify;">Joesoef Isak: "Dia bilang manikebu enggak bisa dihapus dengan peraturan, dengan tanda tangan, dengan statement, lalu hilang. Manikebu adalah suatu wawasan. Wawasan itu tak bisa hilang dengan tanda tangan di atas kertas. Harus dilawan dengan polemik, dengan debat. Terbuka, biar rakyat terlibat. Biar lihat sendiri, menilai mana yang bener mana yang tidak bener. Dalam hal itu sikap Njoto cukup demokratis"</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Penulis pidato BK</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Njoto juga salah seorang penulis naskah pidato Bung Karno. Menurut Joesoef Isak Soekarno suka gaya tulisan Njoto karena sesuai dengan gaya pidatonya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Joesoef Isak: "Sebenarnya kalau soal pidato Bung Karno, bukan hanya Njoto, tapi Roeslan Abdoelgani juga nulis, Soebandrio menulis. Jadi tiga orang. Tapi masing-masing, setelah Soekarno pidato, mereka lihat berapa persen mereka dipakai. Njoto bilang, waktu bicara 63/64 Bung Karno hebat. Njoto sudah bilang, Suf, tinggal kerikil-kerikil saja. Hampir semua dia punya"</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ada banyak alasan mengapa Soekarno suka Njoto. Amarzan Loebis adalah wartawan Tempo bekas anggota Lekra yang pernah ditahan di Pulau Buru.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Amarzan Loebis: "Pertama masalah "ideologis" dan masalah habit. Masalah ideologis saya melihat Bung Njoto lebih sebagai nasionalis daripada seorang marxis. Bung Karno sendiri kan mengakui bahwa marhanenisme adalah marxisme yang diterapkan di Indonesia. Jadi ketemunya di situ saya pikir, ya. Pada Njoto ada ideologi marxis yang cenderung nasionalis. Pada Bung Karno jelas ada ideologi nasionalis cenderung marxis. Jadi ketemu. Kemudian dari segi habit, ya keduanya kebetulan sama-sama gemar musik, gemar lukisan dan mengerti lukisan, gemar sastra. Hal-hal seperti itu. Jadi mudah menjadi dekat"</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kepada orang-orang dekatnya, Njoto mengaku tak tahu menahu soal gerakan 30 September yang menurut orde baru didalangi PKI. Saat itu Njoto bahkan sedang ada di Medan, mengikuti sebuah tugas kenegaraan. Sampai kini tak jelas kabar kematiannya. Mati dalam sunyi.</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8065793680064854008.post-10168224696484083412011-05-01T01:57:00.000-07:002011-05-01T01:57:21.924-07:00Rabindranath Tagore 1861-1941<div class="separator" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em; text-align: center;"><img border="0" height="200" src="http://santitown.files.wordpress.com/2011/03/rabindranath-tagore-2.jpg" width="144" /></div><br />
<div style="text-align: justify;">Rabindranath Tagore (bahasa Bengali: Rabindranath Thakur; lahir di Jorasanko, Kolkata, India, 7 Mei 1861 – wafat 7 Agustus 1941 pada umur 80 tahun) juga dikenal dengan nama Gurudev, adalah seorang Brahmo Samaj, penyair, dramawan, filsuf, seniman, musikus dan sastrawan Bengali. Ia terlahir dalam keluarga Brahmana Bengali, yaitu Brahmana yang tinggal di wilayah Bengali, daerah di anakbenua India antara India dan Bangladesh. Tagore merupakan orang Asia pertama yang mendapat anugerah Nobel dalam bidang sastra (1913).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tagore mulai menulis puisi sejak usia delapan tahun, ia menggunakan nama samaran “Bhanushingho” (Singa Matahari) untuk penerbitan karya puisinya yang pertama pada tahun 1877, dan menulis cerita pendek pertamanya pada usia enam belas tahun. Ia mengenyam pendidikan dasar di rumah (Home Schooling), dan tinggal di Shilaidaha, serta sering melakukan perjalanan panjang yang menjadikan ia seorang yang pragmatis dan tidak suka/patuh pada norma sosial dan adat. Rasa kecewa kepada British Raj membuat Tagore memberikan dukungan pada Gerakan Kemerdekaan India dan berteman dengan Mahatma Gandhi. Dan juga dikarenakan rasa kehilangan hampir segenap keluarganya, serta kurangnya penghargaan dari Benggala atas karya besarnya, Universitas Visva-Bharati.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Beberapa karya besarnya antara lain Gitanjali (Song Offerings), Gora (Fair-Faced), dan Ghare-Baire (The Home and the World), serta karya puisi, cerita pendek dan novel dikenal dan dikagumi dunia luas. Ia juga seorang reformis kebudayaan dan polymath yang memodernisasikan seni budaya di Benggala. Dua buah lagu dari aliran Rabindrasangeet (sebuah aliran lagu yang ia ciptakan) kini menjadi lagu kebangsaan Bangladesh (Amar Shonar Bangla) dan India (Jana Maha Gana).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">MASA-MASA AWAL (1861 - 1901)</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tagore memiliki nama kecil "Rabi", lahir di Jasanko Mansion, adalah putra dari Debendranath Tagore dan Sarada Devi, anak bungsu dari empat belas bersaudara. Setelah menjalani upacara Upanayanam di usia sebelas tahun, (suatu prosesi upacara yang menandai bagi seorang anak laki-laki untuk memasuki masa Brahmacari, masa menuntut ilmu.) Tagore bersama ayahnya meninggalkan Kolkata pada tanggal 14 Februari 1873 untuk melakukan perjalanan panjang di India selama beberapa bulan, mengunjungi Shantiniketan dan Amritsar sebelum mencapai Dalhousie, sebuah bukit peristirahatan di kaki Himalaya. Di sini, Tagore belajar sejarah, ilmu perbintangan (astronomi), ilmu pengetahuan modern dan Bahasa Sansekerta dan mempelajari serta mendalami karya sastra klasik dari Kālidāsa. Pada 1877, ia menjadi orang terkemuka ketika menghasilkan beberapa karya, termasuk puisi panjang dalam gaya Maithili, yang dirintis oleh Vidyapati. Sebagai sekedar lelucon, ia menyatakan bahwa ini merupakan karya yang hilang dari Bhānusimha, sebuah sastra dari aliran Vaishnava. Ia juga menulis "Bhikharini" (1877; "Wanita Pengemis" — cerita pendek pertama dalam Bahasa Bengali) dan juga “Sandya Sangit” (1882) — termasuk di dalamnya puisi yang sangat terkenal "Nirjharer Swapnabhanga" (The Rousing of the Waterfall).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Karena ingin menjadi seorang pengacara, Tagore mendaftar di sekolah umum di kota Brighton, Inggris pada tahun 1878; kemudian melanjutkan di University College London, tapi pada tahun 1880 ia kembali ke Bengali tanpa gelar sarjana, dikarenakan ayahnya telah menjodohkan ia dengan seorang gadis, bernama Mrinalini Devi, yang kemudian dinikahi pada 9 Desember 1883; mereka memiliki lima orang anak, empat di antaranya meninggal sebelum menginjak usia dewasa. Pada tahun 1890, Tagore mulai mengelola usaha keluarganya di Shelidah, sebuah wilayah yang sekarang masuk bagian negara Bangladesh. Dikenal sebagai "Zamindar Babu" Tagore melakukan perjalanan melintasi perkebunan yang sangat luas, untuk mengumpulkan uang sewa, serta memberi berkat pada para penduduk desa. Dalam periode ini, periode Sadhana (1891 — 1895, diambil dari salah satu majalah yang diterbitkannya) ia berada dalam masa-masa yang sangat produktif, di mana lebih dari setengah dari tiga volume dan delapan puluh empat karya "Galpaguchchha" ditulis. Dengan gaya ironi dan emosional yang kental, ia menggambarkan kehidupan di Benggala, kebanyakan adalah kehidupan di pedesaan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">SHANTINIKETAN (1901—1932)</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pada tahun 1901, Tagore meninggalkan Shelidah dan pindah ke Shantiniketan (Benggala Barat) tinggal di Ashram yang didirikan oleh ayahnya pada tahun 1863, di sini mendirikan sebuah sekolah percobaan, sekolah di ruang terbuka, dengan pohon rindang, taman yang indah dan perpustakaan. Dan di sini pula, istri ia serta dua orang anaknya meninggal. Ayah ia juga meninggal pada 19 Januari 1905. Setelah kepergian ayahnya, ia mulai menerima pendapatan bulanan sebagai bagian dari warisan orang tuanya; ia juga menerima pendapatan dari Maharaja Tripura, hasil dari penjualan perhiasan keluarga, dari rumah sewa di daerah Puri serta hak royalti atas karya-karyanya. Melalui karya-karya ia memiliki banyak pengikut baik masyarakat Bengali, maupun pembaca di luar, dan ia mempublikasikan beberapa karya seperti "Naivedya" (1901) dan "Kheya" (1906) dan karya-karya puisi ia digubah menjadi puisi bebas, yang tidak lagi mengikuti pakem dan irama, tanpa menghilangkan ciri sebagai sebuah karya puisi. Pada tanggal 14 November 1913 Tagore memenangkan Penghargaan Nobel di Bidang Sastra. Menurut pihak Akademi Swedia sebagai penyelenggara, Tagore memenangkan Penghargaan Nobel berkat idealisme dalam berkarya dan karya-karyanya yang telah di terjemahkan ke dalam bahasa Inggris mudah diterima bagi pembaca di barat, termasuk diantaranya adalah: Gitanjali: Song Offerings (1912). Sebagai tambahan, Kerajaan Inggris menawarkan gelar kebangsawanan pada tahun 1915; yang diterimanya, namun belakangan dilepaskan sebagai bentuk protes terhadap pembantaian massal di Amritsar, di mana tentara kolonial melakukan penembakan terhadap rakyat sipil tanpa senjata, membunuh sekitar 379 orang.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pada 1921, Tagore bersama Leonard Elmhirst, seorang pakar ekonomi pertanian, mendirikan sekolah yang belakangan diberi nama Shriniketan di Surul, sebuah kampung dekat Asrama di Shantiniketan. Melalui ini ia sendiri bermaksud menyediakan tempat alternatif, bagi gerakan Swaraj, yang digalang Mahatma Gandhi yang mana sebelumnya gerakan ini sempat ia kritik. Ia merekrut para sarjana, penyumbang dana serta pekerja dari berbagai negara untuk menjalankan sekolah ini. Membebaskan rakyat dari kemiskinan dan kebodohan dengan cara memperkuat diri di sektor pendidikan. Pada tahun 1930an ia juga memberikan perhatian lebih terhadap kaum Dalit (kelompok kasta rendahan).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">MASA SENJA (1932—1941)</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dalam dasawarsanya yang terakhir, Tagore tetap mendapat sorotan publik, secara terbuka mengkritik Gandhi karena mengatakan bahwa gempa bumi yang hebat pada 15 Januari 1934 di Bihar merupakan pembalasan ilahi karena menindas kaum Dalit. Ia juga meratapi kemerosotan sosial-ekonomi yang mulai terjadi di Bengali dan kemiskinan yang merajalelal di Kolkata. Ia mengungkapkannya secara terinci dalam sebuah puisi tak berirama seratus baris dengan teknik visi ganda yang kering kelak digunakan oleh Satyajit Ray dalam filmnya Apur Sansar. Tagore juga menyusun 15 jilid tulisan, termasuk karya-karya prosa liris Punashcha (1932), Shes Saptak (1935), dan Patraput (1936). Ia terus bereksperimen denagn mengembangkna lagu-lagu prosa dan sendratari, termasuk Chitrangada (1914), Shyama (1939), dan Chandalika (1938), dan menulis novel-novel Dui Bon (1933), Malancha (1934), dan Char Adhyay (1934). Tagore mengembangkan minatnya terhadap sains dalam tahun-tahun terakhirnya, dan menulis Visva-Parichay (kumpulan esai) pada 1937. Ia menjelajahi biologi, fisika, dan astronomi; sementara itu, puisinya — yang mengandung naturalisme yang luas — menggarisbawahi rasa hormatnya terhadap hukum-hukum ilmiah. Ia juga menjalin proses sains (termasuk naratif para ilmuwan) ke dalam banyak cerita yang terkandung dalam buku-buku seperti Se (1937), Tin Sangi (1940), dan Galpasalpa (1941).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">SEBUAH PETUALANGAN</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tagore memiliki jiwa petualangan yang sangat besar. Antara tahun 1878 dan 1932, ia mengunjungi lebih dari tigapuluh negara di lima benua, perjalanan ini sangat penting artinya dalam mengenalkan karya-karyanya, serta memapa...rkan ide-ide politiknya kepada kalangan non-Bengali. Sebagai contoh, pada tahun 1912, ia mengirimkan karya-karya yang telah diterjemahkan ke Inggris, yang mengesankan para misionaris, dan anak didik Gandhi; Charles F. Andrews, William Butler Yeats; seorang sastrawan dari Irlandia, Ezra Pound, Robert Bridges, Ernest Rhys, Thomas Sturge Moore, dan masih banyak lagi yang lainnya. Dan kemudian, Yeats menulis kata pengantar untuk Gitanjali yang diterjemahkan dalam bahasa inggris, sementara Andrews bergabung dengan Tagore di Santiniketan. Pada 10 November 1912, Tagore melakukan perjalanan ke Amerika Serikat dan Inggris Raya, tinggal di Butterton, Staffordshire. Dari tanggal 3 Mei 1916 sampai April 1917, Tagore ceramah dan kuliah keliling Jepang dan Amerika Serikat. Ia juga menulis esai "Nasionalisme di India", yang menerima kritikan dan juga menuai pujian, (termasuk para pasifis termasuk dari Romain Rolland). Setelah kembali ke India, Tagore, 63 tahun, mengunjungi Peru atas undangan pemerintahan Peru Tagore, dan dilanjutkan dengan mengunjungi Meksiko setelahnya. Kedua negara mengucurkan sumbangan senilai $100,000 bagi sekolah Shantiniketan (Visva-Bharati) sebagai penghargaan atas kunjungaannya ke kedua negara tersebut. Setelah itu, ia mengadakan kunjungan ke Buenos Aires, Argentina pada 6 November 1924, dan tinggal di Villa Miralrío dan menjadi tamu dari Victoria Ocampo; seorang intelektual dari Argentina. Selanjutnya ia pulang ke Bengali pada Januari 1925. Pada 30 Mei 1926, Tagore menginjakkan kakinya di Napoli, Italia; ia bertemu dengan diktator berkuasa Benito Mussolini di Roma pada hari berikutnya. Pada awalnya mereka memiliki hubungan yang hangat, dan berakhir saat Tagore dengan terang-terangan berbicara menentang Mussolini pada 20 Juli 1926.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pada 14 Juli 1927, Tagore beserta dua sahabatnya berangkat menuju Asia Tenggara selama empat bulan — mengunjungi Bali, Jawa, Kuala Lumpur, Malaka, Penang, Siam dan Singapura. Catatan perjalanan ini terkumpul dalam karya yang berjudul "Jatri". Pada awal 1936, ia meninggalkan Bengala untuk sebuah perjalanan panjang menuju Eropa dan Amerika Serikat. Dalam kunjungan kembali ke Inggris, dimana saat itu lukisannya sedang dipamerkan di London dan Paris, ia tinggal di Birmingham. Di sana ia menulis materi kuliah untuk kelas yang dikenal sebagai "Kuliah Hibbert" di Universitas Oxford dan menjadi pembicara di pertemuan tahunan Perkumpulan Kristen London. Disini, (dialamatkan pada hubungan antara Inggris dengan India, sebuah topik yang ia terus perjuangkan dan pertahankan selama lebih dari dua tahun kedepan) ia berbicara mengenai "dark chasm of aloofness". Kemudian ia mengunjungi Aga Khan III, tinggal di Dartington Hall, kemudian melanjutkan perjalanan menuju Denmark, Swiss, dan Jerman dari bulan Juni hingga pertengahan September 1930, lalu berlanjut hingga Uni Soviet. Terakhir, pada bulan April 1932, Tagore — yang sebelumnya telah mengenal mistikus Persia terkenal, Hafez — diundang secara pribadi sebagai tamu kehormatan Shah Reza Pahlevi untuk mengunjungi Iran. Sebagaimana seorang petualang, Tagore bisa bertemu dan berinteraksi dengan banyak orang orang penting dan kenamaan, termasuk di antaranya Henri Bergson, Albert Einstein, Robert Frost, Thomas Mann, George Bernard Shaw, H.G. Wells and Romain Rolland. Perjalanan terakhir Tagore tersiar dengan luas, termasuk saat mengunjungi Persia, Irak (di tahun 1932) dan Sri Lanka pada tahun 1933, menajamkan opini-opininya berkenaan dengan nasionalisme dan kemanusian.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">KARYA SANG MAESTRO</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Reputasi Tagore di dunia sastra sangat menonjol terutama pada karya-karya puisinya, meskipun ia juga menulis novel, esai, cerita pendek, catatan perjalanan, cerita drama, dan ribuan lagu. Mengenai karya-karya prosa yang dihasilkan, cerita pendek adalah yang paling mendapatkan perhatian; tentu saja, ia tercatat sebagai orang yang merintis karya cerita pendek dalam Bahasa Bengali. Karya-karyanya sering menjadi perhatian karena irama yang unik, lirik-lirik yang mengandung pujian bagi alam semesta, serta lirik-lirik yang bernada optimis. Dan juga, banyak dari cerita yang ditulisnya diambil dari kehidupan sehari-hari yang sederhana — kehidupan manusia biasa.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">NOVEL DAN NON FIKSI</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tagore menulis delapan novel dan empat novela, termasuk Chaturanga, Shesher Kobita, Char Odhay dan Noukadubi. Ghare Baire (The Home and the World) — melalui kacamata Nikhil seorang zamindar idealis — bercerita tentang kebangkitan nasionalisme di India, terorisme dan semangat keagamaan dalam gerakan Swadeshi; sebuah ungkapan jujur dari seorang Tagore atas apa yang berkecamuk dalam hatinya. Dan tentu saja, karya novel ini ditutup dengan kesuraman, pertentangan dan kekerasan antara sektarian Hindu-Islam, dan Nikhil terluka parah. Gora mengambil tema yang sama, yang akhirnya menjadi sebuah kontroversi berkenaan dengan "Identitas India". Sebagaimana hal-nya dengan Ghare Baire, permasalahan tentang identitas diri (Jāti), kebebasan pribadi dan agama dikemas dalam sebuah cerita keluarga dengan bumbu cinta segitiga. Karya lain yang tak kalah hebatnya adalah Yogayog (Nexus), dimana Kumudini sang pahlawan wanita terkoyak diantara konflik dalam diri maupun dari luar. Disini Tagore mencoba mencurahkan sisi feminin dalam dirinya, melalui kesedihan ia menggambarkan kesengsaraan dan kematian seorang wanita bengali yang terperangkap dalam kehamilan, kewajiban sebagai wanita serta kehormatan wanita; secara simultan ia mengungkapkan penolakan atas sistem oligarki di tanah Bengala.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Karya-karya novel yang lainnya, menggambarkan suasana yang lebih menggembirakan: Shesher Kobita (diterjemahkan dua kali — Puisi Terakhir dan Lagu Perpisahan) banyak mengandung puisi dan rangkaian irama yang ditulis oleh karakter utamanya. Juga mengandung elemen satir — sindiran — bergaya post-modern yang kontroversial, dimana karakter pembantu dengan senang hati menyerang nilai-nilai lama, ketinggalan zaman, yang secara kebetulan, atas nama Rabindranath Tagore. Walaupun karya novel-nya adalah karya yang paling sedikit mendapat apresiasi diantara karya yang lainnya pada masa itu, pada masa kini malah mendapat perhatian untuk diangkat dan diadaptasi ke dalam karya film, oleh para sutradara seperti: Satyajit Ray. Diantara karya novel yang diangkat ke film, adalah Choker Bali dan Ghare Baire; banyak soundtrack yang dipakai dari film ini merupakan lagu-lagu yang diciptakan olehnya yang juga menciptakan aliran dalam berlagu yang dikenal dengan: rabindrasangit. Tagore juga banyak menghasilkan karya-karya non-fiksi, yang dalam penulisannya banyak mengambil topik dari Sejarah India hingga ilmu bahasa (Linguistik), dan juga termasuk karya otobiografi, catatan perjalanan, esai dan materi kuliah dan ceramah di berbagai belahan dunia yang kumpulkan dalam beberapa bagian, ikut didalamnya adalah Iurop Jatrir Patro (Surat dari Eropa) dan Manusher Dhormo (Agama Manusia).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">MUSIK DAN SENI RUPA</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tagore juga seorang musisi dan pelukis yang berbakat, yang telah mencipta dan menulis sekitar 2.230 lagu. Termasuk diantaranya rabindrasangit (Inggris: "Tagore Song"), yang mana kini telah menjadi bagian dalam kebudayaaan bangsa Bengali. Karya-karya musik Tagore, tidak dapat dipisahkan begitu saja dari karya sastranya, kebanyakan dari karya sastra tersebut menjadi lirik untuk lagu ciptaannya. Utamanya terpengaruh oleh gaya thumri, musik klasik dari Hindustani, mereka memainkan seluruh tangga nada dari emosi jiwa manusia, dimulai dari lagu-lagu pujian yang bergaya Brahmo, hingga komposisi yang bergaya erotis. Karya musiknya mengemulasi gaya warna musik klasik india, raga; dimana pada saat yang bersamaan, lagu-lagunya cenderung menirukan melodi dan irama raga secara tepat, dia juga memasukkan berbagai unsur 'musik raga' dalam karya musiknya dalam mencipta karyanya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">CERITA PENDEK</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Karya Nandalall Bose yang merupakan ilustrasi dari karya cerpen Tagore yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa inggris berjudul "The Hero", diterbitkan pada 1913 oleh Macmillan.</div><div style="text-align: justify;">Masa empat tahun dari 1891 hingga 1895, dikenal s...ebagai periode "Sadhana" (salah satu nama majalah yang diterbitkan oleh Tagore). Pada masa ini merupakan masa paling produktif dalam berkarya, menghasilkan lebih dari setengah karya yang dikemas dalam tiga volume Galpaguchchha, yang merupakan kumpulan karya cerita, memuat delapan puluh empat karya. Sebagaimana biasa ceritanya merupakan cerminan Tagore atas kehidupan dan lingkungannya, dituangkan dalam ide-ide modern dan potongan potongan cerita yang dirajut dalam pikiran sebagai sebuah cerita utuh dan mengesankan. Tagore umumnya menghubungkan satu cerita dengan cerita sebelumnya dengan kekuatan dari kegembiraan dan keriangan yang spontanitas; karakteristik ini terkoneksi dengan sangat baik sekali dengan kehidupan sehari hari Tagore di Patisar, Shajadpur dan Shilaidaha saat dia mengelola tanah milik keluarganya yang sangat luas. Disana, ia melindungi kehidupan masyarakat miskin; dengan cara ini Tagore menganalisa kehidupan mereka dengan memasuki kehidupan mereka lebih dalam. Dalam karya "The Fruitseller from Kabul", Tagore berbicara sebagai penduduk kota dan novelis yang juga menjadi pedagang dari Afganistan. Ia mencoba untuk menyelami rasa-memiliki oleh para penduduk urban di India yang lama terjebak dalam keduniawian dan dibatasi oleh kemelaratan, memberi impian dalam kehidupan yang lain di batasi oleh jarak dan kejamnya alam pegunungan: "Di suatu pagi di musim gugur, pada tahun ketika raja tua datang dan pergi untuk menaklukan; dan aku, yang tak pernah beranjak dari pojokan di Kolkata, membiarkan pikiranku mengembara ke seluruh dunia. Dalam setiap persinggahan di negara lain, hatiku tak pernah berubah... takkan jatuh tuk merajut jaringan mimpi: pegunungan, celah, hutan...". Banyak cerita Galpaguchchha yang lainnya ditulis pada periode "Sabuj Patra" (1914-1917; juga merupakan nama majalah Tagore yang lainnya).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Golpoguchchho (Kumpulan cerita) merupakan kesusastraan fiksi Bengali yang paling populer, dijadikan sebagai subyek dalam banyak karya film dan seni teater yang meraih sukses. Film Charulata garapan Satyajit Ray, diangkat dari karya novela yang penuh kontroversi, Nastanirh (The Broken Nest). Dalam Atithi (yang juga diangkat ke film), seorang Brahmana muda belia, Tarapada, berbagi tumpangan perahu dengan seorang zamindar. Anak muda ini menyatakan bahwa dia dulu kabur dari rumah, dan kemudian mengembara berkeliling. Merasa kasihan zamindar tersebut kemudian mengadopsi secara mngejutkan, menjodohkan dengan anak gadisnya sendiri. Yang mana, pada malam sebelum acara pernikahan, Tarapada kabur dari rumah zamindar. Strir Patra ("The Letter from the Wife") mngisahkan akan emansipasi wanita, yang pada masa itu sangat jarang diangkat dalam kesusastraan Bengali. Sang tokoh wanita, Mrinal, istri dari seorang pria kalangan menengah yang menganut pola patriarki — ayah memiliki kekuasaan penuh dalam keluarga) menulis surat ketika ia melakukan perjalanan (bagian dari keseluruhan cerita). Yang menceritakan kekurangan dalam hidup dan perjuangannya; dia akhirnya mengambil keputusan untuk tidak kembali kepada suaminya, dengan sebuah pernyataan "Amio bachbo. Ei bachlum" ("And I shall live. Here, I live"). Dalam karya Haimanti, menggambarkan tentang perkawinan dalam Hindu yang penuh dengan kemalangan dan penderitaan dalam perkawinan wanita Bengali, "penyakit" bermuka dua dalam kehidupan kelas menengah di India, dan bagaimana Haimanti, seorang wanita muda yang sensitif, harus mengorbankan hidupnya. Di bangian akhir, Tagore menyerang secara langsung adat Hindu yang mengagungkan Sita melakukan pengorbanan diri sebagai menentramkan keraguan dari suaminya, Rama. Tagore juga mengungkap ketegangan Hindu-Muslim dalam karya Musalmani Didi, yang dalam beragam cara pandang adalah pewujudan dari sari pati sisi kemanusian Tagore. Dalam karya yang lainnya, Darpaharan memamerkan kesadaran diri, bercerita tentang anak muda yang punya kemauan dan ambisi dalam dunia kesusastraan. Yang meskipun dia mencintai istrinya, ia berharap bisa meniti karir kesusastraannya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">PUISI</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Penyanyi lagu-lagu tradisional Bāul di Santiniketan dalam acara festival tahunan</div><div style="text-align: justify;">Sajak dan puisi karya Tagore — sangat bervariasi dalam gaya, dari gaya klasik formal hingga gaya jenaka, penuh khayalan maupun riang gembira — meneruskan aliran yang didirikan pujangga Vaishnava (|Bujangga Waisnawa) pada abad 15-16. Tagore juga mendapat pengaruh unsur kebatinan dari para Rsi-Pujangga — termasuk dari Vyasa — yang menulis Upanisad, Bhakta-Sufi mistik Kabir dan Pamprasad. Malahan karya puisinya menjadi penuh inovasi dan dewasa setelah ia membongkar musik tradisional Bengali, termasuk lagu balada yang dinyanyikan oleh para penyanyi tradisional dari Bāul — khususnya penyair Lālan Śāh. Ini — yang digali kembali dan kemudian dipopulerkan oleh Tagore — menyerupai kidung pujian Kartābhajā (populer di abad 19) yang menekankan pada Ketuhanan dan berontak pada keyakinan dan kehidupan sosial ortodok. Pada masa menetap di Shelidah, karya puisinya menekankan pada kekuatan lirik, berbicara lewat maner manus (man within the heart) atau meditasi dalam jivan devata (Tuhan didalam jiwa). Figur ini kemudian membentuk hubungan dengan ketuhanan melalui permohonan kepada semesta alam dan keadaan emosional yang saling mempengaruhi dalam drama kehidupan umat manusia. Tagore menggunakan beberapa teknik dalam puisi Bhānusimha (yang menguraikan rentetan romantisme antara Radha dan Krishna), dimana ia berulangkali melakukan perbaikan-perbaikan melalui pembelajaran selama kurun waktu tujuh puluh tahun. Belakangan, Tagore memberi respon atas kemunculan dari modernisasi dan realisme dalam kesusastraan Bengali dengan menulis karya eksperimental pada tahun 1930-an. Contoh karyanya seperti: Africa and Camalia. Ia juga kadang menulis puisi memakai Shadu Bhasha (salah satu dialek bahasa sansekerta di Bengala); kemudian belakangan ia mulai menggunakan Cholti Bhasha (dialek yang lebih populer). Karya lain yang patut dicatat adalah Manasi, Sonar Tori (Golden Boat), Balaka (Wild Geese —judulnya merupakan metafora untuk perpindahan jiwa), dan Purobi. Sonar Tori merupakan karya puisi yang paling terkenal. "Shunno nodir tire rohinu poŗi / Jaha chhilo loe gêlo shonar tori" — semua yang telah kucapai, telah dibawa keatas perahu emas — tinggal aku yang berada di belakang). Bagaimanapun juga, Gitanjali merupakan karya yang paling dikenal, membawa Tagore meraih Penghargaan Nobel dalam Sastra. Song VII of Gitanjali:</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Amar e gan chheŗechhe tar shôkol ôlongkar</div><div style="text-align: justify;">Tomar kachhe rakhe ni ar shajer ôhongkar</div><div style="text-align: justify;">Ôlongkar je majhe pôŗe milônete aŗal kôre,</div><div style="text-align: justify;">Tomar kôtha đhake je tar mukhôro jhôngkar.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tomar kachhe khaţe na mor kobir gôrbo kôra,</div><div style="text-align: justify;">Môhakobi, tomar paee dite chai je dhôra.</div><div style="text-align: justify;">Jibon loe jôton kori jodi shôrol bãshi goŗi,</div><div style="text-align: justify;">Apon shure dibe bhori sôkol chhidro tar.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Terjemahan bebas oleh Tagore (Gitanjali, verse VII):</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"My song has put off her adornments. She has no pride of dress and decoration. Ornaments would mar our union; they would come between thee and me; their jingling would drown thy whispers."</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"My poet's vanity dies in shame before thy sight. O master poet, I have sat down at thy feet. Only let me make my life simple and straight, like a flute of reed for thee to fill with music."</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">PANDANGAN POLITIK</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pandangan politik Tagore sangat kompleks, dimana ia mengkritik penjajahan bangsa-bangsa eropa, serta mendukung kaum nasionalis India. Namun, ia juga mengkritik gerakan Swadeshi yang dilakukan oleh para pemimpin gerakan nasionalis. Dilain pihak ia memberikan tekanan atas peningkatan taraf pendidikan masyarakat dan bantuan atas diri sendiri bagi bangsa India. Ia juga menghimbau bagi rakyat India untuk menerima bahwa "tidak ada yang perlu dipertanyakan atas revolusi, tetapi pendidikan yang kokoh dan penuh tujuan".</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">PANDANGAN POLITIK</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pandangan politik Tagore sangat kompleks, dimana ia mengkritik penjajahan bangsa-bangsa eropa, serta mendukung kaum nasionalis India. Namun, ia juga mengkritik gerakan Swadeshi yang dilakukan oleh para pemimpin gerakan nasi...onalis. Dilain pihak ia memberikan tekanan atas peningkatan taraf pendidikan masyarakat dan bantuan atas diri sendiri bagi bangsa India. Ia juga menghimbau bagi rakyat India untuk menerima bahwa "tidak ada yang perlu dipertanyakan atas revolusi, tetapi pendidikan yang kokoh dan penuh tujuan". Namun banyak orang yang tidak menyukai pemikirannya ini. Pada 1916, beberapa orang India mencoba melakukan pembunuhan atas dirinya saat ia berada di sebuah hotel di San Francisco, Amerika Serikat. Namun mereka urung melakukan pembunuhan, setelah mereka mendengarkan dan adu argumentasi dengan Tagore. Tagore juga membuat banyak lagu-lagu perjuangan dan pujian atas gerakan kemerdekaan India. Tagore juga mengembalikan gelar kehormatan yang diberikan oleh Kerajaan Inggris, sebagai bentuk protes atas pembantaian massal di Amritsar pada 1919 yang dikenal dengan Jallianwala Bagh Massacre. Dua buah komposisi musik Tagore yang berbau politik adalah Chitto Jetha Bhayshunyo ("Where the Mind is Without Fear") dan Ekla Chalo Re (If They Answer Not to Thy Call, Walk Alone), mendapatkan perhatian dari masyarakat luas, yang mana belakangan disukai dan dipuji oleh Gandhi. Walaupun hubungannya dengan Gandhi mengalami pasang surut, Tagore merupakan kunci keberhasilan dalam memperbaiki hubungan Gandhi-Ambedkar yang berselisih, bersangkutan dengan pemilahan bagi kaum kasta rendahan dalam pemilihan umum.</div><div style="text-align: justify;">Tagore juga mengkritik pendidikan ortodok, menyerang dalam karya cerpen "The Parrot's Training", dimana seekor burung — yang akhirnya mati — dikurung dalam sangkar oleh pengajarnya dan dijejali dengan pelajaran dari buku. Pandangan ini membawa Tagore — saat ia mengunjungi Santa Barbara, California pada 11 Oktober 1917 —: untuk memikirkan sebuah pola universitas baru, berhasrat untuk "menjadikan ashram miliknya di Shantiniketan sebagai benang penghubung antara India dengan dunia ... dan pusat pendidikan umat manusia ... yang melintasi batas bangsa dan geografis. Sekolah — yang kemudian ia namakan Visva-Bharati —; dilakukan peletakan batu pertama pada 22 Desember 1918; dan pembukaannya pada 22 Desember 1921. Disini ia menerapkan stuktur pedagogi brahmacharya dengan menyediakan para guru guna memberikan bimbingan individu bagi para siswa. Tagore bekerja keras untuk mendapatkan dana dan staf pengajar bagi sekolah ini, termasuk mengkontribusikan semua hadiah yang didapatkan dari Penghargaan Nobel yang ia menangkan. Tugasnya sebagai mentor dan pembantu di Shantiniketan membuat ia sibuk; di pagi hari, ia mengajar di kelas dan menyusun buku pelajaran bagi para siswa di siang dan malam harinya. Tagore juga menggalang dana dari Eropa dan Amerika Serikat, antara tahun 1919 hingga 1921</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">WARISAN SANG MAESTRO</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dampak yang dapat dirasakan pasca kematian Tagore adalah dilaksanakan berbagai festival diseluruh dunia sebagai bentuk penghormatan terhadapnya — sebagai contoh adalah festival tahunan Kabipranam (Ulang Tahun Tagore) di Benggala, Festival Tagore yang digelar setiap tahun di Urbana, Illinois, Amerika Serikat, Rabindra Path Parikrama yaitu sebuah acara napak tilas perjalanan suci dari Kolkatta menuju Shantiniketan, dan acara pembacaan kembali karya-karya sastra Tagore dalam perayaan-perayaan tahunan. Warisan budaya ini terlihat begitu gamblang dalam kehidupan bangsa Bengali, yang menyentuh dalam segenap aspek kehidupan, dari bahasa dan seni hingga sejarah dan kehidupan politik; tentunya juga Amartya Sen, penerima Nobel Sastra, memberikan catatan, bahkan bagi masyarakat Bengali modern, Tagore adalah tokoh besar, seorang pemikir kontemporer yang amat sangat relevan. Tagore mengumpulkan tulisan berbahasa Bengali — Rabīndra Racanāvalī, 1939 — merupakan salah satu harta kekayaan budaya Bengali yang amat berharga, dimana Tagore sendiri diproklamirkan sebagai "pujangga terhebat yang dilahirkan India". Ia juga sangat dikenal di Eropa, Amerika Utara dan Asia Timur. Ia adalah kunci dalam pendirian Dartington Hall School, sebuah institusi pendidikan progresif; di Jepang, ia memberi pengaruh pada Yasunari Kawabata, seorang penerima penghargaan Nobel juga. Karya-karya Tagore diterjemahkan kedalam banyak bahasa-bahasa di Eropa — sebuah proses yang diawali oleh pakar indologi berkebangsaan Ceko, Vincent Slesny dan penerima penghargaan Nobel Sastra dari Perancis, André Gide — termasuk juga dalam bahasa Rusia, Inggris, Belanda, Jerman, Spanyol dan yang lainnya. Di Amerika Serikat, Tagore populer saat memberikan kuliah (khususnya pada masa 1916-1917) yang banyak dihadiri pengunjung.</div><div style="text-align: justify;">Karya Tagore yang diterjemahkan kedalam bahasa Spanyol membawa pengaruh bagi figur-figur sastra Spanyol, termasuk diantaranya Chileans Pablo Neruda dan Gabriela Mistral, sastrawan Meksiko, Octavio Paz dan sastrawan berkebangsaan Spanyol José Ortega y Gasset, Zenobia Camprubí dan Juan Ramón Jiménez. Antara tahun 1914 dan 1922, pasangan suami istri Jiménez-Camprubí menterjemahkan tidak kurang dari duapuluh dua buah karya Tagore dari bahasa Inggris ke bahasa Spanyol.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pengaruh Tagore, tidak hanya berkisar di Eropa dan Amerika, di Indonesia pun Tagore dikenal dan di kota Surakarta, salah satu ruas jalan diberi nama sang maestro. Pengaruh-pengaruh Tagore dalam dunia pendidikan, banyak diadopsi oleh para pejuang kemanusiaan, termasuk salah satunya adalah Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Indonesia. Shantiniketan menjadi sumber inspirasi beliau dalam mendirikan Taman Siswa di Yogyakarta. Selain itu, beranjak dari karya besarnya pula, taman pendidikan Shantiniketan dijadikan sebagai salah satu acuan dalam sistem pelaksanaan pendidikan di Pondok Gontor selain Universitas Al-Azhar di Kairo, Mesir, Pondok Syanggit di Afrika Utara, Universitas Aligarh di India.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tagore meninggalkan warisan yang teramat besar pada dunia, tidak hanya dengan karya-karya sastra, seni dan budaya, namun pemikiran, filsafat dan kehidupannya terus berkembang dan menjadi sumber inspirasi bagi dunia dan umat manusia. </div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8065793680064854008.post-73114230339401011872011-05-01T01:47:00.000-07:002011-05-01T01:47:08.163-07:00Kyai Haji Ahmad Dahlan 1968-1923<div class="separator" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em; text-align: center;"><img border="0" height="200" src="http://masjidannuur.files.wordpress.com/2009/12/ahmad-dahlan.jpg" width="200" /></div><br />
<div style="text-align: justify;">Kyai Haji Ahmad Dahlan (1968-1923) adalah seorang Pahlawan Nasional. Merupakan putera keempat dari tujuh bersaudara dari keluarga K.H. Abu Bakar. KH Abu Bakar adalah seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kasultanan Yogyakarta pada masa itu, dan ibu dari K.H. Ahmad Dahlan adalah puteri dari H. Ibrahim yang juga menjabat penghulu Kasultanan Yogyakarta pada masa itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">keluarga dan pendidikan</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Nama kecil K.H. Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwisy. Ia merupakan anak keempat dari tujuh orang bersaudara yang keseluruhanya saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Dalam silsilah ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, seorang wali besar dan seorang yang terkemuka diantara Wali Songo, yang merupakan pelopor pertama dari penyebaran dan pengembangan Islam di Tanah Jawa (Kutojo dan Safwan, 1991). Adapun silsilahnya ialah Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan) bin KH. Abu Bakar bin KH. Muhammad Sulaiman bin Kyai Murtadla bin Kyai Ilyas bin Demang Djurung Djuru Kapindo bin Demang Djurung Djuru Sapisan bin Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom) bin Maulana Muhammad Fadlullah (Prapen) bin Maulana 'Ainul Yaqin bin Maulana Ishaq bin Maulana Malik Ibrahim (Yunus Salam, 1968: 6).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pada umur 15 tahun, beliau pergi haji dan tinggal di Mekkah selama lima tahun. Pada periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, beliau berganti nama menjadi Ahmad Dahlan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pada tahun 1903, beliau bertolak kembali ke Mekah dan menetap selama dua tahun. Pada masa ini, beliau sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, K. H. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman, Yogyakarta.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sepulang dari Mekkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah (Kutojo dan Safwan, 1991). Disamping itu KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. la juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari perkawinannya dengan Ibu Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Beliau pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta (Yunus Salam, 1968: 9).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Beliau dimakamkan di KarangKajen, Yogyakarta.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pengalaman organisasi</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Disamping aktif dalam menggulirkan gagasannya tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, ia juga tidak lupa akan tugasnya sebagai pribadi yang mempunyai tanggung jawab pada keluarganya. Disamping itu, ia juga dikenal sebagai seorang wirausahawan yang cukup berhasil dengan berdagang batik yang saat itu merupakan profesi entrepreneurship yang cukup menggejala di masyarakat.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sebagai seorang yang aktif dalam kegiatan bermasyarakat dan mempunyai gagasan-gagasan cemerlang, Dahlan juga dengan mudah diterima dan dihormati di tengah kalangan masyarakat, sehingga ia juga dengan cepat mendapatkan tempat di organisasi Jam'iyatul Khair, Budi Utomo, Syarikat Islam dan Comite Pembela Kanjeng Nabi Muhammad SAW.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pada tahun 1912, Ahmad Dahlan pun mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita pembaharuan Islam di bumi Nusantara. Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu pembaharuan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. la ingin mengajak umat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan al-Qur'an dan al-Hadits. Perkumpulan ini berdiri bertepatan pada tanggal 18 Nopember 1912. Dan sejak awal Dahlan telah menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik tetapi bersifat sosial dan bergerak di bidang pendidikan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Gagasan pendirian Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan ini juga mendapatkan resistensi, baik dari keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya. Berbagai fitnahan, tuduhan dan hasutan datang bertubi-tubi kepadanya. la dituduh hendak mendirikan agama baru yang menyalahi agama Islam. Ada yang menuduhnya kyai palsu, karena sudah meniru-niru bangsa Belanda yang Kristen dan macam-macam tuduhan lain. Bahkan ada pula orang yang hendak membunuhnya. Namun rintangan-rintangan tersebut dihadapinya dengan sabar. Keteguhan hatinya untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan pembaharuan Islam di tanah air bisa mengatasi semua rintangan tersebut.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pada tanggal 20 Desember 1912, Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum. Permohonan itu baru dikabulkan pada tahun 1914, dengan Surat Ketetapan Pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus 1914. Izin itu hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta dan organisasi ini hanya boleh bergerak di daerah Yogyakarta. Dari Pemerintah Hindia Belanda timbul kekhawatiran akan perkembangan organisasi ini. Itulah sebabnya kegiatannya dibatasi. Walaupun Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain seperti Srandakan, Wonosari dan Imogiri dan lain-Iain tempat telah berdiri cabang Muhammadiyah. Hal ini jelas bertentangan dengan keinginan pemerintah Hindia Belanda. Untuk mengatasinya, maka KH. Ahmad Dahlan menyiasatinya dengan menganjurkan agar cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta memakai nama lain. Misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Ujung Pandang dengan nama Al Munir, di Garut dengan nama Ahmadiyah . Sedangkan di Solo berdiri perkumpulan Siddiq Amanah Tabligh Fathonan (SATF) yang mendapat pimpinan dari cabang Muhammadiyah. Bahkan dalam kota Yogyakarta sendiri ia menganjurkan adanya jama'ah dan perkumpulan untuk mengadakan pengajian dan menjalankan kepentingan Islam. Perkumpulan-perkumpulan dan Jama'ah-jama'ah ini mendapat bimbingan dari Muhammadiyah, yang diantaranya ialah Ikhwanul Muslimin, Taqwimuddin, Cahaya Muda, Hambudi-Suci, Khayatul Qulub, Priya Utama, Dewan Islam, Thaharatul Qulub, Thaharatul Aba, Ta'aqanu ala birri, Ta'aruf bima kanu wal Fajri, Wal Ashri, Jamiyatul Muslimin, Syahratul Mubtadi (Kutojo dan Safwan, 1991: 33).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Gagasan pembaharuan Muhammadiyah disebarluaskan oleh Ahmad Dahlan dengan mengadakan tabligh ke berbagai kota, disamping juga melalui relasi-relasi dagang yang dimilikinya. Gagasan ini ternyata mendapatkan sambutan yang besar dari masyarakat di berbagai kota di Indonesia. Ulama-ulama dari berbagai daerah lain berdatangan kepadanya untuk menyatakan dukungan terhadap Muhammadiyah. Muhammadiyah makin lama makin berkembang hampir di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, pada tanggal 7 Mei 1921 Dahlan mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Permohonan ini dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 2 September 1921.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sebagai seorang yang demokratis dalam melaksanakan aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, Dahlan juga memfasilitasi para anggota Muhammadiyah untuk proses evaluasi kerja dan pemilihan pemimpin dalam Muhammadiyah. Selama hidupnya dalam aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, telah diselenggarakan dua belas kali pertemuan anggota (sekali dalam setahun), yang saat itu dipakai istilah AIgemeene Vergadering (persidangan umum).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pahlawan Nasional</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Atas jasa-jasa KH. Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran bangsa ini melalui pembaharuan Islam dan pendidikan, maka Pemerintah Rapublik Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional dengan surat Keputusan Presiden no. 657 tahun 1961. Dasar-dasar penetapan itu ialah sebagai berikut:</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">1. KH. Ahmad Dahlan telah mempelopori kebangkitan ummat Islam untuk menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan berbuat;</div><div style="text-align: justify;">2. Dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya, telah banyak memberikan ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan, kecerdasan, dan beramal bagi masyarakat dan umat, dengan dasar iman dan Islam;</div><div style="text-align: justify;">3. Dengan organisasinya, Muhammadiyah telah mempelopori amal usaha sosial dan pendidikan yang amat diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa, dengan jiwa ajaran Islam; dan</div><div style="text-align: justify;">4. Dengan organisasinya, Muhammadiyah bagian wanita (Aisyiyah) telah mempelopori kebangkitan wanita Indonesia untuk mengecap pendidikan dan berfungsi sosial, setingkat dengan kaum pria</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8065793680064854008.post-49598378808965937962011-05-01T01:42:00.000-07:002011-05-01T01:42:19.444-07:00K.H M.Hasyim Asy’ari 1871-1947<div class="separator" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em; text-align: center;"><img border="0" height="132" src="http://biografiparasufi.files.wordpress.com/2011/03/kh-hasyim-asari-1.jpg?w=276&h=183" width="200" /></div><br />
<br />
<div style="text-align: justify;">Nama lengkap K. H. Hasyim Asy’ari adalah Muhammad Hasyim Asy’ari ibn ‘Abd Al-Wahid. Ia lahir di Gedang, sebuah desa di daerah Jombang, Jawa Timur, pada hari selasa kliwon 24 Dzu Al-Qa’idah 1287 H. bertepatan dengan tanggal 14 Februari 1871.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Asal-usul dan keturunan K.H M.Hasyim Asy’ari tidak dapat dipisahkan dari riwayat kerajaan Majapahit dan kerajaan IslamDemak. Salasilah keturunannya, sebagaimana diterangkan oleh K.H. A.Wahab Hasbullah menunjukkan bahawa leluhurnya yang tertinggi ialah neneknya yang kedua iaitu Brawijaya VI. Ada yang mengatakan bahawa Brawijaya VI adalah Kartawijaya atau Damarwulan dari perkahwinannya dengan Puteri Champa lahirlah Lembu Peteng (Brawijaya VII).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Semasa hidupnya, ia mendapatkan pendidikan dari ayahnya sendiri, terutama pendidikan di bidang ilmu-ilmu Al-Qur’an dan literatur agama lainnya. Setelah itu, ia menjelajah menuntut ilmu ke berbagai pondok pesantren, terutama di Jawa, yang meliputi Shone, Siwilan Buduran, Langitan Tuban, Demangan Bangkalan, dan Sidoarjo, ternyata K. H. Hasyim Asy’ari merasa terkesan untuk terus melanjutkan studinya. Ia berguru kepada K. H. Ya’kub yang merupaka kiai di pesantren tersebut. Kiai Ya’kub lambat laun merasakan kebaikan dan ketulusan Hasyim Asy’ari dalam perilaku kesehariannya, sehingga kemudian ia menjodohkannya dengan putrinya, Khadijah. Tepat pada usia 21 tahun, tahun 1892, Hasyim Asy’ari melangsungkan pernikahan dengan putri K. H. Ya’kub tersebut.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Setelah nikah, K. H. Hasyim Asy’ari bersama istrinya segera melakukan ibadah haji. Sekembalinya dari tanah suci, mertua K. H. Hasyim Asy’ari menganjurkannya menuntut ilmu di Mekkah. Dimungkinkan, hal ini didorong oleh tradisi pada saat itu bahwa seorang ulama belumlah dikatakan cukup ilmunya jika belum mengaji di Mekkah selama bertahun-tahun. Di tempat itu, K. H. Hasyim Asy’ari mempelajari berbagai macam disiplin ilmu, diantaranya adalah ilmu fiqh Syafi’iyah dan ilmu Hadits, terutama literatur Shahih Bukhari dan Muslim.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Disaat K. H. Hasyim Asy’ari bersemangat belajar, tepatnya ketika telah menetap 7 bulan di Mekkah, istrinya meninggal dunia pada waktu melahirkan anaknya yang pertama sehingga bayinya pun tidak terselamatkan. Walaupun demikian, hal ini tidak mematahkan semangat belajarnya untuk menuntut ilmu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">K. H. Hasyim Asy’ari semasa tinggal di Mekkah berguru kepada Syekh Ahmad Amin Al-Athar, Sayyid Sultan ibn Hasyim, Sayyid Ahmad ibn Hasan Al-Athar, Syekh Sayyid Yamani, Sayyid Alawi ibn Ahmad As-Saqqaf, Sayyid Abbas Maliki, Sayid ‘Abd Allah Al-Zawawi. Syekh Shaleh Bafadhal, dan Syekh Sultan Hasyim Dagastani.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ia tinggal di Mekkah selama 7 tahun. Dan pada tahun 1900 M. atau 1314 H. K. H. Hasyim Asy’ari pulang ke kampung halamannya. Di tempat itu ia membuka pengajian keagamaan yang dalam waktu yang relatif singkat menjadi terkenal di wilayah Jawa.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">KARYA-KARYANYA</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Karya-karya Kiai Hasyim banyak yang merupakan jawaban atas berbagai problematika masyarakat. Misalnya, ketika umat Islam banyak yang belum faham persoalan tauhid atau aqidah, Kiai Hasyim lalu menyusun kitab tentang aqidah, diantaranya Al-Qalaid fi Bayani ma Yajib min al-Aqaid, Ar-Risalah al-Tauhidiyah, Risalah Ahli Sunnah Wa al-Jama’ah, Al-Risalah fi al-Tasawwuf, dan lain sebagainya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kiai Hasyim juga sering menjadi kolumnis di majalah-majalah, seperti Majalah Nahdhatul Ulama’, Panji Masyarakat, dan Swara Nahdhotoel Oelama’. Biasanya tulisan Kiai Hasyim berisi jawaban-jawaban atas masalah-masalah fiqhiyyah yang ditanyakan banyak orang, seperti hukum memakai dasi, hukum mengajari tulisan kepada kaum wanita, hukum rokok, dll. Selain membahas tentang masail fiqhiyah, Kiai Hasyim juga mengeluarkan fatwa dan nasehat kepada kaum muslimin, seperti al-Mawaidz, doa-doa untuk kalangan Nahdhiyyin, keutamaan bercocok tanam, anjuran menegakkan keadilan, dan lain-lain.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sebagai seorang intelektual, K. H. Hasyim Asy’ari telah menyumbangkan banyak hal yang berharga bagi pengembangan peradaban, diantaranya adalah sejumlah literatur yang berhasil ditulisnya. Karya-karya tulis K. H. Hasyim Asy’ari yang terkenal adalah sebagai berikut: (1) Adab Al-‘Alim wa Al-Muta’allimin, (2) Ziyadat Ta’liqat, (3) Al-Tanbihat Al-Wajibat Liman, (4) Al-Risalat Al-Jami’at, (5) An-Nur Al-Mubin fi Mahabbah Sayyid Al-Mursalin, (6) Hasyiyah ‘Ala Fath Al-Rahman bi Syarh Risalat Al-Wali Ruslan li Syekh Al-Isam Zakariya Al-Anshari, (7) Al-Durr Al-Muntatsirah fi Al-Masail Al-Tis’i Asyrat, (8) Al-Tibyan Al-Nahy’an Muqathi’ah Al-Ikhwan, (9) Al-Risalat Al-Tauhidiyah, (10) Al-Qalaid fi Bayan ma Yajib min Al-‘Aqaid.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kitab ada Al-‘Alim wa Al-Muta’allimin merupakan kitab yang berisi tentang konsep pendidikan. Kitab ini selesai disusun hari Ahad pada tanggal 22 Jumadi Al-Tsani tahun 1343. K. H. Hasyim Asy’ari menulis kitab ini didasari oleh kesadaran akan perlunya literatur yang membahas tentang etika (adab) dalam mencari ilmu pengetahuan. Menuntut ilmu merupakan pekerjaan agama yang sangat luhur sehingga orang yang mencarinya harus memperlihatkan etika-etika yang luhur pula</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">PEMIKIRAN K. H. HASYIM ASY’ARI</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">KH Hasyim Asy’ari menganjurkan kepada para kiai dan guru-guru agama agar memiliki perhatian serius kepada masalah ekonomi untuk kemaslahatan; “kenapa tidak kalian dirikan saja satu badan usaha, yang setiap wilayah ada satu badan usaha yang mandiri.” Demikian pernyataan KH Hasyim Asy’ari ketika mendeklarasikan berdirinya Nahdlah at-Tujjar.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Berangkat dari kesadaran itulah Nahdlah at-Tujjar didirikan, dengan satu badan usaha yang ketika itu disebut Syirkah al-Inan, yang kemudian hari ketika NU berdiri wadah ekonomi tersebut berganti nama dengan Syirkah al-Mu’awanah.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ketika organisasi sosial keagamaan masyumi dijadikan partai politik pada 1945, Kiai Hasyim terpilih sebagai ketua umum. Setahun kemudian, 7 September 1947 (1367 H), K. H. Muhammad Hasyim Asy’ari, yang bergelar Hadrat Asy-Syaikh wafat. Berdasarkan keputusan Presiden No. 29/1964, ia diakui sebagai seorang pahlawan kemerdekaan nasional, suatu bukti bahwa ia bukan saja tokoh utama agama, tetapi juga sebagai tokoh nasional.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pada tahun 1930 dalam muktamar NU ke-3 kiai Hasyim selaku Rais Akbar menyampaikan pokok-pokok pikiran mengenai organisasi NU. Pokok-pokok pikiran inilah yang kemudian dikenal sebagai Qanun Asasi Jamiah NU (undang-undang dasar jamiah NU).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">MENGENAI PENDIDIKAN :</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tepat pada tanggal 26 Rabi’ Al-Awwal 120 H. bertepatan 6 Februari 1906 M., Hasyim Asy’ari mendirikan Pondok Pesantren Tebuireng. Oleh karena kegigihannya dan keikhlasannya dalam menyosialisakan ilmu pengetahuan, dalam beberapa tahun kemudian pesantren relatif ramai dan terkenal</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">NAHDATUL ULAMA :</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tanggal 31 Januari 1926, bersama dengan tokoh-tokoh Islam tradisional, Kiai Hasyim Asy’ari mendirikan Nahdlatul Ulama, yang berarti kebangkitan ulama. Organisasi ini pun berkembang dan banyak anggotanya. Pengaruh Kiai Hasyim Asy’ari pun semakin besar dengan mendirikan organisasi NU, bersama teman-temannya. Itu dibuktikan dengan dukungan dari ulama di Jawa Tengah dan Jawa Timur.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">K. H. Hasyim Asy’ari dikenal sebagai salah seorang pendiri NU (Nahdatul Ulama). Pada masa pendudukan Jepang, Hasyim Asy’ari pernah ditahan selama 6 bulan, karena dianggap menentang penjajahan Jepang di Indonesia. Karena tuduhan itu tidak terbukti, ia dibebaskan dari tahanan, atas jasa-jasanya dalam perjuangan melawan penjajah Belanda dan Jepang, Hasyim Asy’ari dianugerahi gelar pahlawan kemerdekaan nasional oleh Presiden RI.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">KESIMPULAN :</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dari pemaparan di atas, dapatlah diketahui bahwa ketokohan kiai Hasyim Asy’ari dikalangan masyarakat dan organisasi Islam tradisional bukan saja sangat sentral tetapi juga menjadi tipe utama seorang pemimpin, sebagaimana diketahui dalam sejarah pendidikan tradisional, khususnya di Jawa. Peranan kiai Hasyim Asy’ari yang kemudian dikenal dengan sebutanHadrat Asy-Syaikh (guru besar di lingkungan pesantren).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Peranan kiai Hasyim Asy’ari sangat besar dalam pembentukan kader-kader ulama pemimpin pesantren, terutama yang berkembang di Jawa Timur dan Jawa Tengah.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dalam bidang organisasi keagamaan, ia pun aktif mengoganisir perjuangan politik melawan kolonial untuk menggerakkan masa, dalam upaya menentang dominasi politik Belanda.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dan pada tanggal 7 September 1947 (1367 H), K. H. Hasyim Asy’ari, yang bergelar Hadrat Asy-Syaikh wafat. Berdasarkan keputusan Presiden No. 29/1964, ia diakui sebagai seorang pahlawan kemerdekaan nasional, suatu bukti bahwa ia bukan saja tokoh utama agama, tetapi juga sebagai tokoh nasional.</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8065793680064854008.post-74457838279695327112011-05-01T01:28:00.000-07:002011-05-01T01:28:54.467-07:00Cut Nyak Dien 1848-1908<div class="separator" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em; text-align: center;"><img border="0" height="200" src="http://2.bp.blogspot.com/_OaL859xpOZ8/TKa7u5suFwI/AAAAAAAAABg/wRLuiAvZw1I/s200/cut-nyak-dhien.jpg" width="190" /></div><br />
<div style="text-align: justify;">Nangroe Aceh Darussalam merupakan daerah yang banyak melahirkan pahlawan perempuan yang gigih tidak kenal kompromi melawan kaum imperialis. Cut Nyak Dien merupakan salah satu dari perempuan berhati baja yang di usianya yang lanjut masih mencabut rencong dan berusaha melawan pasukan Belanda sebelum ia akhirnya ditangkap.</div><div style="text-align: justify;">Pahlawan Kemerdekaan Nasional kelahiran Lampadang, Aceh, tahun 1848, ini sampai akhir hayatnya teguh memperjuangkan kemerdekaan bangsanya. Wanita yang dua kali menikah ini, juga bersuamikan pria-pria pejuang. Teuku Ibrahim Lamnga, suami pertamanya dan Teuku Umar suami keduanya adalah pejuang-pejuang kemerdekaan bahkan juga Pahlawan Kemerdekaan Nasional.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">TJOET NJAK DIEN lahir pada 1848 dari keluarga kalangan bangsawan yang sangat taat beragama. Ayahnya bernama Teuku Nanta Seutia, uleebalang VI Mukim, bagian dari wilayah Sagi XXV. Leluhur dari pihak ayahnya, yaitu Panglima Nanta, adalah keturunan Sultan Aceh yang pada permulaan abad ke-17 merupakan wakil Ratu Tajjul Alam di Sumatra Barat. Ibunda Cut Nyak Dhien adalah putri uleebalang bangsawan Lampagar.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sebagaimana lazimnya putri-putri bangsawan Aceh, sejak kecil Tjoet Njak Dien memperoleh pendidikan, khususnya pendidikan agama. Pendidikan ini selain diberikan orang tuanya, juga para guru agama. Pengetahuan mengenai rumah tangga, baik memasak maupun cara menghadapi atau melayani suami dan hal-hal yang menyangkut kehidupan sehari-hari, didapatkan dari ibunda dan kerabatnya. Karena pengaruh didikan agama yang amat kuat, didukung suasana lingkungannya, Tjoet Njak Dhien memiliki sifat tabah, teguh pendirian dan tawakal.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tjoet Njak Dien dibesarkan dalam lingkungan suasana perjuangan yang amat dahsyat, suasana perang Aceh. Sebuah peperangan yang panjang dan melelahkan. Parlawanan yang keras itu semata-mata dilandasi keyakinan agama serta perasaan benci yang mendalam dan meluap-luap kepada kaum kafir.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tjoet Njak Dien dinikahkan oleh orang tuanya pada usia belia, yaitu tahun 1862 dengan Teuku Ibrahim Lamnga putra dari uleebalang Lam Nga XIII. Perayaan pernikahan dimeriahkan oleh kehadiran penyair terkenal Abdul Karim yang membawakan syair-syair bernafaskan agama dan mengagungkan perbuatan-perbuatan heroik sehingga dapat menggugah semangat bagi yang mendengarkannya, khususnya dalam rangka melawan kafir (Snouck Hourgronje, 1985: 107). Setelah dianggap mampu mengurus rumah tangga sendiri, pasangan tersebut pindah dari rumah orang tuanya. Selanjutnya kehidupan rumah tangganya berjalan baik dan harmonis. Mereka dikaruniai seorang anak laki-laki.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Jiwa pejuang memang sudah diwarisi Cut Nyak Dien dari ayahnya yang seorang pejuang kemerdekaan yang tidak kenal kompromi dengan penjajahan. Dia yang dibesarkan dalam suasana memburuknya hubungan antara kerajaan Aceh dan Belanda semakin mempertebal jiwa patriotnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ketika perang Aceh meletus tahun 1873, suami Tjoet Njak Dien turut aktif di garis depan sehingga merupakan tokoh peperangan di daerah VI Mukim. Karena itu Teuku Ibrahim jarang berkumpul dengan istri dan anaknya. Tjoet Njak Dien mengikhlaskan keterlibatan suaminya dalam peperangan, bahkan menjadi pendorong dan pembakar semangat juang suaminya. Untuk mengobati kerinduan pada suaminya yang berada jauh di medan perang, sambil membuai sang buah hatinya ia menyanyikan syair-syair yang menumbuhkan semangat perjuangan. Ketika sesekali suaminya pulang ke rumah, maka yang dibicarakan dan dilakukan Tjoet Njak Dien tak lain adalah hal-hal yang berkaitan dengan perlawanan terhadap kaum kafir Belanda.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Begitu menyakitkan perasaaan Cut Nyak Dien akan kematian suaminya yang semuanya bersumber dari kerakusan dan kekejaman kolonial Belanda. Hati ibu muda yang masih berusia 28 tahun itu bersumpah akan menuntut balas kematian suaminya sekaligus bersumpah hanya akan menikah dengan pria yang bersedia membantu usahanya menuntut balas tersebut. Hari-hari sepeninggal suaminya, dengan dibantu para pasukannya, dia terus melakukan perlawanan terhadap pasukan Belanda.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dua tahun setelah kematian suami pertamanya atau tepatnya pada tahun 1880, Cut Nyak Dien menikah lagi dengan Teuku Umar, kemenakan ayahnya. Sumpahnya yang hanya akan menikah dengan pria yang bersedia membantu menuntut balas kematian suami pertamanya benar-benar ditepati. Teuku Umar adalah seorang pejuang kemerdekaan yang terkenal banyak mendatangkan kerugian bagi pihak Belanda.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Perlawanan terhadap Belanda kian hebat. Beberapa wilayah yang sudah dikuasai Belanda berhasil direbutnya. Dengan menikahi Tjoet Njak Dien mengakibatkan Teuku Umar kian mendapatkan dukungan. Meskipun telah mempunyai istri sebelumnya, Tjoet Njak Dien lah yang paling berpengaruh terhadap Teuku Umar. Perempuan inilah yang senantiasa membangkitkan semangat juangnya, mempengaruhi, mengekang tindakannya, sekaligus menghilangkan kebiasaan buruknya.</div><div style="text-align: justify;">Sekilas mengenai Teuku Umar. Teuku Umar terkenal sebagai seorang pejuang yang banyak taktik. Pada tahun 1893, pernah berpura-pura melakukan kerja sama dengan Belanda hanya untuk memperoleh senjata dan perlengkapan perang. Setelah tiga tahun berpura-pura bekerja sama, Teuku Umar malah berbalik memerangi Belanda. Tapi dalam satu pertempuran di Meulaboh pada tanggal 11 Pebruari 1899, Teuku Umar gugur.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sejak meninggalnya Teuku Umar, selama 6 tahun Tjoet Njak Dien mengordinasikan serangan besar-besaran terhadap beberapa kedudukan Belanda. Segala barang berharga yang masih dimilikinya dikorbankan untuk mengisi kas peperangan. Cut Nyak Dien kembali sendiri lagi. Tapi walaupun tanpa dukungan dari seorang suami, perjuangannya tidak pernah surut, dia terus melanjutkan perjuangan di daerah pedalaman Meulaboh. Dia seorang pejuang yang pantang menyerah atau tunduk pada penjajah. Tidak mengenal kata kompromi bahkan walau dengan istilah berdamai sekalipun.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Perlawanannya yang dilakukan secara bergerilya itu dirasakan Belanda sangat mengganggu bahkan membahayakan pendudukan mereka di tanah Aceh, sehingga pasukan Belanda selalu berusaha menangkapnya tapi sekalipun tidak pernah berhasil.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Keterlibatan Tjoet Njak Dien dalam perang Aceh nampak sekali ketika terjadi pembakaran terhadap Mesjid Besar Aceh. Dengan amarah dan semangat yang menyala-nyala berserulah ia, “Hai sekalian mukmin yang bernama orang Aceh! Lihatlah! Saksikan sendiri dengan matamu mesjid kita dibakarnya! Mereka menentang Allah Subhanahuwataala, tempatmu beribadah dibinasakannya! Nama Allah dicemarkannya! Camkanlah itu! Janganlah kita melupakan budi si kafir yang serupa itu! Masih adakah orang Aceh yang suka mengampuni dosa si kafir yang serupa itu? Masih adakah orang Aceh yang suka menjadi budak Belanda?” (Szekely Lulofs, 1951:59).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Lama-lama pasukan Tjoet Njak Dien melemah. Kehidupan putri bangsawan ini kian sengsara akibat selalu hidup di dalam hutan dengan makanan seadanya. Usianya kian lanjut, kesehatannya kian menurun, seiring dengan bertambahnya usia, Cut Nyak Dien pun semakin tua. Penglihatannya mulai rabun dan berbagai penyakit orang tua seperti encok pun mulai menyerang. Di samping itu jumlah pasukannya pun semakin berkurang, ditambah lagi situasi yang semakin sulit memperoleh makanan. Tapi, ketika Pang Laot Ali, tangan kanan sekaligus panglimanya, menawarkan untuk menyerah sebagai jalan pembebasan dari kehidupan yang serba terpencil dan penuh penderitaan ini, Tjoet Njak Dien menjadi sangat marah. Pang Laot Ali tetap tak sampai hati melihat penderitaan pimpinannya. Akhirnya ia menghianatinya. Kepada Belanda ia melaporkan persembunyiannya dengan beberapa syarat, di antaranya jangan melakukan kekerasan dan harus menghormatinya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Begitu teguhnya pendirian Cut Nyak Dien sehingga ketika sudah terkepung dan hendak ditangkap pun dia masih sempat mencabut rencong dan berusaha melawan pasukan Belanda. Pasukan Belanda yang begitu banyak akhirnya berhasil menangkap tangannya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ketika tertangkap wanita yang sudah tak berdaya dan rabun ini, mengangkat kedua belah tangannya dengan sikap menentang. Dari mulutnya terucap kalimat, “Ya Allah ya Tuhan inikah nasib perjuanganku? Di dalam bulan puasa aku diserahkan kepada kafir”.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tjoet Njak Dien marah luar biasa kepada Pang Laot Ali. Sedangkan kepada Letnan Van Vureen yang memimpin operasi penangkapan itu sikap menentang mujahidah ini masih nampak dengan mencabut rencong hendak menikamnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tapi walaupun di dalam tawanan, dia masih terus melakukan kontak atau hubungan dengan para pejuang yang belum tunduk. Tindakannya itu kembali membuat pihak Belanda berang sehingga dia pun akhirnya dibuang ke Sumedang, Jawa Barat. yang berati mengingkari salah satu butir perjanjiannya dengan Pang Laot Ali.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">DI SUMEDANG tak banyak orang tahu perempuan ini. Tua renta dan bermata rabun. Pakaiannya lusuh, dan hanya itu saja yang melekat di tubuhnya. Sebuah tasbih tak lepas dari tangannya, juga sebuah periuk nasi dari tanah liat. Dia datang ke Sumedang bersama dua pengikutnya sebagai tahanan politik Belanda, yang ingin mengasingkannya dari medan perjuangannya di Aceh pada 11 Desember 1906.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Perempuan tua itu lalu dititipkan kepada Bupati Sumedang Pangeran Aria Suriaatmaja, yang digelari Pangeran Makkah. Melihat perempuan yang amat taat beragama itu, Bupati tak menempatkannya di penjara, tetapi di rumah H. Ilyas, seorang tokoh agama, di belakang Kaum (masjid besar Sumedang). Di rumah itulah perempuan itu tinggal dan dirawat.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Di antara mereka yang datang banyak membawakan makanan atau pakaian, selain karena mereka menaruh hormat dan simpati yang besar, juga karena Ibu Perbu tak bersedia menerima apapun yang diberikan oleh Belanda.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Keadaan ini terus berlangsung hingga 6 November 1908, saat Ibu Perbu meninggal dunia. Dimakamkan secara hormat di Gunung Puyuh, sebuah komplek pemakaman para bangsawan pangeran Sumedang, tak jauh dari pusat kota Sumedang. Sampai wafatnya, masyarakat Sumedang belum tahu siapa sesungguhnya perempuan yang banyak memberikan manfaat bagi masyarakat itu, bahkan hingga kemerdekaan Indonesia.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ketika masyarakat Sumedang beralih generasi dan melupakan Ibu Perbu, pada tahun 60-an berdasarkan keterangan dari pemerintah Belanda baru diketahui bahwa Tjoet Njak Dhien, seorang pahlawan wanita Aceh yang terkenal telah diasingkan ke Pulau Jawa, Sumedang, Jawa Barat. Pengasingan itu berdasarkan Surat Keputusan No. 23 (Kolonial Verslag 1907:12). Akhirnya dengan mudah dapat dipastikan bahwa Ibu Perbu tak lain adalah Tjoet Njak Dhien yang diasingkan Belanda bersama seorang panglima berusia 50 tahun dan seorang kemenakannya bernama Teungku Nana berusia 15 tahun.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Perjuangan Tjoet Njak Dien menimbulkan rasa takjub para pakar sejarah asing, sehingga banyak buku yang melukiskan kehebatan pejuang wanita ini. Zentgraaff mengatakan, para wanita lah yang merupakan de leidster van het verzet (pemimpin perlawanan) terhadap Belanda dalam perang besar itu. Aceh mengenal Grandes Dames (wanita-wanita besar) yang memegang peranan penting dalam berbagai sektor.</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8065793680064854008.post-34568853599079613892011-05-01T01:24:00.000-07:002011-05-01T01:24:19.070-07:00R.M. Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara) 1889-1959<div style="text-align: justify;"></div><div class="separator" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em; text-align: justify;"><img border="0" height="200" src="http://1.bp.blogspot.com/-EbiiRoWGqTA/TXvBb4iY7XI/AAAAAAAAACc/zwwsG6IFEs4/s200/Ki-Hajar-Dewantara.jpg" width="157" /></div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;">Keras tapi Tidak Kasar. Inilah ciri khas kepribadian Ki Hajar yang diakui rekan-rekan sejawatnya. Kras maar nooit grof, keras namun tidak pernah kasar. Kesetiaan pada sikapnya ini terlihat jelas pada setiap kiprahnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ketika partainya, Partai Hindia atau Indische Partij (IP) dibredel pemerintah Belanda (1912), dia tidak putus asa. Kritik pedas kepada penjajah juga dilancarkan lewat artikelnya dalam de Express November 1913, berjudul Als ik eens Nederlander was (Seandainya saya orang Belanda). Dengan sindiran tajam, tulisan itu menyatakan rasa malunya merayakan hari kemerdekaan negerinya dengan memungut uang dari rakyat Hindia yang terjajah. Soewardi bahkan mengirim telegram kepada Ratu Belanda berisi usulan untuk mencabut pasal 11 RR (Regerings Reglement – UU Pemerintahan Negeri Jajahan) yang melarang organisasi politik di Hindia-Belanda. Karuan saja, akibat tulisan itu Ki Hajar dibuang ke Belanda pada Oktober 1914. Padahal dia baru saja mempersunting R.A. Sutartinah. Jadi, terpaksa dia harus berbulan madu di pengasingan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dalam masa pembuangan itu tidak dia sia-siakan untuk mendalami masalah pendidikan dan pengajaran, sehingga berhasil memperoleh Europesche Akte. Setelah kembali ke tanah air di tahun 1918, ia mencurahkan perhatian di bidang pendidikan sebagai bagian dari alat perjuangan meraih kemerdekaan. Diwujudnyatakan bersama rekan-rekan seperjuangan dengan mendirikan Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa atau lebih dikenal dengan Perguruan Nasional Tamansiswa pada 3 Juli 1922, sebuah perguruan yang bercorak nasional.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Perguruan nasional Taman Siswa mencoba memadukan model pendidikan barat dengan budaya-budaya negeri sendiri. Namun, kurikulum pemerintah Hindia Belanda tidak diajarkan, karena garis perjuangan Ki Hajar bersifat non-kooperasi terhadap pemerintah kolonial. Sifatnya mandiri.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tak hanya dalam bersikap, secara fisikpun Ki Hajar memiliki keberanian yang mencengangkan. Ini terkuak dalam peristiwa rapat umum di Lapangan Ikada (sekarang Monas), 19 September 1945. Saat itu pemerintah R.I. menghadapi tantangan, apakah presiden dan jajaran kabinetnya berani menembus kepungan senjata tentara Jepang di sekeliling lapangan. Sebagian menuntut Presiden, Wapres, dan segenap anggota kabinet hadir di Lapangan Ikada agar tidak mengecewakan rakyat. Yang lain menolaknya denga n pertimbangan keselamatan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Akhirnya, semua sepakat untuk hadir. Tapi, siapa menteri yang harus membuka jalan memasuki Lapangan Ikada, sebelum rombongan presiden. Karena ada kemungkinan Jepang membantai rombongan menteri yang pertama masuk Ikada untuk mencegah keberhasilan Pemerintah RI menyatakan eksistensinya kepada rakyat dan dunia internasional. Pada saat kritis inilah sebagai Menteri Pengajaran Ki Hajar unjuk keberanian. Bersama Menlu Mr. Achmad Subarjo, Mensos Mr. Iwa Kusuma Sumantri, ia menyediakan tubuhnya menjadi tameng. Padahal bapak enam anak itu bisa dibilang tak lagi muda. Ketika diingatkan oleh Sesneg Abdul Gafur Pringgodigdo, “Ingat, Ki Hajar ‘kan sudah tua.” “Justru karena itulah, mati pun tidak mengapa,” jawab Ki Hajar enteng.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sebagai Bapak Pendidikan Nasional Indonesia dan pendiri Tamansiswa, Ki Hajar memang tidak sendirian berjuang menanamkan jiwa merdeka bagi rakyat melalui bidang pendidikan. Namun telah diakui dunia bahwa kecerdasan, keteladanan dan kepemimpinannya telah menghantarkan dia sebagai seorang yang berhasil meletakkan dasar pendidikan nasional Indonesia. Ki Hajar bukan saja seorang tokoh dan pahlawan pendidikan ini tanggal kelahirannya 2 Mei oleh bangsa Indonesia dijadikan hari Pendidikan Nasional, selain itu melalui surat keputusan Presiden RI no. 395 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959 Ki Hajar ditetapkan sebagai pahlawan Pergerakan Nasional. Penghargaan lainnya yang diterima oleh Ki Hajar Dewantara adalah gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Gadjah Mada di tahun 1957.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Orang seringkali lupa, semboyan tutwuri handayani adalah bagian dari kesatuan yang lengkapnya berbunyi, ing ngarso sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Di depan memberi teladan, di tengah menghidupkan gairah, di belakang memberi pengarahan. Mungkin, peristiwa di atas sekaligus bisa memberi jawaban, apakah yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin kalau anak buahnya terancam bahaya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Masalah pendidikan memang rumit. Terlebih lagi jika anggaran dananya juga sedikit. Program pendidikan yang dicita-citakan bangsa ini begitu besar, namun kesadaran pendidikannya masih sering tercium aroma komersial. Akibatnya, nilai-nilai pendidikan tergeser begitu jauh dari pusarannya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Bangsa ini perlu mewarisi buah pemikirannya tentang tujuan pendidikan yaitu memajukan bangsa secara keseluruhan tanpa membeda-bedakan agama, etnis, suku, budaya, adat, kebiasaan, status ekonomi, status sosial, dan sebagainya, serta harus didasarkan kepada nilai-nilai kemerdekaan yang asasi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Hari lahirnya, diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Sedangkan ajaran Tut Wuri Handayani dijadikan Selogan Kementrian Pendidikan Nasional.</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8065793680064854008.post-81619396566110830502011-05-01T01:06:00.000-07:002011-05-01T01:06:32.150-07:00Soe Hok Gie 1942-1969<div class="separator" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em; text-align: center;"><img border="0" height="110" src="http://siteruterubozu.files.wordpress.com/2011/03/soe-hok-gie1.jpg?w=473&h=261" width="200" /></div><br />
<div style="text-align: justify;">Soe Hok Gie adalah Orang keturunan China yang lahir pada 17 Desember 1942. Seorang putra dari pasangan Soe Lie Pit —seorang novelis— dengan Nio Hoe An. Soe Hok Gie adalah anak keempat dari lima bersaudara keluarga Soe Lie Piet alias Salam Sutrawan, Soe Hok Gie merupakan adik dari Soe Hok Djie yang juga dikenal dengan nama Arief Budiman. Sejak masih sekolah, Soe Hok Gie dan Soe Hok Djin sudah sering mengunjungi perpustakaan umum dan beberapa taman bacaan di pinggir-pinggir jalan di Jakarta.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sejak masih sekolah, Soe Hok Gie dan Soe Hok Djin sudah sering mengunjungi perpustakaan umum dan beberapa taman bacaan di pinggir-pinggir jalan di Jakarta. Menurut seseorang peneliti, sejak masih Sekolah Dasar (SD), Soe Hok Gie bahkan sudah membaca karya-karya sastra yang serius, seperti karya Pramoedya Ananta Toer. Mungkin karena Ayahnya juga seorang penulis, sehingga tak heran jika dia begitu dekat dengan sastra.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sesudah lulus SD, kakak beradik itu memilih sekolah yang berbeda, Hok Djin (Arief Budiman) memilih masuk Kanisius, sementara Soe Hok Gie memilih sekolah di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Strada di daerah Gambir. Konon, ketika duduk di bangku ini, ia mendapatkan salinan kumpulan cerpen Pramoedya: “Cerita dari Blora” —bukankah cerpen Pram termasuk langka pada saat itu?</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pada waktu kelas dua di sekolah menangah ini, prestasi Soe Hok Gie buruk. Bahkan ia diharuskan untuk mengulang. Tapi apa reaksi Soe Hok Gie? Ia tidak mau mengulang, ia merasa diperlakukan tidak adil. Akhirnya, ia lebih memilih pindah sekolah dari pada harus duduk lebih lama di bangku sekolah. Sebuah sekolah Kristen Protestan mengizinkan ia masuk ke kelas tiga, tanpa mengulang.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Selepas dari SMP, ia berhasil masuk ke Sekolah Menengan Atas (SMA) Kanisius jurusan sastra. Sedang kakaknya, Hok Djin, juga melanjutkan di sekolah yang sama, tetapi lain jurusan, yakni ilmu alam.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Selama di SMA inilah minat Soe Hok Gie pada sastra makin mendalam, dan sekaligus dia mulai tertarik pada ilmu sejarah. Selain itu, kesadaran berpolitiknya mulai bangkit. Dari sinilah, awal pencatatan perjalanannya yang menarik itu; tulisan yang tajam dan penuh kritik.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ada hal baik yang diukurnya selama menempuh pendidikan di SMA, Soe Hok Gie dan sang kakak berhasil lulus dengan nilai tinggi. Kemuidan kakak beradik ini melanjutkan ke Universitas Indonesia. Soe Hok Gie memilih ke fakultas sastra jurusan sejarah , sedangkan Hok Djin masuk ke fakultas psikologi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Di masa kuliah inilah Gie menjadi aktivis kemahasiswaan. Banyak yang meyakini gerakan Gie berpengaruh besar terhadap tumbangnya Soekarno dan termasuk orang pertama yang mengritik tajam rejim Orde Baru.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Gie sangat kecewa dengan sikap teman-teman seangkatannya yang di era demonstrasi tahun 66 mengritik dan mengutuk para pejabat pemerintah kemudian selepas mereka lulus berpihak ke sana dan lupa dengan visi dan misi perjuangan angkatan 66. Gie memang bersikap oposisif dan sulit untuk diajak kompromi dengan oposisinya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Selain itu juga Gie ikut mendirikan Mapala UI. Salah satu kegiatan pentingnya adalah naik gunung. Pada saat memimpin pendakian gunung Slamet 3.442m, ia mengutip Walt Whitman dalam catatan hariannya, “Now I see the secret of the making of the best person. It is to grow in the open air and to eat and sleep with the earth”.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pemikiran dan sepak terjangnya tercatat dalam catatan hariannya. Pikiran-pikirannya tentang kemanusiaan, tentang hidup, cinta dan juga kematian. Tahun 1968 Gie sempat berkunjung ke Amerika dan Australia, dan piringan hitam favoritnya Joan Baez disita di bandara Sydney karena dianggap anti-war dan komunis. Tahun 1969 Gie lulus dan meneruskan menjadi dosen di almamaternya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Bersama Mapala UI Gie berencana menaklukkan Gunung Semeru yang tingginya 3.676m. Sewaktu Mapala mencari pendanaan, banyak yang bertanya kenapa naik gunung dan Gie berkata kepada teman-temannya:</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">“Kami jelaskan apa sebenarnya tujuan kami. Kami katakan bahwa kami adalah manusia-manusia yang tidak percaya pada slogan. Patriotisme tidak mungkin tumbuh dari hipokrisi dan slogan-slogan. Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal objeknya. Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat. Karena itulah kami naik gunung.”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">8 Desember sebelum Gie berangkat sempat menuliskan catatannya: “Saya tak tahu apa yang terjadi dengan diri saya. Setelah saya mendengar kematian Kian Fong dari Arief hari Minggu yang lalu. Saya juga punya perasaan untuk selalu ingat pada kematian. Saya ingin mengobrol-ngobrol pamit sebelum ke semeru. Dengan Maria, Rina dan juga ingin membuat acara yang intim dengan Sunarti. Saya kira ini adalah pengaruh atas kematian Kian Fong yang begitu aneh dan begitu cepat.” Hok Gie meninggal di gunung Semeru tahun 1969 tepat sehari sebelum ulang tahunnya yang ke-27 akibat menghirup asap beracun di gunung tersebut. Dia meninggal bersama rekannya, Idhan Dhanvantari Lubis. Selanjutnya catatan selama ke Gunung Semeru lenyap bersamaan dengan meninggalnya Gie di puncak gunung tersebut.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;">24 Desember 1969 Gie dimakamkan di pemakaman Menteng Pulo, namun dua hari kemudian dipindahkan ke Pekuburan Kober, Tanah Abang. Tahun 1975 Ali Sadikin membongkar Pekuburan Kober sehingga harus dipindahkan lagi, namun keluarganya menolak dan teman-temannya sempat ingat bahwa jika dia meninggal sebaiknya mayatnya dibakar dan abunya disebarkan di gunung. Dengan pertimbangan tersebut akhirnya tulang belulang Gie dikremasi dan abunya disebar di puncak Gunung Pangrango.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Beberapa quote yang diambil dari catatan hariannya Gie:</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">“Seorang filsuf Yunani pernah menulis … nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda.”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">“Kehidupan sekarang benar-benar membosankan saya. Saya merasa seperti monyet tua yang dikurung di kebun binatang dan tidak punya kerja lagi. Saya ingin merasakan kehidupan kasar dan keras … diusap oleh angin dingin seperti pisau, atau berjalan memotong hutan dan mandi di sungai kecil … orang-orang seperti kita ini tidak pantas mati di tempat tidur.”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">“Yang paling berharga dan hakiki dalam kehidupan adalah dapat mencintai, dapat iba hati, dapat merasai kedukaan…”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Selain Catatan Seorang Demonstran, buku lain yang ditulis Soe Hok Gie adalah Zaman Peralihan, Di Bawah Lentera Merah (yang ini saya belum punya) dan Orang-Orang di Persimpangan Kiri Jalan serta riset ilmiah DR. John Maxwell Soe Hok Gie: Pergulatan Intelektual Muda Melawan Tirani.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tahun depan Mira Lesmana dan Riri Reza bersama Miles Production akan meluncurkan film berjudul “Gie” yang akan diperankan oleh Nicholas Saputra, Sita Nursanti, Wulan Guritno, Lukman Sardi dan Thomas Nawilis. Saat ini sudah memasuki tahap pasca produksi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Catatan Seorang Demonstran</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">John Maxwell berkomentar, “Gie hanya seorang mahasiswa dengan latar belakang yang tidak terlalu hebat. Tapi dia punya kemauan melibatkan diri dalam pergerakan. Dia selalu ingin tahu apa yang terjadi dengan bangsanya. Walaupun meninggal dalam usia muda, dia meninggalkan banyak tulisan. Di antaranya berupa catatan harian dan artikel yang dipublikasikan di koran-koran nasional” ujarnya. “Saya diwawancarai Mira Lesmana (produser Gie) dan Riri Reza (sutradara). Dia datang setelah membaca buku saya. Saya berharap film itu akan sukses. Sebab, jika itu terjadi, orang akan lebih mengenal Soe Hok Gie” tuturnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kata Kata Soe Hok Gie</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">* Pertanyaan pertama yang harus kita jawab adalah: Who am I? Saya telah menjawab bahwa saya adalah seorang intelektual yang tidak mengejar kuasa tapi seorang yang ingin mencanangkan kebenaran. Dan saya bersedia menghadapi ketidak-populeran, karena ada suatu yang lebih besar: kebenaran.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">* Bagiku sendiri politik adalah barang yang paling kotor. Lumpur-lumpur yang kotor. Tapi suatu saat di mana kita tidak dapat menghindari diri lagi, maka terjunlah.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">* Guru yang tak tahan kritik boleh masuk keranjang sampah. Guru bukan Dewa dan selalu benar, dan murid bukan kerbau.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">* Nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">* Saya memutuskan bahwa saya akan bertahan dengan prinsip-prinsip saya. Lebih baik diasingkan daripada menyerah terhadap kemunafikan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">* Mimpi saya yang terbesar, yang ingin saya laksanakan adalah, agar mahasiswa Indonesia berkembang menjadi "manusia-manusia yang biasa". Menjadi pemuda-pemuda dan pemudi-pemudi yang bertingkah laku sebagai seorang manusia yang normal, sebagai seorang manusia yang tidak mengingkari eksistensi hidupnya sebagai seorang mahasiswa, sebagai seorang pemuda dan sebagai seorang manusia.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">* Saya ingin melihat mahasiswa-mahasiswa, jika sekiranya ia mengambil keputusan yang mempunyai arti politis, walau bagaimana kecilnya, selalu didasarkan atas prinsip-prinsip yang dewasa. Mereka yang berani menyatakan benar sebagai kebenaran, dan salah sebagai kesalahan. Dan tidak menerapkan kebenaran atas dasar agama, ormas, atau golongan apapun.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">* Masih terlalu banyak mahasiswa yang bermental sok kuasa. Merintih kalau ditekan, tetapi menindas kalau berkuasa. Mementingkan golongan, ormas, teman seideologi dan lain-lain. Setiap tahun datang adik-adik saya dari sekolah menengah. Mereka akan jadi korban-korban baru untuk ditipu oleh tokoh-tokoh mahasiswa semacam tadi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">* Sejarah dunia adalah sejarah pemerasan. Apakah tanpa pemerasan sejarah tidak ada? Apakah tanpa kesedihan, tanpa pengkhianatan, sejarah tidak akan lahir?</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">* Bagiku perjuangan harus tetap ada. Usaha penghapusan terhadap kedegilan, terhadap pengkhianatan, terhadap segala-gala yang non humanis…</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">* Kita seolah-olah merayakan demokrasi, tetapi memotong lidah orang-orang yang berani menyatakan pendapat mereka yang merugikan pemerintah.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">* Bagi saya KEBENARAN biarpun bagaimana sakitnya lebih baik daripada kemunafikan. Dan kita tak usah merasa malu dengan kekurangan-kekurangan kita.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">* Potonglah kaki tangan seseorang lalu masukkan di tempat 2 x 3 meter dan berilah kebebasan padanya. Inilah kemerdekaan pers di Indonesia.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">* To be a human is to be destroyed.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">* Saya tak mau jadi pohon bambu, saya mau jadi pohon oak yang berani menentang angin.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">* Saya putuskan bahwa saya akan demonstrasi. Karena mendiamkan kesalahan adalah kejahatan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">* I’m not an idealist anymore, I’m a bitter realist.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">* Saya kira saya tak bisa lagi menangis karena sedih. Hanya kemarahan yang membuat saya keluar air mata.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">* Bagiku ada sesuatu yang paling berharga dan hakiki dalam kehidupan: dapat mencintai, dapat iba hati, dapat merasai kedukaan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">* Saya tak tahu mengapa, Saya merasa agak melankolik malam ini. Saya melihat lampu-lampu kerucut dan arus lalu lintas jakarta dengan warna-warna baru. Seolah-olah semuanya diterjemahkan dalam satu kombinasi wajah kemanusiaan. Semuanya terasa mesra tapi kosong. Seolah-olah saya merasa diri saya yang lepas dan bayangan-bayangan yang ada menjadi puitis sekali di jalan-jalan. Perasaan sayang yang amat kuat menguasai saya. Saya ingin memberikan sesuatu rasa cinta pada manusia, pada anjing-anjing di jalanan, pada semua-muanya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">* Tak ada lagi rasa benci pada siapapun. Agama apapun, ras apapun dan bangsa apapun. Dan melupakan perang dan kebencian. Dan hanya sibuk dengan pembangunan dunia yang lebih baik.</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8065793680064854008.post-10507615428328644052011-05-01T00:50:00.000-07:002011-05-01T00:52:59.739-07:00Haji Oemar Said Cokroaminoto 1882-1934<div style="text-align: justify;"><div class="separator" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em; text-align: center;"><img alt="cokroaminoto" border="0" height="200" src="http://1.bp.blogspot.com/_4THfn2BShMM/TDmBqgQz47I/AAAAAAAAAD0/lu4YDLUw4Y8/s200/cokroaminoto.jpg" width="184" /></div>Tepatnya pada tahun 1882, Haji Oemar Said Cokroaminoto lahir sebagai bakal tokoh pergerakan yang pada akhirnya dikenal sebagai pendiri Sarikat Islam, sebuah organisasi pergerakan yang berteguh prinsip pada kebangsaan dan agama. HOS Cokroaminoto sohor dengan kata mutiaranya yang sangat menginspirasi, “Setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar-pintar siasat.”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kalimat mutiara singkat itu pulalah yang berubah menjadi obat jiwa pergerakan pemuda saat itu, tidak terkecuali tiga murid beliau yang saling berbeda aliran dan akhirnya menjadi legenda pergerakan nasional: Soekarno yang nasionalis, Semaun yang komunis, dan Kartosoewirjo yang agamis. Kata mutiara itu menggambarkan suasana perjuangan Indonesia yang saat itu membutuhkan tiga jiwa dan kemampuan pada diri seseorang untuk mewujudkan kemerdekaan dan membangun negaranya Indonesia.</div><div style="text-align: justify;"><br />
<div style="text-align: center;"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><img border="0" height="156" src="http://a7.sphotos.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc3/16939_312779830658_308878330658_5227808_776372_n.jpg" width="320" /></div><br />
</div><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tjokroaminoto adalah anak kedua dari 12 bersaudara dari ayah bernama R.M. Tjokroamiseno, salah seorang pejabat pemerintahan pada saat itu. Kakeknya, R.M. Adipati Tjokronegoro, pernah juga menjabat sebagai bupati Ponorogo. Lahir dari keluarga bangsawan tak membuatnya bersikap angkuh, justru karena itulah ia akhirnya menjadi sebuah motor penggerak kemerdekaan bagi Indonesia saat semua manusia tertidur dalam belaian kompeni Belanda. Dialah tokoh politik yang berhasil menggabungkan retorika politik melawan penjajah Belanda dengan ideologi Islam hingga mengenyahkan penjajah dari Bumi Nusantara.<br />
<br />
Setelah menamatkan studi di Oplayding School Foor Inladishe Ambegtenaren (OSVIA), sekolah pegawai pemerintahan pribumi Magelang, ia mengikuti jejak kepriayian ayahnya sebagai pegawai pangreh praja walaupun akhirnya ia tinggalkan karena muak dengan kebiasaan sembah jongkok yang baginya sangat melecehkan.<br />
<br />
Tahun 1905 Cokroaminoto pindah ke Surabaya dan bekerja pada perusahaan dagang, di samping ia juga belajar di sekolah malam Hogore Burger School. Bersama istrinya, Suharsikin, ia mendirikan rumah kos di rumahnya, yang nantinya melalui rumah inilah Cokro menyalurkan ilmunya dalam agama, politik dan berorasi yang akhirnya menjadi cikal bakal pembentukan tokoh-tokoh penting di Indonesia; seperti Soekarno yang nasionalis, SM Kartosuwirjo yang Islamis dan Muso-Alimin yang komunis.<br />
<br />
Rakyat yang tertindas oleh penjajah kolonial Belanda secara ekonomi dan politik telah mengusik pemikiran dan hatinya. Cokroaminoto pun ‘mengejawantahkan’ kegundahan hatinya melalui statemen, “Negara dan bangsa kita tidak akan mencapai kehidupan yang adil dan makmur, pergaulan hidup yang aman dan tenteram selama ajaran-ajaran Islam belum dapat berlaku atau dilakukan menjadi hukum dalam negara kita, sekalipun sudah merdeka.”<br />
<br />
Beliau juga mengatakan bahwa saat itu telah terjadi Jahiliah modern. “Kalau alat-alat pemerintah RI yang memegang tampuk kekuasaan pemerintahan, baik pihak pejabat sampai bawahan, sudah tidak takut lagi kepada hukuman Allah, yakinlah negara akan rusak dan hancur dengan sendirinya. Sebab, segala perbuatan jahat, korupsi, penipuan, suap dan sebagainya yang secara terang-terangan merugikan negara, dilakukan dengan aman oleh mereka; rakyat yang menjadi korban.”<br />
<br />
Apa yang disampaikan oleh Cokroaminoto tampak jelas bahwa syariah Islam dijadikan sebagai landasan pikiran, perasaan dan hatinya. Oemar Said juga menyatakan, “Tidak bisa manusia menjadi utama yang sesungguhnya, tidak bisa manusia menjadi besar dan mulia dalam arti kata yang sebenarnya, tidak bisa ia menjadi berani dengan keberanian yang suci dan utama, kalau ada banyak barang yang ditakuti dan disembahnya. Keutamaan, kebesaran, kemuliaan dan keberanian yang sedemikian itu hanyalah bisa tercipta karena ‘tauhid’ saja. Tegasnya menetapkan lahir batin: tidak ada sesembahan melainkan Allah saja.”<br />
<br />
Inilah komitmen diri seorang HOS Cokroaminoto.<br />
<br />
Untuk merealisasikan cita-cita perjuangannya, yakni menuntut Indonesia bersyariah, ia masuk ke dalam Sarekat Dagang Islam (SDI) yang saat itu dipimpin oleh H. Samanhudi di Solo, sebuah pergerakan pertama Indonesia yang menggelorakan semangat kemerdekaan. Tujuan SDI adalah kemerdekaan dan pemberlakuan syariah Islam. Sejak masuknya ia ke dalam SDI, SDI berubah menjadi sebuah organisasi yang besar dan menakutkan bagi kolonial. Kemahirannya serta kepiawaiannya berpolitik dalam menyuarakan kemerdekaan Indonesia dan memihak kepentingan rakyat membuat SDI begitu digandrungi rakyat pribumi. Apalagi setelah SDI berubah menjadi SI dan ia menjadi pemimpin SI. Lewat Cokro tujuan SI mulai diperjelas, yakni kemerdekaan Indonesia dan pemberlakuan syariah Islam bagi segenap lapisan rakyat.<br />
<br />
Karena aktivitas politiknya, Belanda akhirnya menangkap Cokro pada tahun 1921 karena dikhawatirkan akan membangkitkan semangat perjuangan rakyat pribumi walaupun akhirnya dibebaskan pada tahun 1922, sebuah cobaan yang lazim diterima para penegak syariah Islam di seluruh dunia.<br />
<br />
Pada tanggal 14-24 Juni 1916 diadakanlah Kongres Nasional pertama di Bandung. Di dalam kongres tersebut Cokro mengupas tentang pembentukan bangsa dan pemerintahan sendiri, sebuah langkah yang sangat berani saat itu karena bagi rakyat pribumi kemerdekaan adalah hal yang tabu untuk disampaikan; suatu langkah politik yang benar-benar berani. Cokro membangun opini rakyat yang belum mengerti politik untuk berpihak terhadap perjuangannya, yaitu menuntut Indonesia merdeka dan bersyariah Islam.<br />
<br />
Saat itu pemerintah kolonial masih kuat apalagi saat itu Belanda masih menerapkan peraturan Reegerings Reglement (RR) sebuah peraturan yang berisi larangan berpolitik, berkumpul untuk membahas perjuangan kemerdekaan. Otomatis Cokro saat itu harus berhadapan dengan dua lawan, yaitu Belanda dan Pangreh Praja yang menjadi kaki tangan Belanda.<br />
<br />
Pada tahun 1924, Cokro mulai aktif dalam komite-komite pembahasan Kekhilafahan yang dicetuskan pemimpin politik di Timur Tengah, sebuah langkah untuk memperkuat barisan menuju kemerdekaan dan kekhalifahan dunia.<br />
<br />
Bagi Cokro, Islam adalah sesuatu yang harus diperjuangkan dan dipersatukan sebagai dasar kebangsaan yang hendak di proses menuju Indonesia. Sebuah spirit besar muncul dari diri Cokro, yakni “Setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar-pintar siasat”. Sungguh bahwa apa yang diharapkan Cokroaminoto adalah menjadikan syariah Islam sebagai solusi atas permasalahan negeri. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;">Sekilas Sarikat Islam</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sebagai pimpinan Sarikat Islam, HOS dikenal dengan kebijakan-kebijakannya yang tegas namun bersahaja. Kemampuannya berdagang menjadikannya seorang guru yang disegani karena mengetahui tatakrama dengan budaya yang beragam. Pergerakan SI yang pada awalnya sebagai bentuk protes atas para pedagang asing yang tergabung sebagai Sarekat Dagang Islam yang oleh HOS dianggap sebagai organisasi yang terlalu mementingkan perdagangan tanpa mengambil daya tawar pada bidang politik. Dan pada akhirnya tahun 1912 SID berubah menjadi Sarekat Islam. Adapun tujuan-tujuan pokoknya antara lain:</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">1. Mengembangkan jiwa dagang.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">2. Membantu anggota-anggota yang mengalami kesulitan dalam bidang usaha.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">3. Memajukan pengajaran dan semua usaha yang mempercepat naiknya derajat rakyat.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">4. Memperbaiki pendapat-pendapat yang keliru mengenai agama Islam.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">5. Hidup menurut perintah agama.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Seiring perjalanannya, SI digiring menjadi partai politik setelah mendapatkan status Badan Hukum pada Maret 1916 oleh pemerintah yang saat itu dikontrol oleh Gubernur Jenderal Idenburg. SI kemudian berkembang menjadi parpol dengan keanggotaan yang tidak terbatas pada pedagang dan rakyat Jawa-Madura saja. Kesuksesan SI ini menjadikannya salah satu pelopor partai Islam yang sukses saat itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Perpecahan SI menjadi dua kubu karena masuknya infiltrasi komunisme memaksa HOS Cokroaminoto untuk bertindak lebih hati-hati kala itu. Ia bersama rekan-rekannya yang masih percaya bersatu dalam kubu SI Putih berlawanan dengan Semaun yang berhasil membujuk tokoh-tokoh pemuda saat itu seperti Alimin, Tan Malaka, dan Darsono dalam kubu SI Merah. Namun bagaimanapun, kewibaan HOS Cokroaminoto justru dibutuhkan sebagai penengah di antara kedua pecahan SI tersebut, mengingat ia masih dianggap guru oleh Semaun. Singkat cerita jurang antara SI Merah dan SI Putih semakin lebar saat muncul pernyataan Komintern (Partai Komunis Internasional) yang menentang Pan-Islamisme (apa yang selalu menjadi aliran HOS dan rekan-rekannya). Hal ini mendorong Muhammadiyah pada Kongres Maret 1921 di Yogyakarta untuk mendesak SI agar segera melepas SI merah dan Semaun karena memang sudah berbeda aliran dengan Sarekat Islam. Akhirnya Semaun dan Darsono dikeluarkan dari SI dan kemudian pada 1929 SI diusung sebagai Partai Sarikat Islam Indonesia hingga menjadi peserta pemilu pertama pada 1950.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">HOS Cokroaminoto hingga saat ini akhirnya dikenal sebagai salah satu pahlawan pergenakan nasional yang berbasiskan perdagangan, agama, dan politik nasionalis. Kata-kata mutiaranya seperti “Setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar-pintar siasat” akhirnya menjadi embrio pergerakan para tokoh pergerakan nasional yang patriotik, dan ia menjadi salah satu tokoh yang berhasil membuktikan besarnya kekuatan politik dan perdagangan Indonesia.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">H.O.S. Cokroaminoto meninggal di Yogyakarta pada 17 Desember 1934 pada usia 52 tahun, dan dimakamkan di TMP Pekuncen, Yogyakarta.</div>Unknownnoreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8065793680064854008.post-23820953782960705582011-04-13T19:37:00.000-07:002011-04-13T19:37:32.979-07:00Rosihan Anwar 1922-2011<div style="text-align: justify;"><div class="separator" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em; text-align: center;"><img border="0" height="152" src="http://www.bandoengnews.com/wp-content/uploads/2010/09/6db7b6a84fndalam.jpg.jpg" width="200" /></div>H. Rosihan Anwar lahir di Kubang Nan Dua, Sumatera Barat, 10 Mei 1922 adalah tokoh pers Indonesia, meski dirinya lebih tepat dikatakan sebagai sejarawan, sastrawan, bahkan budayawan. Rosihan yang memulai karier jurnalistiknya sejak berumur 20-an, tercatat telah menulis 21 judul buku dan mungkin ratusan artikel di hampir semua koran dan majalah utama di Indonesia dan di beberapa penerbitan asing.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Anak keempat dari sepuluh bersaudara putra Anwar Maharaja Sutan, seorang demang di Padang, Sumatera Barat ini menyelesaikan sekolah rakyat (HIS) dan SMP (MULO) di Padang. Ia pun melanjutkan pendidikannya ke AMS di Yogyakarta. Dari sana Rosihan mengikuti berbagai workshop di dalam dan di luar negeri, termasuk di Yale University dan School of Journalism di Columbia University, New York, Amerika Serikat.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Rosihan telah hidup dalam ‘multi-zaman’. Di masa perjuangan, dirinya pernah disekap oleh penjajah Belanda di Bukitduri, Jakarta Selatan. Kemudian di masa Presiden Soekarno koran miliknya, Pedoman pada 1961 ditutup oleh rezim saat itu. Namun di masa peralihan pemerintah Orde Baru, Rosihan mendapat anugerah sebagai wartawan sejak sebelum Revolusi Indonesia dengan mendapatkan anugerah Bintang Mahaputra III, bersama tokoh pers Jakob Oetama. Sayangnya rezim Orde Baru ini pun menutup Pedoman pada tahun 1974-kurang dari setahun setelah Presiden Soeharto mengalungkan bintang itu di leher para penerimanya.</div><div style="text-align: justify;">Rosihan memulai karier jurnalistiknya sebagai reporter Asia Raya di masa pendudukan Jepang tahun 1943 hingga menjadi pemimpin redaksi Siasat (1947-1957) dan Pedoman (1948-1961). Selama enam tahun, sejak 1968, ia menjabat Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Bersama Usmar Ismail, pada 1950 ia mendirikan Perusahaan Film Nasional (Perfini). Dalam film pertamanya, Darah dan Doa, ia sekaligus menjadi figuran. Dilanjutkan sebagai produser film Terimalah Laguku. Sejak akhir 1981, aktivitasnya di film adalah mempromosikan film Indonesia di luar negeri dan tetap menjadi kritikus film sampai sekarang.</div><div style="text-align: justify;">Pada tahun 2007, Rosihan Anwar dan Herawati Diah, yang ikut mendirikan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Surakarta pada 1946 mendapat penghargaan ‘Life Time Achievement’ atau ‘Prestasi Sepanjang Hayat’ dari PWI Pusat. Rosihan menikah dengan Siti Zuraida Binti Moh. Sanawi pada tahun 1947 dan dikaruniai tiga anak.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dia wartawan, penulis, pendidik, seniman dan sejarawan sepanjang hidup. Sosok yang layak disenut sebagai simbol kebebasan berpikir. Rezim Orde Baru dan Lama menyimpan rasa love-hate terhadapnya. Karena dia selalu mengikuti insting jurnalistiknya, menyuarakan isi hatinya, mengungkapkan kebenaran, ketidakadilan. Tak satu gembok pun bisa mengunci kebebasan berpikirnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Banyak yang pernah berhubungan dengan Rosihan atau mengenalnya dari jauh, menganggapnya sebagai pribadi yang arogan. Ada pula yang menggambarkan Rosihan sebagai tokoh yang punya karisma kuat, disayang, tetapi dibenci. Tetapi, sebagian terbesar dari 60 tahun lebih karier jurnalistiknya penuh ambivalensi dalam hubungannya dengan dua rezim pertama negeri ini.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Begitu Abdullah Alamudi, Wartawan senior, instruktur pada Lembaga Pers Dr Soetomo, Jakarta, menggambarkan sosok Rosihan dalam kolomnya di Kompas (10/5). Berikut penuturan Abdullah perihal profil Rosihan:</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Rezim Orde Baru dan Lama tampak menyimpan rasa love-hate terhadap Rosihan. Sebagian besar karena dia selalu mengikuti insting jurnalistiknya, menyuarakan isi hatinya, mengungkapkan kebenaran, ketidakadilan, yang tidak satu gembok pun bisa mengunci kebebasan berpikirnya. Seperti kata Virginia Woolf itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ketika Jenderal Spoor dan pasukannya melancarkan aksi polisionil Belanda pertama, Juli 1947, mereka menyekap Rosihan di penjara Bukitduri, Jakarta Selatan. Lalu, Presiden Soekarno menutup korannya, Pedoman, pada tahun 1961. Pemerintah Orde Baru menghargai pengabdian tiada henti Rosihan sebagai wartawan sejak sebelum Revolusi Indonesia dengan menganugerahinya Bintang Mahaputra III, tetapi mereka menutup Pedoman pada tahun 1974-kurang dari setahun setelah Presiden Soeharto mengalungkan bintang itu di leher para penerimanya-termasuk Jakob Oetama.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sekarang pun, sikap kritisnya tidak berubah. Ini tercermin, misalnya, dalam tulisannya di Jakarta Post (4/3/01). Di sana, Rosihan bercerita mengenai pengalaman dan pendapat seorang penulis dan wartawan Belanda, Willem Walraven, tentang pergerakan Indonesia di tahun 1940-an.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Walraven meninggal di kamp konsentrasi Jepang di Jawa Timur pada tahun 1943. Dan Rosihan berkomentar: "Oligarki pribumi". "Tanpa ampun terhadap bangsa sendiri". "Penderitaan yang menyedihkan bagi pekerja biasa". "56 tahun merdeka, 15 bulan dalam pemerintahan Gus Dur. Aku melihat sekeliling republik yang luas ini dan semuanya seperti tiada perubahan."</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Di harian Kompas (26/4), dia mengingatkan pers Indonesia tentang kecenderungan penguasa sekarang dan anggota DPR untuk mengekang kebebasan pers seperti di zaman kolonial. Rosihan mengingatkan wartawan supaya tidak banyak menaruh harapan kepada para anggota DPR dan elite politik kini yang digambarkannya sebagai golddiggers, pemburu harta. Dia berseru kepada masyarakat pers agar mereka "merapatkan barisan untuk siap siaga terhadap datangnya malapetaka pemasungan atas diri mereka."</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sikap kerasnya itu merupakan reaksi terhadap golddiggers yang berusaha memasung pers dengan mengajukan rancangan undang-undang tentang Rahasia Negara dan RUU tentang Penyiaran yang lebih banyak berisi larangan ketimbang mengembalikan hak masyarakat untuk memperoleh informasi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ketika memperingati "Hari Kemerdekaan Pers Dunia" (Kompas, 7/5/97), Rosihan mengingatkan, ada suatu masa di zaman Revolusi pers Indonesia menikmati kebebasan, yakni sewaktu Perdana Menteri Mohammad Hatta membiarkan pers mengkritiknya dan koran-koran oposisi mengecamnya. "...Warisan sejarah itu jangan dilupakan," katanya. Pesan ini baik juga diingat oleh golddiggers yang ingin mengembalikan pers Indonesia ke zaman kolonial.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sebagai reporter Asia Raya sejak 1943, redaktur harian Merdeka, pendiri dan pemimpin redaksi majalah Siasat sebelum mendirikan harian Pedoman, Rosihan banyak menulis tentang perjuangan kemerdekaan Indonesia. Pada edisi pertama harian Merdeka 1 Oktober 1945, Rosihan menulis sajak yang pesan-pesannya amat kiri, berjudul, “Kini Abad Rakyat Merdeka.” Sebagian dari sajak itu berbunyi:</div><div style="text-align: justify;">"... Kami putra abad sekarang/Gairah berjuang terus-menerus/Mewujudkan cita semboyan kudus:/SAMA RASA, SAMA RATA/Tiada lagi bangsa terjajah/Mereka semua berdaulat sendiri/Buat jaminan damai abadi."</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ensiklopedi berjalan</div><div style="text-align: justify;">Lahir di Kubang Nan Dua, Sumatera Barat, 10 Mei 1922, Rosihan belajar di sekolah rakyat (HIS) dan SMP (MULO) di Padang. Dia melanjutkan pendidikannya di AMS di Yogyakarta. Dari sana Rosihan mengikuti berbagai workshop di dalam dan di luar negeri, termasuk di Yale University dan School of Journalism di Columbia University, New York, Amerika Serikat. Ayahnya adalah Asisten Demang Anwar, gelar Maharaja Sutan di Sumatera Barat.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Memulai karier jurnalistiknya sejak berumur 20-an, sedikitnya Rosihan sudah menulis 21 judul buku dan mungkin ratusan artikel di hampir semua koran dan majalah utama di negeri ini dan di beberapa penerbitan asing. Dia juga bermain dalam beberapa film Indonesia sejak tahun 1950, bahkan dia salah satu pendiri Perusahaan Film Nasional (Perfini) pada tahun 1950 bersama (alm) Usmar Ismail dan tetap menjadi kritikus film sampai sekarang.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Rosihan adalah bagian dari sejarah Indonesia. Dia seolah ensiklopedia Indonesia berjalan. Karena itu pula Masyarakat Sejarah Indonesia mengangkatnya menjadi salah seorang anggota kehormatannya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dalam pengantarnya pada buku H Rosihan Anwar: Wartawan Dengan Aneka Citra, Jakob Oetama, Pemimpin Redaksi harian Kompas, menggambarkan Rosihan sebagai "...wartawan sejati, bukanlah man of power melainkan man of conscience and of culture, lebih cenderung kepada suara hati dan kebudayaan (baca: kemanusiaan) daripada kekuasaan."</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sakit hati Rosihan pada Pemerintah Orde Baru, yang tetap menolak Pedoman terbit kembali meski Menteri Penerangan Mashuri sudah memintakannya kepada Presiden Soeharto. Itu tercermin pada penolakannya menjadi duta besar dan berkuasa penuh untuk Vietnam. Rosihan menolaknya secara halus dengan alasan dia tidak bisa meninggalkan anak-anaknya yang masih duduk di sekolah menengah.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Banyak peninjau politik melihat keputusan Rosihan saat itu sebagai tindakan terlalu berani untuk menolak penugasan terhormat dari seorang "Raja Jawa" (baca: Presiden Soeharto). Tetapi, itulah Haji Waang-julukan banyak orang terhadap Rosihan, yang mereka ambil dari nama tokoh lugu dan polos dalam tajuk-tajuk rencana Pedoman setiap Jum'at. Rosihan memang tidak membentak atau menghardik orang, tetapi sentilannya (baca: arogansinya) dalam menghujam di hati, lama mendengung di kuping.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Rosihan juga seorang pendidik, fair, dan selalu memberi kesempatan kepada stafnya untuk maju. Keterampilannya menulis menjadikan Rosihan kolumnis yang mungkin terbaik di Indonesia saat ini. Dia bercerita sebagai seorang storyteller dan menunjukkan authenticity artikelnya dengan menampilkan diri dalam tulisannya, menjadi saksi sejarah, sehingga pembaca hanyut dalam arus ceritanya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Bila menulis obituary, Rosihan bercerita tentang the life and work orang bersangkutan dan tempatnya dalam sejarah negeri ini sehingga pembaca bisa meneteskan air mata. Selalu ada warna dalam ceritanya, tetapi tanpa flowery words dan tak ada lubang dalam tulisannya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Penampilan fisik H Rosihan Anwar, yang hari ini berumur 80 tahun, rasanya tidak berbeda dengan penampilannya pada 1968. Bahkan, Rosihan tampak lebih rapi karena dia tidak lagi mengenakan ciri khasnya yang dulu: saputangan di tengkuk untuk melindungi kerah baju dari keringatnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Namun, betapapun penampilan dan arogansinya, Rosihan adalah panutan para wartawan dalam menghadapi orang-orang yang dia sebut golddiggers. Meninggal di 14 April 2011</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pendidikan</div><div style="text-align: justify;">- HIS, Padang (1935)</div><div style="text-align: justify;">- MULO, Padang (1939)</div><div style="text-align: justify;">- AMS-A II, Yogyakarta (1942)</div><div style="text-align: justify;">- Drama Workshop, Universitas Yale, AS (1950)</div><div style="text-align: justify;">- School of Journalism, Columbia University New York, AS (1954)</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Karier</div><div style="text-align: justify;">- Reporter Asia Raya, (1943-1945)</div><div style="text-align: justify;">- Redaktur harian Merdeka, (1945-1946)</div><div style="text-align: justify;">- Pendiri/Pemred majalah Siasat (1947-1957)</div><div style="text-align: justify;">- Pendiri/Pemred harian Pedoman, (1948-1961)</div><div style="text-align: justify;">- Pendiri Perfini (1950)</div><div style="text-align: justify;">- Kolumnis Business News, (1963 — sekarang)</div><div style="text-align: justify;">- Kolumnis Kompas, KAMI, AB (1966-1968)</div><div style="text-align: justify;">- Koresponden harian The Age, Melbourne, harian Hindustan Times New Delhi, Kantor Berita World Forum Features, London, mingguan Asian, Hong Kong (1967-1971)</div><div style="text-align: justify;">- Pemred harian Pedoman, (1968-1974)</div><div style="text-align: justify;">- Koresponden The Straits, Singapura dan New Straits Times, Kuala Lumpur (1976-1985)</div><div style="text-align: justify;">- Wartawan Freelance (1974 — sekarang)</div><div style="text-align: justify;">- Kolumnis Asiaweek, Hong Kong (1976 — sekarang)</div><div style="text-align: justify;">- Ketua Umum PWI Pusat (1970-1973)</div><div style="text-align: justify;">- Ketua Pembina PWI Pusat (1973-1978)</div><div style="text-align: justify;">- Ketua Dewan Kehormatan PWI Pusat (1983 — sekarang)</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kegiatan Lain</div><div style="text-align: justify;">- Wakil Ketua Dewan Film Nasional (1978 — sekarang)</div><div style="text-align: justify;">- Anggota Dewan Pimpinan Harian YTKI (1976 — sekarang)</div><div style="text-align: justify;">- Committee Member AMIC, Singapore (1973 — sekarang)</div><div style="text-align: justify;">- Dosen tidak tetap Fakultas Sastra Universitas Indonesia (1983 — sekarang)</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Karya</div><div style="text-align: justify;">- Ke Barat dari Rumah, 1952</div><div style="text-align: justify;">- India dari Dekat, 1954</div><div style="text-align: justify;">- Dapat Panggilan Nabi Ibrahim, 1959</div><div style="text-align: justify;">- Islam dan Anda, 1962</div><div style="text-align: justify;">- Raja Kecil (novel), 1967</div><div style="text-align: justify;">- Ihwal Jurnalistik, 1974</div><div style="text-align: justify;">- Kisah-kisah zaman Revolusi, 1975</div><div style="text-align: justify;">- Profil Wartawan Indonesia, 1977</div><div style="text-align: justify;">- Kisah-kisah Jakarta setelah Proklamasi, 1977</div><div style="text-align: justify;">- Jakarta menjelang Clash ke-I, 1978</div><div style="text-align: justify;">- Menulis Dalam Air, autobiografi, SH, 1983</div><div style="text-align: justify;">- Musim Berganti, Grafitipers, 1985</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Penghargaan</div><div style="text-align: justify;">- Bintang Mahaputra III (1974)</div><div style="text-align: justify;">- Anugerah Kesetiaan Berkarya sebagai Wartawan (2005)</div><div style="text-align: justify;">- Life Time Achievement (2007)</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8065793680064854008.post-21913730363462053592011-04-11T03:05:00.000-07:002011-04-11T03:05:31.025-07:00Muhammad Alawi al-Maliki<div class="separator" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em; text-align: center;"><img border="0" height="200" src="http://1.bp.blogspot.com/_FVwhxgk8iBw/TLCVfTZ5r0I/AAAAAAAAAGw/18zHX3xN_MY/s200/sayyid+muhammad+alawi+7.jpg" width="148" /></div><br />
<div style="text-align: justify;">As Sayyid Prof. Dr. Muhammad bin Sayyid ‘Alawi bin Sayyid ‘Abbas bin Sayyid ‘Abdul ‘Aziz al-Maliki al-Hasani al-Makki al-Asy’ari asy-Syadzili lahir di kota suci Makkah pada tahun 1365 H. Pendidikan pertamanya adalah Madrasah Al-Falah, Makkah, dimana ayah beliau Sayyid Alawi bin Abbas al Maliki sebagai guru agama di sekolah tersebut yang juga merangkap sebagai pengajar di halaqah di Haram Makki, dekat Bab As-salam</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ayah beliau, Sayyid Alwi bin Abbas Almaliki (kelahiran Makkah th 1328H), seorang alim ulama terkenal dan ternama di kota Makkah. Disamping aktif dalam berdawah baik di Masjidil Haram atau di kota kota lainnya yang berdekatan dengan kota Makkah seperti Thoif, Jeddah dll, Sayyid Alwi Almaliki adalah seorang alim ulama yang pertama kali memberikan ceramah di radio Saudi setelah salat Jumat dengan judul “Hadist al-Jumah”.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Begitu pula ayah beliau adalah seorang Qadhi yang selalu di panggil masyarakat Makkah jika ada perayaan pernikahan.Selama menjalankan tugas da’wah, Sayyid Alwi bin Abbas Almaiki selalu membawa kedua putranya Muhammad dan Abbas. Mereka berdua selalu mendampinginya kemana saja ia pergi dan berceramah baik di Makkah atau di luar kota Makkah. Adapun yang meneruskan perjalanan dakwah setelah wafat beliau adalah Sayyid Muhammad bin Alwi Almaliki dan Sayyid Abbas selalu berurusan dengan kemaslahatan kehidupan ayahnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sebagaimana adat para Sadah dan Asyraf ahli Makkah, Sayyid Alwi Almaliki selalu menggunakan pakaian yang berlainan dengan ulama yang berada di sekitarnya. Beliau selalu mengenakan jubbah, serban (imamah) dan burdah atau rida yang biasa digunakan dan dikenakan Asyraf Makkah.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Setelah wafat Sayyid Alwi Almaiki, anaknya Sayyid Muhammad tampil sebagai penerus ayahnya. Dan sebelumnya ia selalu mendapatkan sedikit kesulitan karena ia merasa belum siap untuk menjadi pengganti ayahnya. Maka langkah pertama yang diambil adalah ia melanjutkan studi dan ta’limnya terlebih dahulu. Beliau berangkat ke Kairo dan Universitas al-Azhar Assyarif merupakan pilihanya. Setelah meraih S1, S2 dan S3 dalam fak Hadith dan Ushuluddin beliau kembali ke Makkah untuk melanjutkan perjalanan yang telah di tempuh sang ayah. Disamping mengajar di Masjidi Haram di halaqah, beliau diangkat sebagai dosen di Universitas King Abdul Aziz- Jeddah dan Univesitas Ummul Qura Makkah bagian ilmu Hadith dan Usuluddin. Cukup lama beliau menjalankan tugasnya sebagai dosen di dua Universiatas tsb, sampai beliau memutuskan mengundurkan diri dan memilih mengajar di Masjidil Haram sambil menggarap untuk membuka majlis ta’lim dan pondok di rumah beliau.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Adapun pelajaran yang di berikan baik di masjid haram atau di rumah beliau tidak berpoin kepada ilmu tertentu seperti di Universitas. Akan tetapi semua pelajaran yang diberikannya bisa di terima semua masyarakat baik masyarakat awam atau terpelajar, semua bisa menerima dan semua bisa mencicipi apa yang diberikan Sayyid Maliki. Maka dari itu beliau selalu menitik-beratkan untuk membuat rumah yang lebih besar dan bisa menampung lebih dari 500 murid per hari yang biasa dilakukan selepas sholat Maghrib sampai Isya di rumahnya di Hay al Rashifah. Begitu pula setiap bulan Ramadan dan hari raya beliau selalu menerima semua tamu dan muridnya dengan tangan terbuka tanpa memilih golongan atau derajat. Semua di sisinya sama tamu-tamu dan murid murid, semua mendapat penghargaan yang sama dan semua mencicipi ilmu bersama-sama.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dari rumah beliau telah keluar ulama-ulama yang membawa panji Rasulallah ke suluruh pelosok permukaan bumi. Di mana negara saja kita dapatkan murid beliau, di India, Pakistan, Afrika, Eropa, Amerika, apa lagi di Asia yang merupakan sebagai orbit dahwah sayid Muhammad Almaliki, ribuan murid murid beliau yang bukan hanya menjadi kyai dan ulama akan tetapi tidak sedikit dari murid2 beliau yang masuk ke dalam pemerintahan.</div><div style="text-align: justify;">Di samping pengajian dan taklim yang rutin di lakukan setiap hari pula beliau telah berusaha mendirikan pondok yang jumlah santrinya tidak sedikit, semua berdatangan dari seluruh penjuru dunia, belajar, makan, dan minum tanpa di pungut biaya sepeser pun bahkan beliau memberikan beasiswa kepada para santri sebagai uang saku. Setelah beberapa tahun belajar para santri dipulangkan ke negara-negara mereka untuk menyiarkan agama.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sayid Muhammad Almaliki dikenal sebagai guru, pengajar dan pendidik yang tidak beraliran keras, tidak berlebih-lebihan, dan selalu menerima hiwar dengan hikmah dan mauidhah hasanah.thariqahnya.</div><div style="text-align: justify;">Dalam kehidupannya beliau selalu bersabar dengan orang-orang yang tidak bersependapat baik dengan pemikirannya atau dengan alirianya. Semua yang berlawanan diterima dengan sabar dan usaha menjawab dengan hikmah dan menklirkan sesuatu masalah dengan kenyataan dan dalil-dalil yang jitu bukan dengan emosi dan pertikaian yang tidak bermutu dan berkesudahan. Beliau tahu persis bahwa kelemahan Islam terdapat pada pertikaian para ulamanya dan ini memang yang di inginkan musuh Islam. Sampai-sampai beliau menerima dengan rela digeser dari kedudukannya baik di Universitas dan ta’lim beliau di masjidil Haram. Semua ini beliau terima dengan kesabaran dan keikhlasan bahkan beliau selalu menghormati orang orang yang tidak bersependapat dan sealiran dengannya, semasih mereka memiliki pandangan khilaf yang bersumber dari al-Quran dan Sunah. Adapun ulama yang telah mendapat gemblengan dari Sayyid Muhammad bin Alwi Almaliki, mereka pintar-pintar dan terpelajar. Di samping menguasai bahasa Arab, mereka menguasai ilmu-ilmu agama yang cukup untuk dijadikan marja’ dan reference di negara-negara mereka. Beliau ingin mengangkat derajat dan martabat Muslimin menjadi manusia yang berperilaku baik dalam muamalatnya kepada Allah dan kepada sesama, terhormat dalam perbuatan, tindakan serta pikiran dan perasaannya. Beliau adalah orang cerdas dan terpelajar, berani dan jujur serta adil dan cinta kasih terhadap sesama. Itulah ajaran utama Sayyid Muhammad bin Alwi Almaliki. Beliau selalu menerima dan menghargai pendapat orang dan menghormati orang yang tidak sealiran dengannya atau tidak searah dengannya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Karya Tulis Beliau</div><div style="text-align: justify;">Di samping tugas beliau sebagai da’i, pengajar, pembibing, dosen, penceramah dan segala bentuk kegiatan yang bermanfaat bagi agama, beliau pula seorang pujangga besar dan penulis unggul. Tidak kurang dari 100 buku yang telah dikarangnya, semuanya beredar di seluruh dunia. Tidak sedikit dari kitab2 beliau yang beredar telah diterjemahkan kedalam bahasa Inggris, Prancis, Urdu, Indonesia dll. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sayyid Muhammad merupakan seorang penulis prolifik dan telah menghasilkan hampir seratus buah kitab. Beliau telah menulis dalam pelbagai topik agama, undang-undang, social serta sejarah, dan kebanyakan bukunya dianggap sebagai rujukan utama dan perintis kepada topik yang dibicarakan dan dicadangkan sebagai buku teks di Institusi-institusi Islam di seluruh dunia. Kita sebutkan sebahagian hasilnya dalam pelbagai bidang:</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aqidah:</div><div style="text-align: justify;">1. Mafahim Yajib an Tusahhah</div><div style="text-align: justify;">2. Manhaj As-salaf fi Fahm An-Nusus</div><div style="text-align: justify;">3. At-Tahzir min at-Takfir</div><div style="text-align: justify;">4. Huwa Allah</div><div style="text-align: justify;">5. Qul Hazihi Sabeeli</div><div style="text-align: justify;">6. Sharh ‘Aqidat al-‘Awam</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tafsir:</div><div style="text-align: justify;">1. Zubdat al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an</div><div style="text-align: justify;">2. Wa Huwa bi al-Ufuq al-‘A’la</div><div style="text-align: justify;">3. Al-Qawa‘id al-Asasiyyah fi ‘Ulum al-Quran</div><div style="text-align: justify;">4. Hawl Khasa’is al-Quran</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Hadith:</div><div style="text-align: justify;">1. Al-Manhal al-Latif fi Usul al-Hadith al-Sharif</div><div style="text-align: justify;">2. Al-Qawa‘id al-Asasiyyah fi ‘Ilm Mustalah al-Hadith</div><div style="text-align: justify;">3. Fadl al-Muwatta wa Inayat al-Ummah al-Islamiyyah bihi</div><div style="text-align: justify;">4. Anwar al-Masalik fi al-Muqaranah bayn Riwayat al-Muwatta lil-Imam Malik</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sirah:</div><div style="text-align: justify;">1. Muhammad (Sallallahu Alaihi Wasallam) al-Insan al-Kamil</div><div style="text-align: justify;">2. Tarikh al-Hawadith wa al-Ahwal al-Nabawiyyah</div><div style="text-align: justify;">3. ‘Urf al-Ta’rif bi al-Mawlid al-Sharif</div><div style="text-align: justify;">4. Al-Anwar al-Bahiyyah fi Isra wa M’iraj Khayr al-Bariyyah</div><div style="text-align: justify;">5. Al-Zakha’ir al-Muhammadiyyah</div><div style="text-align: justify;">6. Zikriyat wa Munasabat</div><div style="text-align: justify;">7. Al-Bushra fi Manaqib al-Sayyidah Khadijah al-Kubra</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Usul:</div><div style="text-align: justify;">1. Al-Qawa‘id al-Asasiyyah fi Usul al-Fiqh</div><div style="text-align: justify;">2. Sharh Manzumat al-Waraqat fi Usul al-Fiqh</div><div style="text-align: justify;">3. Mafhum al-Tatawwur wa al-Tajdid fi al-Shari‘ah al-Islamiyyah</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Fiqh:</div><div style="text-align: justify;">1. Al-Risalah al-Islamiyyah Kamaluha wa Khuluduha wa ‘Alamiyyatuha</div><div style="text-align: justify;">2. Shawariq al-Anwar min Ad‘iyat al-Sadah al-Akhyar</div><div style="text-align: justify;">3. Abwab al-Faraj</div><div style="text-align: justify;">4. Al-Mukhtar min Kalam al-Akhyar</div><div style="text-align: justify;">5. Al-Husun al-Mani‘ah</div><div style="text-align: justify;">6. Mukhtasar Shawariq al-Anwar</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Lain-lain:</div><div style="text-align: justify;">1. Fi Rihab al-Bayt al-Haram (Sejarah Makkah)</div><div style="text-align: justify;">2. Al-Mustashriqun Bayn al-Insaf wa al-‘Asabiyyah (Kajian Berkaitan Orientalis)</div><div style="text-align: justify;">3. Nazrat al-Islam ila al-Riyadah (Sukan dalam Islam)</div><div style="text-align: justify;">4. Al-Qudwah al-Hasanah fi Manhaj al-Da‘wah ila Allah (Teknik Dawah)</div><div style="text-align: justify;">5. Ma La ‘Aynun Ra’at (Butiran Syurga)</div><div style="text-align: justify;">6. Nizam al-Usrah fi al-Islam (Peraturan Keluarga Islam)</div><div style="text-align: justify;">7. Al-Muslimun Bayn al-Waqi‘ wa al-Tajribah (Muslimun, Antara Realiti dan Pengalaman)</div><div style="text-align: justify;">8. Kashf al-Ghumma (Ganjaran Membantu Muslimin)</div><div style="text-align: justify;">9. Al-Dawah al-Islahiyyah (Dakwah Pembaharuan)</div><div style="text-align: justify;">10. Fi Sabil al-Huda wa al-Rashad (Koleksi Ucapan)</div><div style="text-align: justify;">11. Sharaf al-Ummah al-Islamiyyah (Kemulian Ummah Islamiyyah)</div><div style="text-align: justify;">12. Usul al-Tarbiyah al-Nabawiyyah (Metodologi Pendidikan Nabawi)</div><div style="text-align: justify;">13. Nur al-Nibras fi Asanid al-Jadd al-Sayyid Abbas (Kumpulan Ijazah Datuk beliau, As-Sayyid Abbas)</div><div style="text-align: justify;">14. Al-‘Uqud al-Lu’luiyyah fi al-Asanid al-Alawiyyah (Kumpulan Ijazah Bapa beliau, As-Sayyid Alawi)</div><div style="text-align: justify;">15. Al-Tali‘ al-Sa‘id al-Muntakhab min al-Musalsalat wa al-Asanid (Kumpulan Ijazah)</div><div style="text-align: justify;">16. Al-‘Iqd al-Farid al-Mukhtasar min al-Athbah wa al-Asanid (Kumpulan Ijazah)</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Catatan diatas adalah kitab As-Sayyid Muhammad yang telah dihasilkan dan diterbitkan. Terdapat banyak lagi kitab yang tidak disebutkan dan juga yang belum dicetak.Kita juga tidak menyebutkan berapa banyak karya tulis yang telah dikaji, dan diterbitkan untuk pertama kali, dengan ta'liq (catatan kaki) dan komentar dari As-Sayyid Muhammad. Secara keseluruhannya, sumbangan As-Sayyid Muhammad amat agung.Banyak hasil kerja As-Sayyid Muhammad telah diterjemahkan ke pelbagai bahasa.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Mafahim Yujibu an-Tusahhah (Konsep-konsep yang perlu diluruskan) adalah salah satu kitab karya Sayyid Muhammad, red.) bersinar layaknya suatu kemilau mutiara. Inilah seorang manusia yang menantang rekan-rekan senegaranya, kaum Salafi-Wahhabi, dan membuktikan kesalahan doktrin-doktrin mereka dengan menggunakan sumber-sumber dalil mereka.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Untuk keberanian intelektualnya ini, Sayyid Muhammad dikucilkan dan dituduh sebagai “seorang yang sesat”. Beliau pun dicekal dari kedudukannya sebagai pengajar di Haram (yaitu di Masjidil Haram, Makkah, red.). Kitab-kitab karya beliau dilarang, bahkan kedudukan beliau sebagai professor di Umm ul-Qura pun dicabut. Beliau ditangkap dan passport-nya ditahan. Namun, dalam menghadapi semua hal tersebut, Sayyid Muhammad sama sekali tidak menunjukkan kepahitan dan keluh kesah. Beliau tak pernah menggunakan akal dan intelektualitasnya dalam amarah, melainkan menyalurkannya untuk memperkuat orang lain dengan ilmu (pengetahuan) dan tasawwuf.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pada akhir hayatnya yang berkenaan dengan adanya kejadian teroris di Saudi Arabia, beliau mendapatkan undangan dari ketua umum Masjidil Haram Syeikh sholeh bin Abdurahman Alhushen untuk mengikuti “Hiwar Fikri” di Makkah yang diadakan pada tg 5 sd 9 Dhul Q’idah 1424 H dengan judul “Al-qhuluw wal I’tidal Ruya Manhajiyyah Syamilah”, di sana beliau mendapat kehormatan untuk mengeluarkan pendapatnya tentang thatarruf atau yang lebih poluler disebut ajaran yang beraliran fundamentalists atau extremist. Dan dari sana beliau telah meluncurkan sebuah buku yang sangat popular dikalangan masyarakat Saudi yang berjudul “Alqhuluw Dairah Fil Irhab Wa Ifsad Almujtama”. Dari situ, mulailah pandangan dan pemikiran beliau tentang da’wah selalu mendapat sambutan dan penghargaan masyarakat luas.</div><div style="text-align: justify;">Pada tanggal 11/11/1424, beliau mendapat kesempatan untuk memberikan ceramah di hadapan wakil raja Amir Abdullah bin Abdul Aziz yang isinya beliau selalu menggaris-bawahi akan usaha menyatukan suara ulama dan menjalin persatuan dan kesatuan da’wah.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Beliau wafat hari jumat tanggal 15 ramadhan 1425 dan dimakamkan di pemakaman Al-Ma’la disamping kuburan istri Rasulullah Sayyidah Khadijah binti Khuwailid ra. Dan yang menyaksikan penguburan beliau seluruh umat muslimin yang berada di Makkah pada saat itu termasuk para pejabat, ulama, para santri yang datang dari seluruh pelosok negeri, baik dari luar Makkah atau dari luar negeri.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Semuanya menyaksikan hari terakhir beliau sebelum disemayamkan, semua menyaksikan janazah beliau setelah disembahyangkan di Masjidil Haram ba’da sholat isya yang dihadiri oleh tidak kurang dari sejuta manusia. Begitu pula selama tiga hari tiga malam rumahnya terbuka bagi ribuan orang yang ingin mengucapkan belasungkawa dan melakukan `aza’. Dan di hari terakhir `Aza, wakil Raja Saudi, Amir Abdullah bin Abdul Aziz dan Amir Sultan datang ke rumah beliau untuk memberikan sambutan belasungkawa dan mengucapkan selamat tinggal kepada pemimpin agama yang tidak bisa dilupakan umat.</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8065793680064854008.post-41792191777820589382011-04-11T02:55:00.000-07:002011-04-11T02:55:32.361-07:00Abu Abdirrahman Muhammad Nashiruddin bin Nuh al-Albani<div class="separator" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em; text-align: center;"><img border="0" height="200" src="http://4.bp.blogspot.com/_vwMgADW3JZM/SJPwcRWRhAI/AAAAAAAAADc/fRsE3vHpHX8/S240/item%5B1%5D.jpg" width="147" /></div><br />
<div style="text-align: justify;">Nama beliau adalah Abu Abdirrahman Muhammad Nashiruddin bin Nuh al-Albani. Dilahirkan pada tahun 1333 H di kota Ashqodar ibu kota Albania yang lampau. Beliau dibesarkan di tengah keluarga yang tak berpunya, lantaran kecintaan terhadap ilmu dan ahli ilmu. Ayah al Albani yaitu Al Haj Nuh adalah lulusan lembaga pendidikan ilmu- ilmu syari’at di ibukota negara dinasti Utsmaniyah (kini Istambul), yang ketika Raja Ahmad Zagho naik tahta di Albania dan mengubah sistem pemerintahan menjadi pemerintah sekuler, maka Syeikh Nuh amat mengkhawatirkan dirinya dan diri keluarganya. Akhirnya beliau memutuskan untuk berhijrah ke Syam dalam rangka menyelamatkan agamanya dan karena takut terkena fitnah. Beliau sekeluargapun menuju Damaskus.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Setiba di Damaskus, Syeikh al-Albani kecil mulai aktif mempelajari bahasa arab. Beliau masuk sekolah pada madrasah yang dikelola oleh Jum’iyah al-Is’af al-Khairiyah. Beliau terus belajar di sekolah tersebut tersebut hingga kelas terakhir tingkat Ibtida’iyah. Selanjutnya beliau meneruskan belajarnya langsung kepada para Syeikh. Beliau mempelajari al-Qur’an dari ayahnya sampai selesai, disamping itu mempelajari pula sebagian fiqih madzab Hanafi dari ayahnya. Syeikh al-Albani juga mempelajari keterampilan memperbaiki jam dari ayahnya sampai mahir betul, sehingga beliau menjadi seorang ahli yang mahsyur. Ketrampilan ini kemudian menjadi salah satu mata pencahariannya. Pada umur 20 tahun, pemuda al-Albani ini mulai mengkonsentrasi diri pada ilmu hadits lantaran terkesan dengan pembahasan-pembahsan yang ada dalam majalah al-Manar, sebuah majalah yang diterbitkan oleh Syeikh Muhammad Rasyid Ridha. Kegiatan pertama di bidang ini ialah</div><div style="text-align: justify;">menyalin sebuah kitab berjudul “al-Mughni ‘an Hamli al-Asfar fi Takhrij ma fi al-Ishabah min al-Akhbar”. Sebuah kitab karya al-Iraqi, berupa takhrij terhadap hadits-hadits yang terdapat pada Ihya’ Ulumuddin al-Ghazali. Kegiatan Syeikh al-Albani dalam bidang hadits ini ditentang oleh ayahnya seraya berkomentar. “Sesungguhnya ilmu hadits adalah pekerjaan orang-orang pailit (bangkrut)”. Namun Syeikh al-Albani justru semakin cinta terhadap dunia hadits. Pada perkembangan berikutnya, Syeikh al-Albani tidak memiliki cukup uang untuk membeli kitab-kitab. Karenanya, beliau memanfaatkan Perpustakaan adh-Dhahiriyah di sana (Damaskus). Di samping juga meminjam buku-buku dari beberapa perpustakaan khusus. Begitulah, hadits menjadi kesibukan rutinnya, sampai-sampai beliau menutup kios reparasi jamnya. Beliau lebih betah berlama-lama dalam perpustakaan adh-Dhahiriyah, sehingga setiap harinya mencapai 12 jam. Tidak pernah istirahat mentelaah kitab-kitab hadits, kecuali jika waktu sholat tiba. Untuk makannya, seringkali hanya sedikit makanan yang dibawanya ke perpustakaan. Akhirnya kepala kantor perpustakaan memberikan sebuah ruangan khusus di perpustakaan untuk beliau. Bahkan kemudiaan beliau diberi wewenang untuk membawa kunci perpustakaan. Dengan demikian, beliau menjadi leluasa dan terbiasa datang sebelum yang lainnya datang. Begitu pula pulangnya ketika orang lain pulang pada waktu dhuhur, beliau justru pulang setelah sholat isya. Hal ini dijalaninya sampai bertahun-tahun.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pengalaman Penjara</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Syeikh al-Albani pernah dipenjara dua kali. Kali pertama selama satu bulan dan kali kedua selama enam bulan. Itu tidak lain karena gigihnya beliau berdakwah kepada sunnah dan memerangi bid’ah sehingga orang-orang yang dengki kepadanya menebarkan fitnah.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Beberapa Tugas yang Pernah Diemban</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Syeikh al-Albani Beliau pernah mengajar di Jami’ah Islamiyah (Universitas Islam Madinah) selama tiga tahun, sejak tahun 1381-1383 H, mengajar tentang hadits dan ilmu-ilmu hadits. Setelah itu beliau pindah ke Yordania. Pada tahun 1388 H, Departemen Pendidikan meminta kepada Syeikh al-Albani untuk menjadi ketua jurusan Dirasah Islamiyah pada Fakultas Pasca Sarjana di sebuah Perguruan Tinggi di kerajaan Yordania. Tetapi situasi dan kondisi saat itu tidak memungkinkan beliau memenuhi permintaan itu. Pada tahun 1395 H hingga 1398 H beliau kembali ke Madinah untuk bertugas sebagai anggota Majelis Tinggi Jam’iyah Islamiyah di sana. Mandapat penghargaan tertinggi dari kerajaan Saudi Arabia berupa King Faisal Fundation tanggal 14 Dzulkaidah 1419 H.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Beberapa Karya Beliau</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Karya-karya beliau amat banyak, diantaranya ada yang sudah dicetak, ada yang masih berupa manuskrip dan ada yang mafqud (hilang), semua berjumlah 218 judul. Beberapa Contoh Karya Beliau adalah :</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">* Adabuz-Zifaf fi As-Sunnah al-Muthahharah</div><div style="text-align: justify;">* Al-Ajwibah an-Nafi’ah ‘ala as’ilah masjid al-Jami’ah</div><div style="text-align: justify;">* Silisilah al-Ahadits ash Shahihah</div><div style="text-align: justify;">* Silisilah al-Ahadits adh-Dha’ifah wal maudhu’ah</div><div style="text-align: justify;">* At-Tawasul wa anwa’uhu</div><div style="text-align: justify;">* Ahkam Al-Jana’iz wabida’uha</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Di samping itu, beliau juga memiliki kaset ceramah, kaset-kaset bantahan terhadap berbagai pemikiran sesat dan kaset-kaset berisi jawaban-jawaban tentang pelbagai masalah yang bermanfaat. Selanjutnya Syeikh al-Albani berwasiat agar perpustakaan pribadinya, baik berupa buku-buku yang sudah dicetak, buku-buku foto copyan, manuskrip-manuskrip (yang ditulis oleh beliau sendiri ataupun orang lain) semuanya diserahkan ke perpustakaan Jami’ah tersebut dalam kaitannya dengan dakwah menuju al-Kitab was Sunnah, sesuai dengan manhaj salafush Shalih (sahabat nabi radhiyallahu anhum), pada saat beliau menjadi pengajar disana.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Wafatnya</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Beliau wafat pada hari Jum’at malam Sabtu tanggal 21 Jumada Tsaniyah 1420 H atau bertepatan dengan tanggal 1 Oktober 1999 di Yoradania. Rahimallah asy-Syaikh al-Albani rahmatan wasi’ah wa jazahullahu’an al-Islam wal muslimiina khaira wa adkhalahu fi an-Na’im al-Muqim.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Hadist merupakan salah satu rujukan sumber hukum Islam di samping kitab suci Alquran. Di dalam hadist Nabi Muhammad SAW itulah terkandung jawaban dan solusi masalah yang dihadapi oleh umat di berbagai bidang kehidupan. Berbicara tentang ilmu hadist, umat Islam tidak akan melupakan jasa Al-Albani. Ia merupakan salah satu tokoh pembaharu Islam abad ini.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Karya dan jasa-jasanya cukup banyak dan sangat membantu umat Islam terutama dalam menghidupkan kembali ilmu hadits. Ia berjasa memurnikan ajaran Islam dari hadits-hadits lemah dan palsu serta meneliti derajat hadits.</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8065793680064854008.post-37787896557679782122011-04-11T02:27:00.000-07:002011-04-11T02:27:40.010-07:00Khalifah Harun Al-Rasyid<div class="separator" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em; text-align: center;"><img border="0" height="200" src="http://4.bp.blogspot.com/_sTzpj7yIHv4/TOdJCHcH_qI/AAAAAAAAAPA/yUwbOwHsKsc/s200/33.jpg" width="109" /></div><br />
<div style="text-align: justify;">Harun Ar-Rasyid lahir di Rayy pada tahun 766 dan wafat pada tanggal 24 Maret 809, di Thus, Khurasan. Harun Ar-Rasyid adalah kalifah kelima dari kekalifahan Abbasiyah dan memerintah antara tahun 786 hingga 803. Ayahnya bernama Muhammad Al-Mahdi, khalifah yang ketiga dan kakaknya, Musa Al-Hadi adalah kalifah yang ketiga.Ibunya Jurasyiyah dijuluki Khayzuran berasal dari Yaman.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Meski berasal dari dinasti Abbasiyah, Harun Ar-Rasyid dikenal dekat dengan keluarga Barmaki dari Persia (Iran). Di masa mudanya, Harun banyak belajar dari Yahya ibn Khalid Al-Barmak.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Era pemerintahan Harun, yang dilanjutkan oleh Ma'mun Ar-Rasyid, dikenal sebagai masa keemasan Islam (The Golden Age of Islam), di mana saat itu Baghdad menjadi salah satu pusat ilmu pengetahuan dunia.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Di masa pemerintahannya beliau :</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">* Mewujudkan keamanan, kedamaian serta kesejahteraan rakyat.</div><div style="text-align: justify;">* Membangun kota Baghdad dengan bangunan-bangunan megah.</div><div style="text-align: justify;">* Membangun tempat-tempat peribadatan.</div><div style="text-align: justify;">* Membangun sarana pendidikan, kesehatan, dan perdagangan.</div><div style="text-align: justify;">* Mendirikan Baitul Hikmah, sebagai lembaga penerjemah yang berfungsi sebagai perguruan tinggi, perpustakaan, dan penelitian.</div><div style="text-align: justify;">* Membangun majelis Al-Muzakarah, yakni lembaga pengkajian masalah-masalah keagamaan yang diselenggarakan di rumah-rumah, mesjid-mesjid, dan istana.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Harun Al-Rasyid Bukanlah Khalifah Yang Suka Foya-Foya!!</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Banyak orang meyakini bahwa khalifah Bani ‘Abbas, Harun al-Rasyid adalah seorang yang suka hura-hura dan foya-foya, hidup dalam gelamour kehidupan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Namun sebenarnya, tidaklah demikian. Harun al-Rasyid amat berbeda dari kondisi seperti itu sama sekali. Beliau adalah Abu Ja’far, Harun bin al-Mahdi, Muhammad bin al-Manshur, salah seorang khalifah Daulah Bani ‘Abbasiah di Iraq, yang lahir tahun 148 H.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Beliau menjadi khalifah menggantikan kakaknya, al-Hadi pada tahun 170 H. Beliau merupakan khalifah paling baik, dan raja dunia paling agung pada waktu itu. Beliau biasa menunaikan haji setahun dan berperang setahun. Sekalipun sebagai seorang khalifah, beliau masih sempat shalat yang bila dihitung setiap harinya mencapai seratus rakaat hingga beliau wafat. Beliau tidak meninggalkan hal itu kecuali bila ada uzur. Demikian pula, beliau biasa bersedekah dari harta pribadinya setiap harinya sebesar 1000 dirham.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Beliau orang yang mencintai ilmu dan para penuntut ilmu, mengagungkan kehormatan Islam dan membenci debat kusir dalam agama dan perkataan yang bertentangan dengan Kitabullah dan as-Sunnah an-Nabawiyyah.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Beliau berumrah tahun 179 H di bulan Ramadhan, dan terus dalam kondisi ihram hingga melaksanakan kewajiban haji. Beliau berjalan kaki dari Mekkah ke padang Arafah.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Beliau berhasil menguasai kota Hiracle dan menyebarkan pasukannya di bumi Romawi hingga tidak tersisa lagi seorang Muslim pun yang menjadi tawanan di kerajaan mereka. Beliau mengirimkan pasukannya yang kemudian menaklukkan benteng Cicilia, Malconia dan Cyprus, lalu menawan penduduknya yang berjumlah 16000 orang.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Harun al-Rasyid wafat dalam usia 45 tahun atau 46 tahun dalam perangnya di Khurasan tahun 193 H.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Semoga Allah merahmati Harun al-Rasyid.</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8065793680064854008.post-37483864897433626022011-04-11T02:16:00.000-07:002011-04-11T02:16:41.966-07:00Khalifah Abu Bakar As-Siddiq<div class="separator" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em; text-align: center;"><img border="0" height="200" src="http://farrasbiyan.files.wordpress.com/2009/05/abu-bakar-assidiq1.jpg?w=112&h=150" width="150" /></div><br />
<div style="text-align: justify;">Abu Bakar As-Siddiq adalah orang yang paling awal memeluk agama Islam (assabiqunal awwalun), sahabat Rasullullah Saw., dan juga khalifah pertama yang dibaiat (ditunjuk) oleh umat Islam. Beliau lahir bersamaan dengan tahun kelahiran Nabi Muhammad Saw. pada 572 Masehi di Mekah, berasal dari keturunan Bani Taim, suku Quraisy. Nama aslinya adalah Abdullah ibni Abi Quhaafah.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Berdasarkan beberapa sejarawan Islam, ia adalah seorang pedagang, hakim dengan kedudukan tinggi, seorang yang terpelajar serta dipercayai sebagai orang yang bisa menafsirkan mimpi. Berdasarkan keadaan saat itu dimana kepercayaan yang diajarkan Nabi Muhammad SAW lebih banyak menarik minat anak-anak muda, orang miskin, kaum marjinal dan para budak, sulit diterima bahwa Abu Bakar justru termasuk dalam mereka yang memeluk Islam dalam periode awal dan juga berhasil mengajak penduduk mekkah dan kaum Quraish lainnya mengikutinya (memeluk Islam).</div><div style="text-align: justify;">Abu Bakar berarti ‘ayah si gadis’, yaitu ayah dari Aisyah istri Nabi Muhammad SAW. Namanya yang sebenarnya adalah Abdul Ka’bah (artinya ‘hamba Ka’bah’), yang kemudian diubah oleh Rasulullah menjadi Abdullah (artinya ‘hamba Allah’). Sumber lain menyebutkan namanya adalah Abdullah bin Abu Quhafah (Abu Quhafah adalah kunya atau nama panggilan ayahnya). Gelar As-Sidiq (yang dipercaya) diberikan Nabi Muhammad SAW sehingga ia lebih dikenal dengan nama Abu Bakar ash-Shiddiq. Sebagaimana orang-orang yang pertama masuk Islam, cobaan yang diderita Abu Bakar As-Sidiq cukup banyak. Namun ia senantiasa tetap setia menemani Nabi dan bersama beliau menjadi satu-satunya teman hijrah ke Madinah pada 622 Masehi.</div><div style="text-align: justify;">Menjelang wafatnya Rasullullah, Abu Bakar ditunjuk sebagai imam shalat menggantikannya. Hal ini diindikasikan bahwa Abu Bakar kelak akan menggantikan posisi Nabi memimpin umat. Setelah wafatnya Rasullullah, maka melalui musyawarah antara kaum Muhajirin dan Anshar memilih Abu Bakar sebagai khalifah pertama, memulai era Khulafaur Rasyidin. Meski ditentang oleh sebagian muslim Syiah karena menurut mereka Nabi pernah memilih Ali bin Abi Thalib sebagai penggantinya, namun Ali bin Abi Thalib menyatakan setia dan mendukung Abu Bakar sebagai khalifah.</div><div style="text-align: justify;">Segera setelah menjadi khalifah, urusan Abu Bakar banyak disibukkan oleh pemadaman pemberontakan dan pelurusan akidah masyarakat yang melenceng setelah meninggalnya Nabi. Beliau memerangi Musailamah Al-Kazab (Musailamah si pembohong), yang mengklaim dirinya sebagai nabi baru menggantikan Nabi Muhammad Saw, dan juga memungut zakat kepada suku-suku yang tidak mau membayarnya setelah meninggalnya Nabi Muhammad Saw. Mereka beranggapan bahwa zakat adalah suatu bentuk upeti terhadap Rasullullah. Setelah usainya pemberontakan dan berbagai masalah internal, beliau melanjutkan misi Nabi Muhammad menyiarkan syiar Islam ke seluruh dunia. Abu Bakar mengutus orang-orang kepercayaannya ke Bizantium dan Sassanid sebagai misi menyebarkan agama Islam. Khalid bin Walid juga sukses menaklukkan Irak dan Suriah dengan mudah.</div><div style="text-align: justify;">Beliau menjadi khalifah dalam jangka waktu 2 tahun. Abu Bakar meninggal pada tanggal 23 Agustus 634 di Madinah. Beliau dimakamkan di samping makam Rasullullah Saw. Selanjutnya posisi khalifah digantikan oleh Umar bin Khatab.</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8065793680064854008.post-36500294873794413962011-04-08T05:38:00.000-07:002011-04-08T05:38:28.979-07:00Sunan Kalijaga (Raden Said)<div class="separator" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em; text-align: center;"><img border="0" height="200" src="http://1.bp.blogspot.com/_gBdxXMia8YU/TShOzirsUEI/AAAAAAAAASM/PX3TQjhxPlI/s200/SunanKalijaga+anakpop.jpg" width="96" /></div><br />
<div style="text-align: justify;">Joko Said dilahirkan sekitar tahun 1450 M. Ayahnya adalah Arya Wilatikta, Adipati Tuban. Arya Wilatikta ini adalah keturunan dari pemberontak legendaris Majapahit, Ronggolawe. Riwayat masyhur mengatakan bahwa Adipati Arya Wilatikta sudah memeluk Islam sejak sebelum lahirnya Joko Said. Namun sebagai Muslim, ia dikenal kejam dan sangat taklid kepada pemerintahan pusat Majapahit yang menganut Agama Hindu. Ia menetapkan pajak tinggi kepada rakyat. Joko Said muda yang tidak setuju pada segala kebijakan Ayahnya sebagai Adipati sering membangkang pada kebijakan-kebijakan ayahnya. Pembangkangan Joko Said kepada ayahnya mencapai puncaknya saat ia membongkar lumbung kadipaten dan membagi-bagikan padi dari dalam lumbung kepada rakyat Tuban yang saat itu dalam keadaan kelaparan akibat kemarau panjang.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Karena tindakannya itu, Ayahnya kemudian ‘menggelar sidang’ untuk mengadili Joko Said dan menanyakan alasan perbuatannya. Kesempatan itu tidak disia-siakan oleh Joko Said untuk mengatakan pada ayahnya bahwa, karena alasan ajaran agama, ia sangat menentang kebijakan ayahnya untuk menumpuk makanan di dalam lumbung sementara rakyatnya hidup dalam kemiskinan dan kelaparan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ayahnya tidak dapat menerima alasannya ini karena menganggap Joko Said ingin mengguruinya dalam masalah agama. Karena itu, Ayahnya kemudian mengusirnya keluar dari istana kadipaten seraya mengatakan bahwa ia baru boleh pulang jika sudah mampu menggetarkan seisi Tuban dengan bacaan ayat-ayat suci Al Qur’an. Maksud dari ‘menggetarkan seisi Tuban’ di sini ialah bilamana ia sudah memiliki banyak ilmu agama dan dikenal luas masyarakat karena ilmunya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Riwayat masyhur kemudian menceritakan bahwa setelah diusir dari istana kadipaten, Joko Said berubah menjadi seorang perampok yang terkenal dan ditakuti di kawasan Jawa Timur. Sebagai Perampok, Joko Said selalu ‘memilih’ korbannya dengan seksama. Ia hanya merampok orang kaya yang tak mau mengeluarkan zakat dan sedekah.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dari hasil rampokannya itu, sebagian besarnya selalu ia bagi-bagikan kepada orang miskin. Kisah ini mungkin mirip dengan cerita Robin Hood di Inggris. Namun itulah riwayat masyhur tentang beliau. Diperkirakan saat menjadi perampok inilah, ia diberi gelar ‘Lokajaya’ artinya kurang lebih ‘Perampok Budiman’.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Semuanya berubah saat Lokajaya alias Joko Said bertemu dengan seorang ulama , Syekh Maulana Makhdum Ibrahim alias Sunan Bonang. Sunan Bonang inilah yang kemudian mernyadarkannya bahwa perbuatan baik tak dapat diawali dengan perbuatan buruk –sesuatu yang haq tak dapat dicampuradukkan dengan sesuatu yang batil- sehingga Joko Said alias Lokajaya bertobat dan berhenti menjadi perampok. Joko Said kemudian berguru kepada Sunan Bonang hingga akhirnya dikenal sebagai ulama dengan gelar ‘Sunan Kalijaga’.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sejarah Nama 'Kalijaga'</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pertanyaan ini masih menjadi misteri dan bahan silang pendapat di antara para pakar sejarah hingga hari ini. Masyarakat Cirebon berpendapat bahwa nama itu berasal dari dusun Kalijaga di Cirebon.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sunan Kalijaga memang pernah tinggal di Cirebon dan bersahabat erat dengan Sunan Gunung Jati. Ini dihubungkan dengan kebiasaan wong Cerbon untuk menggelari seseorang dengan daerah asalnya –seperti gelar Sunan Gunung Jati untuk Syekh Syarif Hidayatullah, karena beliau tinggal di kaki Gunung Jati.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Fakta menunjukan bahwa ternyata tidak ada ‘kali’ di sekitar dusun Kalijaga sebagai ciri khas dusun itu. Padahal, tempat-tempat di Jawa umumnya dinamai dengan sesuatu yang menjadi ciri khas tempat itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Misalnya nama Cirebon yang disebabkan banyaknya rebon (udang), atau nama Pekalongan karena banyaknya kalong (Kelelawar). Logikanya, nama ‘Dusun Kalijaga’ itu justru muncul setelah Sunan Kalijaga sendiri tinggal di dusun itu. Karena itu, klaim Masyarakat Cirebon ini kurang dapat diterima.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Riwayat lain datang dari kalangan Jawa Mistik (Kejawen). Mereka mengaitkan nama ini dengan kesukaan wali ini berendam di sungai (kali) sehingga nampak seperti orang yang sedang “jaga kali”. Riwayat Kejawen lainnya menyebut nama ini muncul karena Joko Said pernah disuruh bertapa di tepi kali oleh Sunan Bonang selama sepuluh tahun.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pendapat yang terakhir ini yang paling populer. Pendapat Ini bahkan diangkat dalam film ‘Sunan Kalijaga’ dan ‘Walisongo’ pada tahun 80-an. Saya sendiri kurang sepaham dengan kedua pendapat ini.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Secara sintaksis, dalam tata bahasa-bahasa di Pulau Jawa (Sunda dan Jawa) dan segala dialeknya, bila ada frase yang menempatkan kata benda di depan kata kerja, itu berarti bahwa kata benda tersebut berlaku sebagai subjek yang menjadi pelaku dari kata kerja yang mengikutinya. Sehingga bila ada frase ‘kali jaga’ atau ‘kali jogo’ berarti ada ‘sebuah kali yang menjaga sesuatu’. Ini tentu sangat janggal dan tidak masuk akal.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Bila benar bahwa nama itu diperoleh dari kebiasaan Sang Sunan kungkum di kali atau karena beliau pernah menjaga sebuah kali selama sepuluh tahun non-stop (seperti dalam film), maka seharusnya namanya ialah “Sunan Jogo Kali” atau “Sunan Jaga Kali”.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kemudian secara logika, silakan anda pikirkan masak-masak. Mungkinkah seorang da’i menghabiskan waktu dengan kungkum-kungkum di sungai sepanjang hari? Tentu saja tidak. Sebagai da’i yang mencintai Islam dan Syi’ar-nya, tentu ada banyak hal berguna yang dapat beliau lakukan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Riwayat Kejawen bahwa beliau bertapa selama sepuluh tahun non-stop di pinggir kali juga merupakan riwayat yang tidak masuk akal. Bagaimana bisa seorang ulama saleh terus-menerus bertapa tanpa melaksanakan shalat, puasa, bahkan tanpa makan dan minum? Karena itu, dalam pendapat saya, kedua riwayat itu ialah riwayat batil dan tidak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Fakta Nama 'Kalijaga'</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pendapat yang paling masuk akal ialah bahwa sebenarnya nama ‘kalijaga’ berasal dari bahasa Arab “Qadli’ dan nama aslinya sendiri, ‘Joko Said’, jadi frase asalnya ialah ‘Qadli Joko Said’ (Artinya Hakim Joko Said). Sejarah mencatat bahwa saat Wilayah (Perwalian) Demak didirikan tahun 1478, beliau diserahi tugas sebagai Qadli (hakim) di Demak oleh Wali Demak saat itu, Sunan Giri.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Masyarakat Jawa memiliki riwayat kuat dalam hal ‘penyimpangan’ pelafalan kata-kata Arab, misalnya istilah Sekaten (dari ‘Syahadatain’), Kalimosodo (dari ‘Kalimah Syahadah’), Mulud (dari Maulid), Suro (dari Syura’), Dulkangidah (dari Dzulqaidah), dan masih banyak istilah lainnya. Maka tak aneh bila frase “Qadli Joko” kemudian tersimpangkan menjadi ‘Kalijogo’ atau ‘Kalijaga’.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Posisi Qadli yang dijabat oleh Kalijaga alias joko Said ialah bukti bahwa Demak merupakan sebuah kawasan pemerintahan yang menjalankan Syariah Islam. Ini diperkuat oleh kedudukan Sunan Giri sebagai Wali di Demak.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Istilah ‘Qadli’ dan ‘Wali’ merupakan nama-nama jabatan di dalam Negara Islam. Dari sini sajasudah jelas, siapa Sunan Kalijaga sebenarnya; ia adalahseorang Qadli, bukan praktisi Kejawenisme.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Da’wah Sunan Kalijaga adalah Da’wah Islam, Bukan Da’wah Kejawen atau Sufi-Pantheistik</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kita kembali ke Sunan Kalijaga alias Sunan Qadli Joko. Riwayat masyhur mengisahkan bahwa masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. Ini berarti bahwa beliau mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit pada 1478, Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon, Kesultanan Banten, bahkan hingga Kerajaan Pajang (lahir pada 1546) serta awal kehadiran Kerajaan Mataram. Bila riwayat ini benar, maka kehidupan Sunan Kalijaga adalah sebuah masa kehidupan yang panjang.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Manuskrip-manuskrip dan babad-babad tua ternyata hanya menyebut-nyebut nama beliau hingga zaman Kesultanan Cirebon saja, yakni hingga saat beliau bermukim di dusun Kalijaga.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dalam kisah-kisah pendirian Kerajaan Pajang oleh Jaka Tingkir dan Kerajaan Mataram oleh Panembahan Senopati, namanya tak lagi disebut-sebut. Logikanya ialah, bila saat itu beliau masih hidup, tentu beliau akan dilibatkan dalam masalah imamah di Pulau Jawa karena pengaruhnya yang luas di tengah masyarakat Jawa.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Fakta menunjukan bahwa makamnya berada di Kadilangu, dekat Demak, bukan di Pajang atau di kawasan Mataram (Yogyakarta dan sekitarnya) –tempat-tempat di mana Kejawen tumbuh subur. Perkiraan saya, beliau sudah wafat saat Demak masih berdiri.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Riwayat-riwayat yang batil banyak menceritakan kisah-kisah aneh tentang Sunan Kalijaga –selain kisah pertapaan sepuluh tahun di tepi sungai. Beberapa kisah aneh itu antara lain, bahwa beliau bisa terbang, bisa menurunkan hujan dengan hentakan kaki, mengurung petir bernama Ki Ageng Selo di dalam Masjid Demak dan kisah-kisah lain yang bila kita pikirkan dengan akal sehat non intelek tidak mungkin bisa masuk ke dalam otak manusia. Kisah-kisah aneh macam itu hanya bisa dipercaya oleh orang gila yang gemar sihir.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dan berbau Hindu-Budha serta Kejawen. Padahal fakta tentang kehidupan Sunan Kalijaga adalah Da’wah dan Syi’ar Islam yang indah. Buktinya sangat banyak sekali.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sunan Kalijaga adalah perancang pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak. Tiang “tatal” (pecahan kayu) yang merupakan salah satu dari tiang utama masjid adalah kreasi peninggalan Sunan Kalijaga. Mana mungkin seorang kejawen ahli mistik mau-maunya mendirikan Masjid yang jelas-jelas merupakan tempat peribadatan Islam.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Paham keagamaan Sunan Kalijaga adalah salafi –bukan sufi-panteistik ala Kejawen yang ber-motto-kan ‘Manunggaling Kawula Gusti’. Ini terbukti dari sikap tegas beliau yang ikut berada dalam barisan Sunan Giri saat terjadi sengketa dalam masalah ‘kekafiran’ Syekh Siti Jenar dengan ajarannya bahwa manusia dan Tuhan bersatu dalam dzat yang sama.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kesenian dan kebudayaan hanyalah sarana yang dipilih Sunan Kalijaga dalam berdakwah. Beliau memang sangat toleran pada budaya lokal. Namun beliau pun punya sikap tegas dalam masalah akidah. Selama budaya masih bersifat transitif dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam, beliau menerimanya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Wayang beber kuno ala Jawa yang mencitrakan gambar manusia secara detail dirubahnya menjadi wayang kulit yang samar dan tidak terlalu mirip dengan citra manusia, karena pengetahuannya bahwa menggambar dan mencitrakan sesuatu yang mirip manusia dalam ajaran Islam adalah haram hukumnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Cerita yang berkembang mengisahkan bahwa beliau sering bepergian keluar-masuk kampung hanya untuk menggelar pertunjukan wayang kulit dengan beliau sendiri sebagai dalangnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Semua yang menyaksikan pertunjukan wayangnya tidak dimintai bayaran, hanya diminta mengucap dua kalimah syahadat. Beliau berpendapat bahwa masyarakat harus didekati secara bertahap.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pertama berislam dulu dengan syahadat selanjutnya berkembang dalam segi-segi ibadah dan pengetahuan Islamnya. Sunan Kalijaga berkeyakinan bahwa bila Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama hilang.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Lakon-lakon yang dibawakan Sunan Kalijaga dalam pagelaran-pagelarannya bukan lakon-lakon Hindu macam Mahabharata, Ramayana, dan lainnya. Walau tokoh-tokoh yang digunakannya sama (Pandawa, Kurawa, dll.) beliau menggubah sendiri lakon-lakonnya, misalnya Layang Kalimasada, Lakon Petruk Jadi Raja yang semuanya memiliki ruh Islam yang kuat.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Karakter-karakter wayang yang dibawakannya pun beliau tambah dengan karakter-karakter baru yang memiliki nafas Islam. Misalnya, karakter Punakawan yang terdiri atas Semar, Bagong, Petruk, dan Gareng adalah karakter yang sarat dengan muatan Keislaman.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Adapun Istilah dalam Pewayangan merujuk pada Bahasa Arab :</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">1. Istilah ‘Dalang’ berasal dari bahasa Arab, ‘Dalla’ yang artinya menunjukkan. Dalam hal ini, seorang ‘Dalang’ adalah seseorang yang ‘menunjukkan kebenaran kepada para penonton wayang’. Mandalla’alal Khari Kafa’ilihi (Barangsiapa menunjukan jalan kebenaran atau kebajikan kepada orang lain, pahalanya sama dengan pelaku kebajikan itu sendiri –Sahih Bukhari)</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">2. Karakter ‘Semar’ diambil dari bahasa Arab, ‘Simaar’ yang artinya Paku. Dalam hal ini, seorang Muslim memiliki pendirian dan iman yang kokoh bagai paku yang tertancap, Simaaruddunyaa.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">3. Karakter ‘Petruk’ diambil dari bahasa Arab, ‘Fat-ruuk’ yang artinya ‘tingggalkan’. Maksudnya, seorang Muslim meninggalkan segala penyembahan kepada selain Allah, Fatruuk-kuluu man siwallaahi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">4. Karakter ‘Gareng’ diambil dari bahasa Arab, ‘Qariin’ yang artinya ‘teman’. Maksudnya, seorang Muslim selalu berusaha mencari teman sebanyak-banyaknya untuk diajak ke arah kebaikan, Nalaa Qaarin.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">5. Karakter ‘Bagong’ diambil dari bahasa Arab, ‘Baghaa’ yang artinya ‘berontak’. Maksudnya, seorang Muslim selalu berontak saat melihat kezaliman.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Seni ukir, wayang, gamelan, baju takwa, perayaan sekatenan, grebeg maulud, serta seni suara suluk yang diciptakannya merupakan sarana dakwah semata, bukan budaya yang perlu ditradisikan hingga berkarat dalam kalbu dan dinilai sebagai ibadah mahdhah.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Beliau memandang semua itu sebagai metode semata, metode dakwah yang sangat efektif pada zamannya. Secara filosofis, ini sama dengan da’wah Rasulullah SAW yang mengandalkan keindahan syair Al Qur’an sebagai metode da’wah yang efektif dalam menaklukkan hati suku-suku Arab yang gemar berdeklamasi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tak dapat disangkal bahwa kebiasaan keluar-masuk kampung dan memberikan hiburan gratis pada rakyat, melalui berbagai pertunjukan seni, pun memiliki nilai filosofi yang sama dengan kegiatan yang biasa dilakukan Khalifah Umar ibn Khattab r.a. yang suka keluar-masuk perkampungan untuk memantau umat dan memberikan hiburan langsung kepada rakyat yang membutuhkannya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Persamaan ini memperkuat bukti bahwa Sunan Kalijaga adalah pemimpin umat yang memiliki karakter, ciri, dan sifat kepemimpinan yang biasa dimiliki para pemimpin Islam sejati, bukan ahli Kejawen.</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8065793680064854008.post-49443561841528943812011-04-08T05:13:00.000-07:002011-04-08T05:13:11.125-07:00Gesang 1917-2010<div class="separator" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em; text-align: center;"><img border="0" height="200" src="http://images.derizzain.multiply.com/image/v-CKT9gpQXuGRiGWgbcskA/photos/1M/300x300/5/gesang.jpg?et=%2B9SHqE1OnIoYSBuELiXT4Q&nmid=0" width="200" /></div><br />
<div style="text-align: justify;">Gesang atau lengkapnya Gesang Martohartono (lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 1 Oktober 1917 – meninggal di Surakarta, Jawa Tengah, 20 Mei 2010 pada umur 92 tahun) adalah seorang penyanyi dan pencipta lagu asal Indonesia. Dikenal sebagai "maestro keroncong Indonesia," ia terkenal lewat lagu Bengawan Solo ciptaannya, yang terkenal di Asia, terutama di Indonesia dan Jepang. Lagu 'Bengawan Solo' ciptaannya telah diterjemahkan kedalam, setidaknya, 13 bahasa (termasuk bahasa Inggris, bahasa Tionghoa, dan bahasa Jepang)</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Gesang tinggal di di Jalan Bedoyo Nomor 5 Kelurahan Kemlayan, Serengan, Solo bersama keponakan dan keluarganya, setelah sebelumnya tinggal di rumahnya Perumnas Palur pemberian Gubernur Jawa Tengah tahun 1980 selama 20 tahun. Ia telah berpisah dengan istrinya tahun 1962. Selepasnya, memilih untuk hidup sendiri. Ia tak mempunyai anak.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Gesang pada awalnya bukanlah seorang pencipta lagu. Dulu, ia hanya seorang penyanyi lagu-lagu keroncong untuk acara dan pesta kecil-kecilan saja di kota Solo. Ia juga pernah menciptakan beberapa lagu, seperti; Keroncong Roda Dunia, Keroncong si Piatu, dan Sapu Tangan, pada masa perang dunia II. Sayangnya, ketiga lagu ini kurang mendapat sambutan dari masyarakat.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sebagai bentuk penghargaan atas jasanya terhadap perkembangan musik keroncong, pada tahun 1983 Jepang mendirikan Taman Gesang di dekat Bengawan Solo. Pengelolaan taman ini didanai oleh Dana Gesang, sebuah lembaga yang didirikan untuk Gesang di Jepang.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tahun 2007, Gesdang dirawat di rumah sakit PKU Solo dan menjalani operasi prostat. Di Januari 2010, Gesang masuk rumah sakit kembali, tak lama kemudian Gesang pulang.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Selanjutnya, Gesang masuk rumah sakit Rabu 13 Mei karena gangguan pernafasan dan infeksi kandungan kemih. Minggu, 16 Mei Gesang masuk ICU RSU Solo karena mengalami penurunan tekanan darah. Selasa, 18 Mei Gesang digosipkan meninggal dunia, akan tetapi kabar tersebut ternyata salah.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Lagu-lagu ciptaan Gesang</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">* Bengawan Solo</div><div style="text-align: justify;">* Jembatan Merah</div><div style="text-align: justify;">* Pamitan (versi bahasa Indonesia dipopulerkan oleh Broery Pesulima)</div><div style="text-align: justify;">* Caping Gunung</div><div style="text-align: justify;">* Ali-ali</div><div style="text-align: justify;">* Andheng-andheng</div><div style="text-align: justify;">* Luntur</div><div style="text-align: justify;">* Dongengan</div><div style="text-align: justify;">* Saputangan</div><div style="text-align: justify;">* Dunia Berdamai</div><div style="text-align: justify;">* Si Piatu</div><div style="text-align: justify;">* Nusul</div><div style="text-align: justify;">* Nawala</div><div style="text-align: justify;">* Roda Dunia</div><div style="text-align: justify;">* Tembok Besar</div><div style="text-align: justify;">* Seto Ohashi</div><div style="text-align: justify;">* Pandanwangi</div><div style="text-align: justify;">* Impenku</div><div style="text-align: justify;">* Kalung Mutiara</div><div style="text-align: justify;">* Pemuda Dewasa</div><div style="text-align: justify;">* Borobudur</div><div style="text-align: justify;">* Tirtonadi</div><div style="text-align: justify;">* Sandhang Pangan</div><div style="text-align: justify;">* Kacu-kacu</div>Unknownnoreply@blogger.com0